Partai Suu Kyi Minta PBB tak Akui Pemerintah Militer Myanmar
PBB diminta tidak bekerja sama dengan pemerintah militer
REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada Ahad (7/2) meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan komunitas internasional agar tidak mengakui Dewan Administrasi Negara yang dibentuk setelah kudeta militer. NLD mendesak PBB untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah militer yang tidak sah.
Anggota Komite Eksekutif NLD Aung Kyi Nyint mengatakan, mereka mengetahui beberapa diplomat asing bersiap untuk mulai bekerja dengan dewan tersebut. Namun, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
"Kudeta tidak sesuai dengan konstitusi dan pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Win Myint yang ditahan dan masih merupakan pemerintahan yang sah. Tidak ada negara yang mengakui junta militer jika mereka menghormati norma-norma demokrasi," kata Kyi Nyint kepada Anadolu Agency melalui telepon pada Ahad (7/2).
Pada Jumat (5/2), Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener berbicara dengan Wakil Ketua Dewan Administrasi Negara dan Wakil Kepala Militer Soe Win melalui panggilan video. Dewan Administrasi Negara didirikan pada 2 Februari setelah militer melakukan penahanan terhadap sejumlah pejabat pemerintah, termasuk Pemimpin NLD dan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi. Dewan yang dipimpin oleh panglima tertinggi angkatan bersenjata, adalah badan eksekutif yang saat ini mengatur negara.
Baca juga : 'Pengusutan Kasus HAM di Km 50 Melambat, Framing Berhasil'
Puluhan ribu orang memenuhi jalan pada hari kedua unjuk rasa di Yangon, kota terbesar Myanmar, pada Ahad (7/2) waktu setempat. Ribuan lainnya juga melakukan aksi protes di seluruh negeri menuntut pembatalan kudeta militer dan penahanan Suu Kyi.
Protes itu disebut demonstrasi terbesar di negara Myanmar sejak Revolusi Saffron yang dipimpin biksu Buddha pada 2007. Para pengunjuk rasa di Yangon membawa balon-balon merah, warna yang mewakili Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi. "Kami tidak ingin kediktatoran militer! Kami ingin demokrasi!" demikian pekikan para pengunjuk rasa.
Pada Sabtu (6/2), puluhan ribu orang turun ke jalan dalam protes massal pertama sejak kudeta Senin (1/2). Kemudian Ahad (7/2) pagi ini, kerumunan, diperkirakan lebih besar dari kemarin, datang dari seluruh penjuru Yangon berkumpul di kota praja Hledan. Beberapa orang berjalan melewati lalu lintas yang macet dan berbaris di bawah sinar matahari yang cerah di tengah jalan.
Mereka mengibarkan bendera NLD dan memberi hormat tiga jari yang merupakan simbol protes terhadap kudeta. Pengemudi membunyikan klakson dan penumpang mengangkat foto pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Suu Kyi.