Daging Sapi-Kerbau Diproyeksi Defisit 14 Ribu Ton Hingga Mei

Sisa stok daging sapi dan kerbau tahun 2020 sebanyak 34.222 ton.

Republika/Wihdan Hidayat
Daging sapi di supermarket (ilustrasi)
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan daging sapi/kerbau pada periode Januari-Mei 2021 diproyeksikan akan mengalami defisit sebanyak 14.272 ton. Pasalnya, total produksi dalam negeri serta importasi yang bisa dilakukan pada periode tersebut masih di bawah proyeksi kebutuhan nasional.

Baca Juga


Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan, perkiraan produksi daging sapi/kerbau dalam negeri periode Januari-Mei 2021 sebanyak 120.350 ton adapun sisa stok 2020 sebanyak 34.222 ton.

Di sisi lain, pemerintah juga akan melakukan impor pada periode tersebut untuk daging kerbau dan sapi yang jumlah totalnya mencapai 111.296 ribu ton. Jika dikalkulasikan total persediaan daging sapi/kerbau sebanyak 265.868 ton.

Adapun total kebutuhan pada Januari-Mei sebanyak 280.140 ton sehingga diperoleh angka defsit 14.272 ton. Dampak dari defisit tersebut kemungkinan akan membuat adanya kenaikan harga ditambah terdapat kenaikan permintaan saat bulan puasa dan Idul Fitri mendatang.

"Peningkatan harga daging sapi dikarenakan terjadi defisit dari posisi bulan Januari hingga Maret 2021," kata Syahrul dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Kamis (18/3).

Syahrul menjelaskan, akibat adanya defisit itu, kenaikan harga daging akan dirasakan hingga awal Juni 2021. Puncak kenaikan harga diproyeksi terjadi pada pekan kedua Mei 2021 menjelang Hari Raya Idul Fitri yang akan mencapai Rp 121.678 per kg. Penurunan harga daging kemungkinan mulai terasa pada akhir Juni 2021.

Oleh sebab itu, Syahrul mengatakan harus dilakukan optimalisasi penyediaan daging sapi/kerbau pada periode Januari-Mei. Ia menuturkan, pemerintah akan melakukan mobilisasi sapi lokal dari sentra produsen di 10 provinsi untuk upaya stabilisasi harga dan pasokan melalui penugasan BUMN.

 

Selain itu, Kementan siap memanfaatkan dana Cadangan Stabilisasi Harga Pangan (CHSP) sebagai langkah antisipasi bila harga di tingkat konsumen tidak terkendali atau melebihi harga normal.

Adapun langkah selanjutnya yakni mempercepat pemasukan sapi bakalan dan daging sapi/kerbau impor dari negara yang sudah ditetapkan pemerintah.

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengatakan, pihaknya berupaya mengantisipasi kenaikan harga daging sapi menjelang bulan puas. Meski, kenaikan itu tetap tidak bisa dihindari.

“Saya ingin utarakan, harga ini akan naik. Namun mudah-mudahan persiapan yang dilakukan oleh Kemendag membuat kenaikan bisa lebih dijangkau karena memang situasi dunia tidak menentu,” ujar Lutfi.

Seperti diketahui, impor sapi di Indonesia berasal dari Australia. Sementara para peternak di Australia tengah menghadapi masalah minimnya produksi akibat kebakaran hutan pada 2019 lalu. Itu membuat harga daging sapi dari Australia sudah mengalami kenaikan dan berdampak pada Indonesia.

“Karena harganya tinggi di Australia. Jadi sampai Indonesia juga jadi tinggi,” jelas Lutfi. 

Karena itu, kata dia, Kemendag melakukan subtitusi permintaan sapi hidup dengan daging sapi. Lutfi menambahkan, yang sudah diputuskan dan sudah diimpor saat ini adalah impor daging kerbau dari India yang jumlahnya 80 ribu ton dan dilaksanakan oleh Perum Bulog.

Selain itu, terdapat 20 ribu ton daging kerbau dari Brazil yang impornya ditugaskan kepada PT Berdikari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler