Pemerintah Siap Beri Perlindungan Produk Lokal di E-Commerce
Menurut data BI, transaksi e-commerce sepanjang 2020 mencapai Rp2 53 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan tren belanja online melalui e-commerce turut berdampak pada masuknya produk-produk impor. Hal itu dinilai dapat mengancam keberadaan produk lokal yang diproduksi oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Karena itu, dibutuhkan perlindungan dari pemerintah demi menjaga iklim usaha UMKM yang kondusif.
"Akibat berkembangnya e-commerce dan masa pandemi, kegiatan penjualan barang melalui e-commerce meningkat dan banyak barang luar negeri yang masuk ke Indonesia," kata Asisten Deputi Ekonomi Digital, Kementerian Koordinator Perekonomian, Rizal Edwin dalam Digital Regulatory Outlook 2021 Asosiasi E-Commerce Indonesia, Rabu (24/2).
Menyikapi itu, ia mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan aturan untuk mencegah masuknya barang-barang dari luar negeri dengan kebijakan yang baru. Ia menjelaskan, pemerintah mulai menurunkan batas nilai pembebasan bea masuk barang kiriman dari 75 dolar AS per kiriman menjadi 3 dolar AS per kiriman mulai 30 Januari 2020.
Di sisi lain, pemerintah juga telah membuat kebijakan pungutan pajak dalam rangka impor diberlakukan normal atau tidak ada batas ambang bawah. Lonjakan harga akan terasa pada produk-produk yang diimpor melalui jalur barang kiriman karena selain dikenai ketentuan baru, produk-produk itu juga dikenai skema tarif normal.
“Saya rasa ini bisa menjadi buffer untuk masuknya produk luar negeri ke dalam negeri. Selain kebijakan tarif, peningkatan kapasitas produksi pelaku UMKM juga perlu diperhatikan karena bagaimana pun konsumen mencari barang yang murah,” ujar dia.
Oleh sebab itu, selain kebijakan tarif yang sudah diterapkan, upaya menaikkan mutu produk lokal juga harus terus diupayakan. Lebih jauh dari itu, kapasitas produksi UMKM diharapkan bisa terus ditingkatkan.
Data Bank Indonesia menunjukkan, transaksi e-commerce sepanjang 2020 mencapai Rp2 53 triliun. Pada tahun ini, diperkirakan bisa mencapai Rp337 trilun.
Direktur Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Kementerian Perdagangan, Nina Mora, mengatakan, pemerintah sudah telah menyiapkan aturan yang memberi kewajiban bagi pelaku e-commerce untuk mengutamakan produk dalam negeri.
Salah satunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Pada Pasal 21 dan 22 disebutkan, pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) wajib menyediakan platform atau ruang khusus untuk promosi barang dan jasa hasil produksi dalam negeri. Pelaku usaha pun diminta untuk mengutamakan kemitraan dan akses bagi produk UMKM.
“Memang tidak diatur harus berapa persen produk dalam negeri. Tetapi pelaku usaha tetap punya kewajiban mempromosikannya. Kami juga selalu ingatkan marketplace jangan kebablasan untuk barang impor karena kita tidak bisa melarang masuknya produk luar negeri,” kata Nina.
Nina menambahkan, pemerintah juga berencana untuk melakukan pencantuman label negara asal untuk produk yang dipasarkan melalui platform e-commerce. "Ini masih kami diskusikan," katanya.