Melihat Kedudukan Perempuan dan Laki-Laki dalam Islam

Kesetaraan bukanlah tentang kesamaan.

dok. Republika
Melihat Kedudukan Perempuan dan Laki-Laki dalam Islam
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Islam, kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sama. Sama-sama makhluk Allah, sama-sama menyembah Allah, dan pahala mereka sesuai dengan ujian dan perbuatan mereka.

Baca Juga


Allah berfirman: "Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan (berbuat) apa yang benar dan melarang apa yang salah dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan mendapatkan rahmat Allah. Sungguh, Allah Ta'ala Mahaperkasa dan Mahabijaksana,” // (QS. At-Taubah ayat 71)

Allah SWT juga berfirman:"Barangsiapa mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki atau perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka akan masuk kedalam surga dan mereka tidak akan dianiaya walau sedikitpun," (QS. Annisa ayat 124) 

Nabi Muhammad SAW bersabda: "Memang wanita adalah rekan pria.” (Sunan Abi Dawud)

Dan Allah dengan sangat lantang menyebut perempuan dan perbuatan bajik mereka sama di hadapan Allah dengan laki-laki, seperti disebutkan dalam ayat Alquran:

"Sungguh, pria dan wanita Muslim, pria beriman dan wanita beriman, pria yang taat dan wanita yang taat, pria dan wanita yang jujur, pria yang sabar dan wanita yang sabar, pria yang rendah hati dan wanita yang rendah hati, pria yang dermawan dan yang dermawan.  wanita, pria puasa dan wanita puasa, pria yang menjaga bagian pribadi mereka dan wanita yang melakukannya, dan pria yang sering mengingat Allah dan wanita yang melakukannya - untuk mereka Allah telah menyiapkan pengampunan dan pahala yang besar." (Al-Quran 33: 35)

"Jadi, tidak, wanita tidak inferior (rendah) di sisi Allah, dan persepsi ini tidak sesuai dengan Allah, Yang Mahaadil, Bijaksana, Mahapenyayang," kata Dina Mohamed Basiony, seorang penulis yang tinggal di Kairo, Mesir.

 

 

Menurut Dina, ada kesalahpahaman dalam menafsirkan kata 'Qawamoon'. Seringkali orang mengabaikan konteks dalam memahami bahasa Alquran atau hadits.

Allah berfirman: "Para suami (adalah qawamoon) harus menjaga istri mereka dengan baik, dengan (karunia) yang telah Allah berikan kepada mereka (suami) bagian yang lebih qtas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (suami) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. An-Nisa ayat 34)

Dina menjelaskan, pertama, kata qawam adalah bentuk superlatif dari kata 'qama'. Ketika kita mengatakan seseorang qawam di malam hari, itu berarti dia berdiri dengan sungguh-sungguh dalam ibadah di malam hari.

"Qawam artinya bertugas menjaga sesuatu secara khusus. Ini bukan “Saggan” (penjara atau penindas). Ini adalah "Qawam" yang merupakan pelindung, pemelihara, yang bertanggung jawab untuk mengurus urusan, dan lain-lain," katanya dilansir dari About Islam, Kamis (4/3).

"Jadi, qawam adalah seseorang yang bekerja untuk mengabdi dan mengurusi sesuatu atau orang lain," tambahnya.

Ketika ayat dalam Alquran mengatakan "Suami harus menjaga istrinya dengan baik, dengan (karunia) yang Allah berikan kepada beberapa lebih dari yang lain dan dengan apa yang mereka keluarkan dari uang mereka sendiri.” (4:34)

"Artinya laki-laki bertugas melayani dan merawat perempuannya dengan apa yang telah Allah berikan kepada mereka seperti kekuatan fisik (perlindungan perempuan) dan uang (belanja untuk perempuan)," jelasnya.

Dalam Islam, seorang perempuan tidak diwajibkan bekerja atau menghabiskan uang untuk siapa pun atau menempatkan dirinya dalam bahaya fisik. Tetapi jika seorang perempuan memilih bekerja dan memiliki uang sendiri, dia dapat menyimpan uangnya membeli apa pun yang dia inginkan untuk dirinya sendiri. 

"Dia tidak diperintahkan membelanjakan uangnya untuk suaminya atau rumahnya. Jika dia melakukannya karena keinginannya sendiri, itu akan dihitung untuknya sebagai amal terhadap mereka," kata Dina

Sedangkan laki-laki tidak memiliki pilihan itu, laki-laki diperintahkan melindungi dan membelanjakan perempuannya. Dalam hal perlindungan dan pengeluaran, Allah memerintahkan hanya manusia untuk menjaga itu. 

Inilah mengapa mereka menjadi qawamoon, dengan kewajiban dan karunia yang diberikan kepada mereka untuk memenuhi peran mereka. Dan ini harus dipahami dan dihormati. Ini bukan tentang suami dan istri melakukan peran yang persis sama.

"Kesetaraan bukanlah tentang kesamaan, ini tentang memahami kemampuan dan kebutuhan masing-masing pihak dan menanganinya dengan sesuai," kata Dina.

Allah SWT bahkan memerintahkan suami dan istri untuk saling berkonsultasi. Seperti firman Allah SWT: "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah ayat 233)

Jadi bahkan dalam masalah menyapih seorang anak, mereka diinstruksikan untuk berkomunikasi dan berkonsultasi satu sama lain. "Intinya: Qawama adalah tanggung jawab dan amanah bagi laki-laki, jadi bukan kehormatan yang dianugerahkan kepadanya. Itu adalah tanggung jawab yang akan dia tanyakan," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler