Ketika PPKM tak Efektif dan Lockdown tak Mungkin Dipilih

Bahkan PPKM di zona merah sekalipun tidak dirasakan lebih ketat.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Anggota Satlantas Polresta Bandung memberhentikan kendaraan saat operasi penyekatan dan pemeriksaan di Gerbang Keluar Jalan Tol Soreang, Kabupaten Bandung, Ahad (31/1). Operasi penyekatan dan pemeriksaan bagi setiap kendaraan luar daerah yang masuk ke Kabupaten Bandung tersebut digelar dalam rangka Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) guna mencegah penyebaran Covid-19 di wilayah Kabupaten Bandung yang saat ini berstatus zona merah Covid-19. Foto: Abdan Syakura/Republika
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Adinda Pryanka, Febrianto Adi Saputro

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pelaksanaan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali tak efektif menekan laju penambahan kasus positif Covid-19. Presiden pun meminta pemerintah menyiapkan langkah yang lebih sederhana dalam penanganan Covid-19 ini.

Langkah apa yang akan diambil pemerintah? Para epidemiolog mayoritas menyarankan pemerintah melakukan lockdown atau minimal kembali ke Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat seperti saat awal pandemi.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menegaskan pemerintah tak akan menggunakan opsi lockdown atau karantina wilayah dalam mengendalikan penularan kasus. Sebab, kata dia, penanganan kesehatan khususnya pandemi ini sangat bergantung dengan kondisi perekonomian negara.

"Pada dasarnya pergerakan sektor kesehatan pun sangat bergantung dengan modal ekonomi. Oleh karena itu, sampai saat ini opsi lockdown tidak menjadi pilihan," kata Wiku kepada Republika, Senin (1/2).

Wiku menegaskan, pemerintah terus berusaha maksimal untuk menangani penularan wabah yang belum berakhir hingga kini.  Sekaligus mendorong pemulihan ekonomi karena terdampak pandemi. "Masukan Presiden menjadi input berarti bagi penanganan pandemi Covid-19 yang menyasar pada lintas sektoral," tambahnya.

Wiku mengatakan, saat ini Satgas sedang mengembangkan konsep posko yang merupakan perpanjangan tangan Satgas Daerah hingga ke tingkat RT/RW untuk melaksanakan pengawasan kebijakan PPKM termasuk kepatuhan protokol kesehatan. Pemerintah, lanjutnya, akan terus melakukan perbaikan melalui monitoring dan evaluasi setiap implementasi kebijakan, khususnya terkait efektivitas kebijakan dalam menurunkan kasus aktif, kematian, kesembuhan, dan juga BOR di rumah sakit.

"Konsep posko ini masih dalam tahapan pembahasan dan akan lebih merinci untuk fungsinya," ucapnya.

Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menyebutkan, tingkat efektivitas PPKM yang sudah berjalan hampir sebulan terakhir masih kurang dari 30 persen. Tri mengatakan, masih banyak kekurangan dalam implementasinya, mulai dari konsistensi kebijakan hingga pengawasan.

Seiring dengan peningkatan kasus yang sangat tinggi dan mulai penuhnya kapasitas fasilitas kesehatan, Tri menuturkan, penerapan PPKM seharusnya diberlakukan secara ketat. Khususnya untuk daerah yang berada di zona oranye dan merah.  

Tapi, selama ini, Tri menilai, penerapan PPKM di dua zona tersebut justru terbilang sedang hingga ringan. "Dampaknya, efektivitasnya pasti rendah sekali, tidak sebanding dengan penyebaran kasus yang terus meningkat," tuturnya saat dihubungi Republika.

Tidak hanya pembatasan aktivitas, Tri menambahkan, zona oranye dan merah juga harus mendapatkan prioritas untuk penerapan 3T (testing, tracing dan treatment). Kebijakan ini untuk menekan laju penyebaran virus corona dari daerah pusat penyebarannya.

Di sisi lain, Tri berpandangan, kebijakan pemerintah yang tidak konsisten semakin menahan tingkat efektivitas PPKM. Sejak dimulai dari PSBB hingga new normal, pemerintah kerap berganti kebijakan untuk membatasi aktivitas sosial dan ekonomi. Inkonsistensi juga kerap terjadi antara pusat dengan daerah.

Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat dan pihak yang mengawasi di lapangan kerap kebingungan dalam mengimplementasikan pembatasan. "Pemerintah harus segera meningkatkan konsistensinya dalam pembuatan kebijakan dan penerapannya," ucap Tri.

Dampak kelanjutan dari kebijakan pusat yang tidak konsisten itu adalah tingkat pengawasan menjadi rendah. Tri memberikan contoh, kebijakan Working From Home (WFH) 75 persen pada saat PPKM yang tidak terpantau oleh pemerintah atau Satgas Covid-19 di kantor pemerintah ataupun swasta.

Rendahnya pengawasan ini dibarengi dengan penegakan hukum yang tidak tegas. Misalnya saja sanksi Rp 250 ribu untuk mereka yang tidak mengenakan masker. "Ini terlalu kecil, sehingga banyak yang melanggar. Coba sanksinya Rp 5 juta, pasti pada takut," kata Tri.







Baca Juga


Tri menyebutkan, kebijakan PPKM sebenarnya dapat berjalan dengan efektif asalkan memenuhi dua syarat. Yakni, pengawasan di lapangan dilakukan dengan benar dan penegakan hukum berjalan secara tegas.

Salah satu poin yang sebaiknya diperbaiki adalah pengawasan. Tri menjelaskan, pemerintah ataupun pihak berwenang  harus melakukan check point di daerah-daerah yang berpotensi menjadi pusat penyebaran.

Contoh lainnya di pusat perbelanjaan atau mal yang harus tutup pukul 20.00 WIB selama PPKM. Tri menjelaskan, kebijakan ini harus dipastikan berjalan dengan baik untuk memastikan efektivitas PPKM dalam menekan tingkat penyebaran kasus Covid-19.

"Suatu kebijakan sangat tergantung pada pengawasan untuk melihat apakah masyarakatnya patuh atau tidak," tuturnya.

Penerapan PPKM akan memberikan konsekuensi terhadap ekonomi. Berkurangnya pendapatan perusahaan dan pegawai maupun keuntungan yang menurun bagi pedagang merupakan efek yang sulit terelakkan pada masa pandemi.

Oleh karena itu, Tri menekankan, pemerintah harus mampu menjelaskannya dengan baik kepada semua kalangan. Termasuk mengenai konsekuensi ekonomi yang akan menurun apabila pandemi sudah semakin teratasi dengan baik.

Sementara anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo, meminta pemerintah segera mencari solusi lain dari tidak efektifnya PPKM. "Memang PSBB kemarin evaluasi maka dimunculkan lah PPKM ini ternyata juga tidak efektif. Nah ini perlu satu langkah, perlu langkah yang berani, langkah yang  real, langkah yang lebih maju dalam rangka untuk menjawab evaluasi dari pelaksanaan PPKM tahap pertama," kata Rahmad.

Dia mengamini pernyataan Jokowi yang menyebut PPKM tidak efektif. Oleh karena itu ia meminta pemerintah  mencari tahu apa penyebab tidak efektifnya PPKM tersebut.

"Tentu kita cari solusi yang terbaik, langkah yang terbaik sepert apa. Apakah nanti dibentuknya karantina per wilayah, per RT seperti yang disampaikan beberapa minggu lalu, kenapa tidak itu dicoba meskipun pelaksanaanya di lapangan tidak semudah dibayangkan ketika satu RT itu close," ungkapnya.

Ia menganggap pemerintah saat ini dihadapkan tantangan dari masyarakat yang menganggap pandemi Covid-19 sebagai satu hal yang biasa. Paradigma itu lah yang menurutnya harus diluruskan oleh pemerintah.

"Orang yang terpapar, yang meninggal seperti seolah-olah biasa. Kemudian RS yang sudah hampir penuh bahkan masyarakat juga sudah biasa. Itu harus kita ubah paradigma itu, berisiko kalau kita menganggap hal yang biasa," ujarnya.

Ia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah terkait langkah apa yang harus dilakukan. Namun ia menegaskan jika kebijakan yang diamb tidak jauh beda dengan kebijakan sebelumnya maka tidak akan menunjukan perubahan yang signifikan.

"Jadi butuh kesadaran, butuh kerjasama pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat membuat keputusan tapi kalau masyarakat tidak mendukung atau tidak mendukung sepenuhnya saya rasa juga akan sulit kita mengendalikan Covid-19," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi, menyatakan, pelaksanaan penerapan PPKM selama ini tidak efektif menekan laju penularan Covid-19. PPKM yang telah berjalan lebih dari dua pekan tak berdampak pada penurunan mobilitas dan kegiatan masyarakat.

"Saya ingin menyampaikan mengenai yang berkaitan dengan PPKM tanggal 11-25 Januari. Kita harus ngomong apa adanya. Ini tidak efektif. Mobilitas juga masih tinggi karena kita memiliki indeks mobility-nya ada," kata Jokowi saat rapat terbatas di Istana Bogor, Jumat (29/1) yang videonya baru diunggah pada Ahad (31/1).

Implementasi kebijakan PPKM di lapangan dinilainya tak tegas dan tak konsisten. Hal ini pun membuat disiplin protokol kesehatan yang dilakukan masyarakat di daerah yang menerapkan PPKM menjadi longgar.

Selain itu, ia juga mewanti-wanti agar selama penerapan PPKM tak berdampak pada penurunan ekonomi di daerah. Jokowi mengaku tak masalah jika terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi seiring dengan penurunan kasus Covid-19 di berbagai daerah.

Namun sayangnya, penerapan kebijakan ini justru tak efektif menekan kasus yang ada. Hal ini terbukti dengan semakin bertambahnya jumlah kasus positif di berbagai daerah yang menerapkan PPKM.

Menurunnya zona merah diikuti melonjaknya zona oranye di Indonesia - (Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler