Abaikan Sanksi AS, China Impor Minyak Mentah Besar-besaran dari Iran
Jumlah minyak mentah yang diimpor China dari Iran mencetak rekor tertinggi.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Stok minyak mentah Shandong dilaporkan mencatatkan rekor tertinggi pada Maret 2025, ditengah meningkatnya sanksi dari Amerika Serikat (AS). Menurut laporan Vortexa dilansir Invezz pada Sabtu (12/4/2025), kondisi itu terjadi lantaran pusat penyulingan di China itu meningkatkan kapasitas impor mereka atas minyak mentah Iran yang selama ini disanksi AS.
Impor minyak mentah China ke Shandong mencapai 10,6 juta barel per hari pada Maret, rekor tertinggi sejak Oktober 2023. Menurut laporan intelijen pelacakan-kapal tanker, tempat-tempat penyulingan di Shandong belakangan meningkatkan stok minyak mentah mereka sebagai respons kekhawatiran atas sanksi terbaru AS terhadap Iran.
Khusus minyak mentah dari Iran, China mengimpor hingga 1,8 juta barel per harinya. Kedatangan kapal-kapal tanker asal Iran ke China dilaporkan terus meningkat hingga Maret.
"Level inventaris minyak yang tinggi saat ini telah meningkatkan posisi tawar Shandong sebagai tempat penyulingan minyak, membuat mereka bisa memperlambatkan penyetokan dan menuntut diskon pada pengiriman berikutnya," kata analis senior pasar minyak dunia, Emma Li kepada Vorteza.
Tempat penyimpangan pengapung minyak Iran di Laut China Selatan dilaporkan sedikit berkurang dari 33 juta barel pada awal Maret menjadi 30 juta barel pada akhir bulan. Adapun, rekor pengiriman 1,8 juta barel minyak per hari pada Maret menyiratkan Iran secara segera mengalihkan tujuan ekspor mereka mengantisipasi adanya disrupsi suplai.
Tidak hanya dari Iran, minyak mentah dari Rusia juga mengalami peningkatan pengiriman ke daratan China sebesar 1,3 juta barel per hari. Peningkatan dilaporkan akibat adanya diskon dari kargo Sokol dan Sakhalin yang telah terdampar di Laut China Selatan sejak Januari dan Februari 2025.
Pada Kamis (10/4/2025), pemerintahan Donald Trump menetapkan sanksi atas jaringan perdagangan minyak Iran, termasuk terhadap sebuah terminal penyimpanan minyak mentah milik China yang terhubung lewat sebuah pipa ke sebuah tempat penyulingan independen. Sanksi itu ditetapkan beberapa hari sebelum Washington dan Teheran menggelar pembicaraan negosiasi program nuklir di Oman.
AS menerapkan sanksi terhadap perusahaan Guangsha Zhoushan Energy Group, yang mengolah minyak mentah dan produk petroleum di Pulau Huangzeshan di Zhoushan, perusahaan yang diketahui terhubung dengan minyak Iran melalui jaringan pipa bawah laut Huangzeshan–Yushan. "Terminal ini terhubung langsung dengan sebuah kompleks besar penyulingan minyak di China, mendemonstrasikan peran penyulingan minyak di China terus melanjutkan pembelian, pengambilalihan, dan pemerosesan minyak mentan Iran," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) AS dikutip Reuters.
Kemenlu AS mengklaim terminal di Zhoushan sedikitnya menerima pasokan minyak dari Iran sebanyak sembilan kali pada periode 2021 hingga 2025, termasuk dari kapal-kapal tanker yang telah disanksi AS, dan telah mengimpor sedikitnya 12 juta barel minyak dari Iran. China diketahui membeli 90 persen dari total ekspor minyak mentah Iran, dengan rata-rata jumlah impor 40 juta barel per bulan, menurut perkiraan analis.
"AS tetap fokus dalam mendisrupsi semua elemen ekspor minyak mentah Iran, terutamanya kepada mereka yang mau mencari keuntungan dari perdagangan itu," kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent.
China dan Iran telah membangun sebuah sistem perdagangan yang sebagian besar menggunakan yuan dan jaringan pihak ketiga guna menghindari transaksi dengan dolar dan regulator AS. Kedutaan China di Washington belum memberikan komentar terkait hal ini, namun telah merespons pada bulan lalu, "China akan selalu melawan sanksi ilegal dan juga perpanjangan yurisdiksi oleh AS."