Cuaca Panas Picu Karhutla di Natuna dan Bintan
Penyebab pasti karhutla menjadi wewenang aparat untuk melakukan penyelidikan.
REPUBLIKA.CO.ID, BINTAN -- Cuaca panas ditambah angin kencang memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau dalam sepekan terakhir. Di Natuna, karhutla menyasar sejumlah lahan kosong di daerah perkampungan, seperti Setengar, Puak, Sebayan, dan Kelarik.
"Luas lahan terbakar bervariasi. Mulai satu hingga lima hektare," Kepala Seksi Kedaruratan Logistik Rehibilitasi dan Rekonstruksi Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Natuna Elkadar, Senin (25/1).
Elkdar mengaku tidak mengetahui penyebab karhutla tersebut karena penyelidikannya menjadi wewenang aparat berwajib. Dinas Damkar Natuna berkoordinasi dengan Satgas Karhutla dari kepolisian tetap siap siaga memadamkan kejadian karhutla.
Kendati demikian, Elkadar tidak menampik jika penanganan karhutla di Natuna terkendala regulasi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, di mana masalah bencana karhutla seharusnya dikoordinir oleh BPBD. Sementara, kata dia, Bidang Bencana di Dinas Damkar Natuna bertugas menangani kebakaran bangunan dan gedung.
"Natuna tidak memiliki lembaga BPBD. Jadi tak ada yang mengomando penanganan karhutla," ujarnya.
Sedangkan di Bintan, karhutla terjadi di dua wilayah tepatnya di Kilometer 23 dan Kilometer 29, pada Sabtu (23/1) hingga Ahad(24/1). Kepala UPTD Damkar Kecamatan Toapaya Bintan Nurwendi menyatakan api melahap belasan lahan kosong di dua daerah tersebut.
"Bahkan api nyaris melahap tanaman milik warga di Kilometer 29. Namun, beruntung api berhasil kami padamkan lebih cepat," ujarnya.
Selain faktor cuaca ekstrem, ia mengatakan, dugaan karhutla juga bisa dipicu oleh kelalaian manusia baik disengaja maupun tidak.
"Misalnya, warga membuka lahan saat musim panas. Itu sangat berisiko, karena api akan cepat menyebar, apalagi ditiup angin kencang," tuturnya.
Karena itu, pihaknya mengimbau agar warga tidak membuka lahan dengan cara membakar di tengah cuaca ekstrem. Sebab, akan ada sanksi tegas dari pihak berwajib apabila kedapatan melanggar .
"Sesuai Pasal 108 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Pelaku pembakaran berpotensi didenda Rp10 miliar dan penjara 10 tahun," katanya menegaskan.