Petani Pertanyakan Tujuan Impor Beras

Sejumlah indikator perberasan menunjukkan tren positif dan stabil.

ASEP FATHULRAHMAN/ANTARA
Pekerja menumpuk gabah kiriman dari petani di Gudang Perum BULOG di Kampung Legok, Serang, Banten, Jumat (5/3). Rencana pembukaan keran impor beras sebanyak 1 juta ton tahun ini dipertanyakan petani.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pembukaan keran impor beras sebanyak 1 juta ton tahun ini dipertanyakan petani. Pasalnya, sejumlah indikator perberasan dalam negeri dalam tren positif sehingga dinilai tidak diperlukan tambahan impor. Petani berharap pemerintah membatalkan rencana impor.

Baca Juga


Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara, Suryo Wiyono, mengatakan, sesuai prediksi BPS, produksi beras tahun ini mengalami peningkatan dari tahun lalu. Di sisi lain, situasi harga gabah cukup rendah yakni berkisar Rp 3.600-Rp 4.000 per kilogram (kg). Rendahnya harga lantaran tingkat kadar air yang tinggi imbas curah hujan.

Adanya sejumlah bencana banjir di berbagai daerah, menurut Suryo, juga tidak signifikan menghambat produksi gabah petani pada musim pertama tahun ini.

"Tahun 2017 rencana impor dibuka itu kita mengerti karena produksi turun ada serangan hama wereng. Tapi saat ini tidak ada hama penyakit atau bencana alam yang masik. Jadi untuk apa impornya? kata Suryo kepada Republika.co.id, Senin (8/3).

Melihat situasi perberasan dalam negeri saat ini, Suryo mengatakan kondisi masih cukup normal sehingga produksi petani masih mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Dibukanya keran impor diyakini akan langsung mempengaruhi psikologis pasar dan menekan harga gabah hasil petani.

 

"Saya pikir semua petani berharap rencana impor dibatalkan. Itu sangat menyakiti hati petani yang sudah didorong pemerintah untuk terus berproduksi," kata dia.

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan, alasan pemerintah mengimpor beras untuk memperkuat cadangan beras nasional sulit diterima. Pasalnya, dalam 2-3 minggu ke depan stok beras akan mencapai puncaknya.

Sementara itu, khusus cadangan beras di Bulog jika masih terdapat kekurangan, seharusnya pemerintah memberikan stimulus agar penyerapan gabah petani oleh Bulog bisa lebih leluasa. Sebab, selama ini Bulog selalu kalah bersaing untuk menyerap gabah karena ketidakmampuan dalam persaingan harga dengan para tengkulak.

"Bukan malah melakukan impor. Ini tidak bisa dibenarkan karena sampai saat ini tidak ditemukan atau diberitakan kondisi terjadinya gangguan produksi," tegasnya.

 

Lebih lanjut Said mengatakan, pandemi nyatanya tidak cukup memberikan pelajaran bagi pemerintah. Ketergantukan pada impor akan menyebabkan rendahnya derajat ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. "Disaat negara-negara berlomba memperbaiki sistem pangan dalam negeri dengan memperkuat produksi dalam negeri. Apa pemerintah serius mewujudkan kedaulatan petani dan pangan?" katanya.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler