Menlu Yaman Siap Kerja Sama dengan Biden Akhir Perang

Menlu Yaman menyalahkan Houthi dan dukungan Iran atas perang berkepanjangan.

EPA-EFE/YAHYA ARHAB
Kendaraan melewati spanduk yang menggambarkan potret pejuang Houthi yang diduga tewas dalam perang yang sedang berlangsung di Yaman, di sebuah jalan di Sana
Rep: Lintar Satria Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID,  SANAA -- Menteri Luar Negeri Yaman Ahmed Awad Bin Mubarak mengatakan pemerintahannya bersedia bekerja sama dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam mengakhiri perang di negara termiskin di dunia Arab itu.

Namun Ahmed menegaskan pemberontak Houthi dan dukungan-dukungan Iran masih menjadi tantangan terbesar untuk meraih perdamaian. Houthi dan Iran menjadi pendorong keterlibatan militer Arab Saudi di Yaman.  

Pada Kamis (4/2) kemarin Biden mengumumkan AS menghentikan dukungan perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Konflik yang berlangsung selama lima tahun itu telah menewaskan 130 ribu orang termasuk 13 ribu warga sipil dan mengakibatkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

"Kami menanggapi dengan positif sikap pemerintahan AS yang baru, yang ingin mengakhiri perang di Yaman," kata Ahmed, Kamis kemarin. "Hal itu sudah menjadi tujuan utama kami sejak perang dimulai dan kami menanggapi dengan positif semua inisiatif PBB di masa lalu, tapi kami selalu berhadapan dengan pemberontakan milisi Houthi dan agenda Iran di kawasan kami," tambahnya.

Juru bicara Houthi Mohammed Abdel Salam, Kamis (4/1) malam, mencicit perdamaian tidak akan dapat tercapai hingga 'agresi dan pengepungan dihentikan'.

Perang Yaman dimulai pada September 2014 lalu ketika pemberontak Houthi mengepung Sanaa dan menggelar penyerangan ke selatan untuk merebut seluruh negeri.

Sejak Maret 2015 Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab dan negara-negara lain ikut berperang bersama pemerintah Yaman yang diakui masyakarat internasional. Biden mengumumkan AS akan menghentikan semua penjualan senjata 'yang relevan' tapi tidak mengungkapkan detailnya.

Pemerintah AS sudah menahan kesepakatan penjualan senjata miliaran dolar AS dengan Arab Saudi dan UEA. Sebelumnya AS menjual bom dan pesawat jet ke Arab Saudi yang digunakan Riyadh untuk melakukan serangan udara yang menewaskan warga sipil Yaman.

Biden juga menyerukan agar kedua belah pihak menggelar gencatan senjata. Ia juga meminta jalur bantuan kemanusiaan dibuka dan pihak yang bertikai kembali ke meja perundingan. Arab Saudi tidak menanggapi penolakan Biden dengan agresif.

Selama kampanye Biden mengecam pemimpin-pemimpin Arab Saudi yang menurutnya telah melanggar hak asasi manusia. Ia juga berjanji ingin menjauhkan pemerintahannya dari pemimpin-pemimpin kerajaan itu.

Namun pemerintah Biden juga mengatakan sebagai bagian dari kontraterorisme, menjaga hubungan militer dan keamanan, AS tetap akan membantu Arab Saudi meningkatkan pertahanan untuk menahan serangan dari luar. Media-media Arab Saudi lebih fokus membahas hal itu dalam pengumuman Biden.

Yaman juga menyambut baik keputusan Biden menunjuk Timothy Lenderking sebagai utusan khusus AS untuk Yaman. Kantor berita Yaman, SABA melaporkan pemerintah Yaman mengatakan hal itu sebagai 'langkah penting' untuk menunjukkan komitmen AS dalam mengakhiri perang di Yaman.

Baca Juga


sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler