Sri Mulyani Jelaskan Tiga Fase Transaksi di LPI

Ketiganya memiliki perlakuan pajak yang berbeda-beda dari pemerintah.

Sri Mulyani Jelaskan Tiga Fase Transaksi di LPI.
Rep: Adinda Pryanka Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri menyebutkan, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau kerap disebut sebagai Indonesia Investment Authority (INA) akan memiliki tiga fase transaksi. Ketiganya memiliki perlakuan pajak yang berbeda-beda dari pemerintah.

Baca Juga


Fase pertama, transaksi investasi atau ketika LPI memulai investasi. Transaksi di dalamnya meliputi penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah kepada LPI sebagai investasi pusat.

Selanjutnya, LPI dapat mulai berinvestasi dengan melakukan akuisisi saham satu perusahaan, sebut saja PT Y. Akuisisi dilakukan bersama dengan investor luar negeri dengan cara inbreng saham ke infrastructure fund.

Investor luar negeri juga bisa menyetorkan modal, sekalipun dalam bentuk komitmen yang bisa direalisasikan dalam waktu tertentu. "Dalam fase ini juga, investor infrastruktur fund melakukan reimburse atas injeksi modal ke infrastructure fund," kata Sri dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual, Senin (1/2).

Dalam fase ini, akan ada lima transaksi pengalihan aset yang diterima LPI dari PMN dan perolehan dari BUMN. Tiap transaksi mendapatkan perlakuan pajak khusus. Salah satunya, untuk PMN aset berupa tanah atau bangunan dari pemerintah kepada LPI.

 

Pada aturan saat ini, Bea Perolehan Hal Atas Tanah dan Bangunan atau disingkat (BPHTB) untuk LPI dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset. "Jadi, bagi LPI, BPHTB tetap dibayarkan sehingga pemerintah daerah tidak terpengaruh mengingat BPHTP itu adalah hak mereka," tuturnya.

Tapi, dalam rencana pengaturan pajak khusus, BHPTB yang dibayarkan LPI nantinya akan menjadi biaya sebagai pengurang penghasilan bruto pada tahun pajak tanah/ bangunan diperoleh. Artinya, Sri menekankan, LPI memperoleh insentif berupa pengurangan pajak BPHTB yang dianggap sebagai dibiayakan.

Fase kedua, terkait masa kepemilikan, yakni ketika LPI sudah memiliki perusahaan PT Y. Saat perusahaan ini menghasilkan keuntungan, mereka akan membayarkan dalam bentuk dividen ke pemegang saham, yakni infrastructure fund. Kemudian, infrastructure fund membagikan dividen kepada LPI dan para investor yang menjadi mitra LPI.

Dalam fase ini, setidaknya ada tiga transaksi yang terlibat. Mereka adalah pembentukan cadangan, bunga pinjaman dan dividen yang diterima kuasa kelola oleh Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Tiap transaksi mendapatkan perlakuan pajak khusus yang akan tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlakuan Pajak LPI, di bawah Undang-Undang Cipta Kerja.

Fase ketiga, masa exit, yaitu ketika LPI atau investor luar negeri ‘keluar’ dari investasi. Dalam hal ini, infrastructure fund akan menjual aset PT Y kepada pembeli baru. "Kemudian hasil penjualan itu didistribusikan antara LPI dan investor lain sebagai pemilik infrastructure fund," ucap Sri.

 

Pada masa exit ini, hanya ada satu transaksi yang dilibatkan. Transaksi itu adalah penghasilan mitra investasi SPLN atas selisih lebih nilai likuidasi dengan nilai investasi awal yang dikenakan potongan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 7,5 persen.

Besaran ini lebih kecil dari tarif pada ketentuan sebelumnya, 20 persen, maupun rata-rata tarif dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), yakni 10 persen. Keringanan ini ditujukan menarik investor asing sebanyak-banyaknya melalui LPI.

 

Insentif lebih besar akan diberikan apabila investor asing tersebut memutuskan tidak keluar dari Indonesia. Artinya, dividen mereka diinvestasikan kembali di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Untuk transaksi ini, mereka dihitung bukan sebagai objek pajak atau dibebaskan dari pajak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler