Pemerintah Jamin Impor Beras Tak Dilakukan Saat Panen Raya
Pemerintah berencana membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Perekonomian, menjamin kebijakan impor beras tidak akan direalisasikan pada musim panen raya padi. Kebijakan impor ditujukan untuk mengamankan pasokan terutama jelang pergantian tahun sehingga harga beras dalam negeri dapat stabil hingga 2022.
"Yang keluar itu baru alokasi, belum impor (eksekusi). Itu ada ketentuannya dalam musim panen raya diharapkan tidak ada masuk impor," kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kemenko Perekonomian, Rabu (10/3).
Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan impor beras tahun ini sebanyak 1 juta ton. Terdiri dari 500 ribu ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton untuk beras komersial Bulog.
Musdalifah mengatakan, impor CBP yang dialokasikan pemerintah bukan untuk digelontorkan ke pedagang di pasar bebas, melalui disimpan oleh Bulog. Adapun untuk pengaturan jadwal pemasukan pihaknya menyerahkan kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN agar memilih waktu yang tepat.
Ia pun memastikan, bukan berarti dengan adanya alokasi pemerintah langsung melakukan impor setiap saat sesuai kuota impor. Pemerintah juga melihat siklus dari pasar global termasuk mengenai harga.
"Ini bukan soal perdagangan saja, tapi ini untuk konsumsi masyarakat kita. Bulog akan mengeluarkan stok (impor) apabila ditugaskan. Misalnya ketika terjadi kenaikan harga di atas 5 persen. Ini antisipasi yang harus dilakukan," katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudistira, mengatakan, pemerintah harus benar-benar memilih waktu yang tepat jika memang ingin melakukan impor. Selain itu, menurutnya, tren permintaan terhadap beras juga harus menjadi perhatian.
Pasalnya, laju inflasi inti hingga Februari 2021 tergolong kecil yakni sebesar 0,11 persen. Rendahnya inflasi inti itu salah satunya karena tingkat permintaan masyarakat cukup kecil, termasuk kepada komoditas beras.
Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah bisa percaya kepada data yang diproduksi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pasalnya, data BPS menunjukkan proyeksi kenaikan produksi pada musim panen pertama tahun ini. Ia meminta agar tidak lagi ada data dari masing-masing kementerian.
"Nanti jadinya kekuasaan dan politik yang menentukan kapan harus impor, bukan base on data lagi," katanya.