KNKT Ungkap Penyebab Tenggelamnya Kapal Nur Allya
KNKT memastikan hilangnya kapal yang mengangkut ni kel dengan 27 awak
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyelesaikan investigasi terhadap hilangnya kapal MV Nur Allya yang terjadi di perairan Halmahera Selatan, Maluku Utara pada 21 Agustus 2019. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono memastikan hilangnya kapal yang mengangkut nikel dengan 27 awak tersebut karena tenggelam dan disebabkan oleh sejumlah faktor.
“Proses pemuatan tambang sampai ke kapal yang saat itu dalam keadaan hujan menyebabkan kandungan air di luar batas aman sehingga nikel atau muatan berubah seperti benda cair dan menyebabkan tenggelam,” kata Soerjanto dalam konferensi video, Jumat (5/2).
Soerjanto memohon maaf hasil investigasi yang dilakukan cukup lama untuk diselesaikan. Dia mengakui, KNKT juga menemukan sejumlah kendala dalam melakukan investigasi kecelakaan kapal tersebut. “Karena untuk survei di bawah air kami melakukan beberapa koordinasi dan ada masalah pendanaan anggaran dari APBN dan ketersediaan alat serta kapal dan cuaca,” jelas Soerjanto.
Soerjanto menjelaskan, dari hasil analisis kerusakan lifeboat, data AIS, adanya signal EPIRB, hasil survei bawah air, keadaan laut yang cukup bergelombang, dan khususnya data keadaan kadar air dari muatan nickel ore melebihi batas kadar air yang diizinkan dalam pengangkutan. Selain itu juga terjadinya hujan saat pemuatan, maka dapat disimpulkan bahwa muatan Nur Alya mengalami likuifaksi.
“Nilai lengan penegak negatif dengan momen likuifaksi yang besar, berakibat kapal secara spontan terbalik dalam periode yang sangat singkat. Kapal kehilangan stabilitas akibat terjadinya free surface dari muatannya. Selanjutnya kapal terbalik dan tenggelam,” jelas Soerjanto.
Dengan adanya hasil investigasi tersebut, Soerjanto menyarankan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat memaksimalkan aturan. Khususnya terkait regulasi yang mengatur muatan penambangan yang layak dimuat ke kapal.
Dengan hasil investigasi tersebut, keluarga korban masih belum yakin jika kapal tersebut tenggelam. Keluarga korban meminta KNKT dapat memberikan bukti tambahan secara visual dengan menurunkan alat Remotely Operated Vehicle (ROV).
Hanya saja, Soerjanto menegaskan, KNKT memiliki keterbatasan dari berbagai aspek. Bahkan investigasi kecelakaan kapal tersebut sudah dilakukan hingga tahap keempat sebelum memberikan kesimpulan untuk mengungkap penyebabnya.
“Kami melakukan investigasi hingga tahap keempat dengan biaya yang dikeluarkan tentu punya keterbatasan. Kalau kami menurunkan ROV lagi kami tidak mungkin menggunakan anggaran yg ada di kami,” jelas Soerjanto.
Dia memohon maaf jika hasil investigasi tidak cukup untuk menjawab keraguan keluarga korban. Meskipun begitu, Soerjanto memastikan hasil investigasi yang dilakukan tersebut dapat dipertanggungjawabkan juga secara ilmiah.
Soerjanto menjelaskan, hasil investigasi didasari oleh tiga metodologi survei laut yakni Survei Multibeam Echosounder, Side Scan Sonar, dan Magnetometer. Data Multibeam dapat menunjukan dimensi secara 3D kapal Nur Allya.
Selanjutnya, Data Side Scan Sonar (SSS) menunjukan bentuk dimensi kapal Nur Allya secara dekat. Sementara, Data Magnetometer menunjukan tingkat kemagnetan sebuah objek yang diasosiasikan dengan material besi Nur Allya.
Dia mengatakan, survei ROV juga tidak berfungsi secara maksimal di lokasi tersebut. “Tidak memungkinkan menurunkan ROV karena pengaruh cuaca dan arus laut yang tidak mendukung kemampuan alat ROV,” jelas Soerjanto.
Meskipun tidak menurunkan ROV, Soerjanto memastikan, Data Side Scan Sonar telah menunjukan dimensi dan bentuk kapal Nur Allya. Dimensi tersebut menunjukkan panjang 189 meter, lebar 38 meter, dan tinggi 42 meter pada kedalaman 530 meter.
Kasubdit Pengerahan Potensi dan Pengendalian Operasi Basarnas Pusat Agus Haryono menambahkan, saat operasi SAR dilakukan sudah mengerahkan seluruh unsur dari laut dan udara. Basarnas juga mendapatkan bantuan dari TNI Polri untuk menyisir sepanjang pantai dan di pulau untuk mengantisipasi jika korban terdampar.
“Sampai diperpanjang dua kali kami tidak menemukan satupun ABK dari Kapal Nur Allya. Live boat dan properti lain diidentifikasi milik Nur Allya,” jelas Agus.
Agus memastikan, operasi SAR sudah dilakukan sesuai SOP. Hanya, setelah diperpanjang tim gabungan tidak menemukan korban dan Kepala Basarnas melakukan penutupan operasi namun tetap melakukan pemantauan aktif.