LPS: Likuiditas Perbankan Perlu Percepatan Penyaluran Kredit
Saat ini angka pertumbuhan kredit sebesar minus 1,92 persen secara tahunan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga penjamin Simpanan (LPS) menyatakan saat ini likuiditas perbankan menunjukkan kondisi yang cukup. Hal ini tergambar dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) per Januari 2021 sebesar 10,57 persen.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pertumbuhan kredit masih perlu didorong untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Saat ini angka pertumbuhan kredit sebesar minus 1,92 persen secara tahunan.
"LPS ikut menjaga simpanan industri perbankan agar tumbuh stabil melalui cakupan program penjaminan yang kredibel dan terpercaya," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (17/3).
Menurutnya suku bunga kredit perlu didorong penurunannya. Hal ini karena setiap sektor ekonomi rill mengalami tantangan yang berbeda, sehingga perlu dorongan kebijakan yang berbeda pula.
"Kesinambungan kebijakan akan mempengaruhi perbaikan perekonomian, oleh karena itu kita harus menggunakan segala instrumen yang ada untuk mendukung pemulihan ekonomi," ucapnya.
Purbaya menyebut LPS dan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang lain berupaya menjalin sinergi kebijakan dan berbagai langkah stimulus. Adapun sinergi ini yang menjadi fokus KSSK sekarang.
"Pemerintah dan KSSK telah dan akan terus berupaya secara maksimal untuk memitigasi dampak akibat pandemi Covid-19 semua sisi melalui berbagai kebijakan terpadu,” ucapnya.
Ke depan LPS berkomitmen menjaga stabilnya industri perbankan dan perekonomian nasional dengan berbagai kebijakan yang dijalankan saat ini. Purbaya optimistis ekonomi nasional akan pulih dan bahkan tumbuh lebih baik.
"Saat ini kita memang belum pulih sepenuhnya, tetapi sudah ada tanda-tanda perbaikan. Dampak covid 19 terhadap ekonomi sempat berpengaruh besar, tetapi perlahan kita mulai bisa mengendalikan. Kebijakan yang kita laksanakan saat ini relatif baik untuk mencegah Indonesia untuk jatuh lebih dalam ke jurang resesi,” ujarnya.
Di samping itu Purbaya mengatakan respon pemerintah dalam menghadapi dampak Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian sudah tepat.
"Apabila dibandingkan dengan berbagai negara lain, pertumbuhan ekonomi kita lumayan baik, terlihat dari data, pertumbuhan ekonomi kita minus 2,07 persen yoy full year, sementara Singapura minus 5,75 persen yoy full year, Amerika Serikat minus 3,5 persen yoy full year dan Jerman minus lima persen yoy full year. Adanya program vaksinasi dan pembatasan sosial, pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal empat 2020 mulai menunjukkan perbaikan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional,” katanya.
Menurut Purbaya ada beberapa indikator kegiatan usaha dan konsumsi yang menunjukkan perbaikan. Namun, lanjutnya hal tersebut masih memerlukan dorongan untuk pulih lebih cepat. Adapun indikator tersebut menurut data dari Bank Indonesia, Bloomberg dan juga CEIC mencatat antara lain Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur yang sebelumnya menunjukkan grafik penurunan, terutama pada April 2020, tumbuh sekitar 30 persen, sekarang grafiknya terus mengalami peningkatan, dan pada Februari tahun ini angka pertumbuhannya sebesar 50,9 persen.
Sedangkan penjualan kendaraan bermotor, setelah mengalami penurunan signifikan pertengahan 2020 atau pada Juni 2020, angka penjualan mobil merosot hingga minus 80 persen atau hanya terjual sekitar 200 ribu unit, namun hingga awal tahun ini atau pada Januari 2021 grafiknya meningkat dan naik hingga minus 34,22 persen atau terjual sebanyak 394.733 unit.
Kemudian, dia juga menjelaskan mengenai outlook pertumbuhan ekonomi global, akan sangat bergantung terhadap keberhasilan negara dalam mengatasi pandemi, termasuk penyaluran vaksin kepada masyarakat.
"Data pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan perhitungan World Bank pada Januari 2021 tumbuh sebesar 4,4 persen dan IMF mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen, namun hingga Maret 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut OECD naik sebesar 4,9 persen,” katanya.