Orang China Berkelana Sampai ke Indonesia

Saat berkelana, Orang China juga membawa adat dan kebiasaan, termasuk perayaan Imlek.

Wihdan Hidayat / Republika
Warga keturunan Tionghoa usai melakukan sembahyang Imlek 2572 di Klenteng Hok An Kiong, Muntilan, Jawa Tengah, Jumat (12/2). Tahun baru Imlek kali ini terasa berbeda, karena sepinya klenteng. Masa pandemi Covid-19 banyak warga keturunan Tionghoa menunda bepergian atau bersembahyang di klenteng.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Meiliza Laveda

Diriwayatkan, zaman dahulu kala di negeri Tiongkok hidup seekor raksasa bernama Nian. Raksasa yang tinggal di pegunungan itu dipercaya memakan hewan ternak, hasil panen, hingga manusia, setiap musim dingin berakhir yang biasanya bertepatan dengan hari tahun baru China. Masyarakat Negeri Tembok China takut setengah mati sehingga akan menutup pintu ketika malam Imlek tiba.

Mereka menyiapkan sesaji di depan rumah agar selamat. Namun suatu ketika, Nian dikabarkan kabur terbirit-birit saat melihat seorang anak memakai baju berwarna merah. Dari kabar itu, warga pun menghias rumah-rumah mereka dengan pernak-pernik berwarna merah, seperti lentera, gulungan kertas, dan memakai baju tradisional berwarna merah atau disebut Cheongsam.

Nian juga dilaporkan takut dengan suara keras dan api. Sehingga ketika musim semi tiba, warga pun menyalakan lentera dan membakar petasan.

Sekelumit cerita itu adalah mitos yang melegenda di masyarakat Tionghoa yang melatarbelakangi Imlek dirayakan dengan nuansa merah menyala.

Tahun baru Imlek merupakan perayaan penting bagi orang Tionghoa. Bahkan di Indonesia perayaan Imlek menjadi hari libur nasional. Lantas bagaimana awal perayaan tersebut dikenal di Tanah Air?

Sebelum membahas itu, perlu diketahui tahun baru Imlek atau Festival Musim Semi dimulai dengan bulan baru pertama dalam kalender lunar dan berakhir pada bulan purnama pertama dari kalender lunar yaitu 15 hari kemudian. Kalender lunar berdasarkan siklus bulan sehingga hari libur akan berbeda setiap tahun.

Menurut kalender Gregorius, itu dimulai antara 21 Januari dan 20 Februari. Sekitar 10 hari sebelum tahun baru, rumah dibersihkan secara menyeluruh untuk menghilangkan kesialan yang mungkin masih ada di dalamnya

Dikutip Britannica, Kamis (11/2), secara tradisional, malam tahun baru dan tahun baru disediakan untuk perayaan keluarga termasuk upacara keagamaan untuk menghormati leluhur. Anggota keluarga juga akan menerima amplop merah yang berisi sejumlah uang. Tarian dan kembang api sudah biasa dilakukan.

Pada malam hari pun, lampion akan menerangi rumah. Ada pula makanan tradisional yang mewarnai perayaan itu, misal yuanxiao (bola ketan) atau yusheng (ikan mentah dan salad sayuran).

Baca Juga


Orang China di Nusantara
Sebelum menjadi hari libur nasional, perayaan Imlek telah melalui segelintir sejarah panjang. Berawal dari orang Tionghoa yang tiba di Indonesia.

Sejarawan Indonesia, Asep Kambali mengatakan terkait detail waktunya saat orang Tionghoa datang di Indonesia tidak ada tahu persis. Sebab, bukti sejarahnya tidak ada dalam bentuk resmi.

Namun, dalam beberapa berita China terutama saat zaman Kerajaan Tarumanegara abad ke-5, sekitar tahun 486 M, pernah ada utusan dari Tarumanegara ke Tiongkok. Begitu juga sebaliknya. Data tersebut dia dapat dari seorang pengelana China bernama Fa Hi Yen.

“Soal masuknya orang Tionghoa memang sejak awal ada tradisi untuk menjelajah dunia. Sebagian dari mereka yang penjelajah merupakan seorang saudagar. Jadi, mereka menjelajahi dunia dengan berdagang. Yang mereka perdagangkan adalah perlengkapan dan obat, seperti keramik,” kata Asep kepada Republika.co.id.

Orang Tionghoa sejak dahulu sangat memegang teguh tradisinya. Leluhur mereka yang menjelajahi dunia ke seluruh dunia pasti membawa budaya mereka. Ciri-cirinya bisa dilihat dari segi arsitektur atau makanan.

Hampir di setiap kota di dunia mempunyai Pecinan. Mereka mendatangi seluruh wilayah di dunia untuk kepintangan ekonomi dan kepentingan.

Alasan mereka datang beragam, ada yang karena eksodus karena setiap pergantian dinasti pasti selalu ada pembunuhan, pembantaian, dan peperangan. Banyak dari mereka yang lari dari negara sendiri karena hal tersebut.

Perlu disoroti, peradaban orang Tionghoa lebih tua dan mereka sangat kaya budaya. Ini yang menyebabkan teknologi mereka lebih berkembang. Jadi, dengan perbedaan teknologi itu kemungkinan yang membuat barang dagangan mereka dibutuhkan bagi orang-orang di Nusantara saat itu.

Perkembangan masyarakat Tionghoa semakin pesat saat itu dan mulai merayakan tradisi, salah satunya perayaan Imlek. "Sebenarnya kita hidup berdampingan sejak awal. Dari bahasa budaya makanan adat istiadat itu banyak tradisi Tionghoa itu ada pada kita. Hingga saat ini sulit dibedakan termasuk bahasa, makanan, atau apa pun berasal dari mana. Sebab itu semua sudah menjadi kekayaan kita. Ini artinya orang Tionghoa sudah mewarnai Indonesia menjadi negara yang kaya,” ujar dia.

Beberapa daerah di Indonesia, ada perbedaan dalam perayaan Imlek, walaupun tidak terlalu terlihat signifikan. Yang jelas, rata-rata mereka mempunyai tradisi sama. Misal, untuk jamuan makanan bisa berbeda ada yang menggunakan bandeng ikan paling mahal saat zaman kolonial.

Salah seorang yang merayakan Imlek adalah Dalang Muda, Foe Jose Amadeus Krisna. Dia menjelaskan di tempat tinggalnya, di Semarang, ada tradisi Djie Kauw Meh untuk berbelanja berbagai kebutuhan dalam menyambut datangnya tahun baru.

“Biasanya pusatnya di Pasar Gang Baru. Namun, karena pandemi jadi kurang ramai dan Pasar Imlek Semawis ditiadakan,” kata Jose.

Jose menceritakan tradisi lain yang dirayakan adalah sembahyang leluhur, memasak, dan makan bersama keluarga. Selain itu, ada angpao yang diberikan kepada keluarga yang lebih muda.

Sebelummya, angpao tidak berisi uang seperti yang dilakukan saat ini. Angpao berisi kertas doa dari si pemberi kepada si penerima.

Anak-anak kecil dahulu sudah sangat senang mendapatkan angpao itu. Lambat laun, karena hidup semakin mapan, angpao diberikan kepada anak dan cucu yang diselipi uang agar ditabung.

"Tapi bergesernya zaman, makna angpao juga bergeser. Sudah bukan lagi wujud doa melainkan sudah diidentifikasikan sebagai uang," tambah dia. Sekarang, Jose mulai kembali menerapkan esensi angpao yang sebenarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler