Helena Lim Divaksin Covid, Ombudsman akan Panggil Dinkes DKI

Ombudsman Jakarta menilai ada potensi buruknya database nakes yang berhak divaksin.

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Vaksin Covid-19 (ilustrasi)
Rep: Flori Sidebang  Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) menyayangkan lolosnya selegram Helena Lim dan koleganya yang memperoleh vaksin Covid-19 di Puskemas Kebon Jeruk, hanya dengan bermodalkan surat keterangan sebagai mitra salah satu apotek saja. Ombudsman Jakarta Raya menilai ada potensi terkait buruknya database tenaga kesehatan (nakes) yang berhak mendapatkan vaksinasi itu. 

Baca Juga


"Ada potensi bahwa ini merupakan fenomena puncak gunung es terkait buruknya database nakes dan alur distribusi vaksin bagi nakes yang berhak mendapatkan vaksinasi tahap awal di Jakarta," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho dalam keterangan tertulis resminya Sabtu (13/2).

Oleh karena itu, Teguh melanjutkan, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dalam melakukan pengawasan pelayanan publik di wilayahnya, Ombudsman Jakarta Raya akan meminta keterangan dari pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta terkait peristiwa tersebut. Dia menjelaskan, pemanggilan itu melalui mekanisme pemeriksaan atas prakarsa sendiri (own motion investigation) tanpa menunggu laporan dari masyarakat. 

"Pemeriksaan tersebut bukan semata-mata untuk mencari kesalahan, namun lebih ditujukan pada upaya perbaikan yang perlu dilakukan jika ada celah dalam database dan mekanisme distribusi vaksin sesuai dengan ketentuan," jelasnya.

Meski demikian, Teguh belum menjelaskan secara rinci, kapan pemanggilan pemeriksaan itu akan dilakukan. Dia hanya menyebut, pemanggilan itu akan dilakukan secara daring atau online dalam waktu dekat. 

"Kami tentunya berharap kebocoran tersebut bukan kesalahan sistemik, namun jika memang kelemahannya sistemik kami akan segera memberikan saran dan tindakan korektif bagi perbaikan pelayanan vaksinasi," ujarnya.

 

Ombudsman Jakarta Raya menganggap hal ini penting dilakukan sebagai bagian evaluasi yang harus dilakukan Dinkes dan Gugus Tugas Covid-19 Jakarta. "Kebocoran ini juga dapat kita lihat sebagai blessing in disguised terhadap tata kelola vaksinasi di Jakarta karena di tahap pertama yang jumlahnya kecil, yaitu hanya untuk nakes dan frontliner pelayanan, kebocoran itu sudah muncul dan upaya perbaikan bisa segera dilakukan," jelasnya. 

Adapun sebelumnya Pemprov DKI menyampaikan penerima vaksin covid-19 tahap pertama di Ibu Kota adalah adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang, serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran dan bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan jumlah 119.145 orang. Menurut Teguh, hal ini sudah sesuai dengan LMK Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), pasal 8 ayat 4.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta juga mengklaim sudah memiliki sistem verifikasi data secara bertahap. Dimana penerima vaksin akan menerima SMS dari ID Peduli Covid, dilanjutkan dengan melakukan registrasi ulang secara online atau offline kepada Bhabinkamtibmas yang didampingi RT/RW serta petugas kesehatan kecamatan. 

Selanjutnya penerima vaksin memilih tempat vaksinasi, kemudian Sistem Informasi Satu Data Covid akan mengirimkan tiket elektronik. Teguh menilai, dengan melalui proses sistem seperti ini, sulit bagi seseorang yang belum saatnya untuk menerima vaksin.

"Terlebih lagi, sesuai dengan PMK tersebut, vaksinasi merupakan sistem secara keseluruhan dari proses perencanaan sampai ke tahap pembinaan dan pengawasan sebagaimana di maksud dalam pasal 5. Artinya, sejak dari awal, vaksin yang akan diberikan sudah dipastikan ditujukan kepada penerima yang diajukan dalam tahap perencanaan," ujarnya.

Ia menjelaskan, dengan pengalaman tata kelola program imunisasi yang telah berjalan puluhan tahun, kebocoran penerima manfaat vaksin ini cukup mengherankan. Teguh juga mempertanyakan mengapa petugas puskesmas dengan mudahnya memberikan persetujuan untuk vaksinasi terhadap Helena Lim.

"Apakah sistem yang disiapkan Pemprov DKI gagal menampilkan nama penerima by name, by address yang boleh di vaksin di puskesmas tersebut?” ucap Teguh. 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler