Insentif PPnBM Ditargetkan Ungkit Ekonomi Kuartal I 2021
Konsumsi rumah tangga ditargetkan dapat tumbuh 1,3 persen pada kuartal I 2021.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berharap insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang akan diberikan kepada dua segmen kendaraan bermotor mampu mengakselerasi pemulihan ekonomi kuartal pertama tahun ini. Khususnya melalui konsumsi rumah tangga yang mendominasi struktur ekonomi Indonesia.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyebutkan, insentif ditargetkan dapat berlaku pada 1 Maret 2021. Tepatnya setelah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyelesaikan aturan teknisnya dalam bentuk revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Kemenko perekonomian sendiri menargetkan konsumsi rumah tangga dapat tumbuh positif 1,3 persen hingga 1,8 persen secara year on year (yoy) pada periode Januari-Maret. "Kita coba untuk mendorong pertumbuhan kuartal satu, mudah-mudahan dapat," ujarnya dalam diskusi Daya Ungkit untuk Ekonomi Bangkit secara virtual, Selasa (16/2).
Diketahui, pemerintah berencana menurunkan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc kurang dari 1.500 untuk kategori sedan dan 4x2 secara bertahap per awal bulan depan. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan industri otomotif dengan local purchase kendaraan bermotor di atas 70 persen.
Insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif akan diberikan pada tahap pertama atau Maret-Mei. Sementara itu, pada tahap kedua atau Juni-Agustus, insentif PPnBM diberikan sebesar 50 persen. Tahap terakhir, periode September-November, insentif PPnBM diberikan sebesar 25 persen. Besaran insentif ini akan dilakukan evaluasi setiap tiga bulan.
Susiwijono menyebutkan, insentif fiskal PPnBM diharapkan dapat menurunkan harga kendaraan bermotor sehingga membantu meningkatkan permintaan sekaligus produksi. Sepanjang 2020, otomotif menjadi salah satu sektor yang mengalami penurunan paling dalam. Tingkat penjualan mobil turun 48 persen dibandingkan 2019, sementara motor kontraksi 44 persen.
Perdagangan besar untuk reparasi motor pun juga mengalami pukulan. Pada tahun lalu, pertumbuhannya terkontraksi 14 persen, jauh di bawah rata-rata periode 2015-2019 yang tumbuh 4,6 persen. "Jadi, memang sektor ini paling terpukul," ucap Susiwijono.
Selain insentif fiskal, Susiwijono menambahkan, pemerintah mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan revisi terkait pembayaran DP kendaraan bermotor. Hal ini mengingat banyak konsumen yang melakukan pembelian mobil dengan cara kredit.