MUI Minta Pemerintah Maksimalkan Vaksin Halal
Jika ketersediaan vaskin yang halal ada, sebaiknya dimanfaatkan semaksimal mungkin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca haram hukumnya. Vaksin asal Inggris tersebut diketahui diproduksi dengan menggunakan enzim babi. Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh pun meminta agar pemerintah memaksimalkan pemanfaatan vaksin yang halal dan thayyib untuk diberikan kepada masyarakat guna mencegah penularan Covid-19 yang semakin meluas.
"Saya kira kalau aspek ketersediaan sepanjang ada vaksin yang halal dan juga thayyip yang memenuhi kebutuhan masyarakat, tentu ini dalam kondisi ikhtiar atau fii halalti ikhtiar itu harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan mencegah potensi penularan Covid-19 kepada masyarakat," ujar Ni'am saat berbincang dengan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro, Jumat (19/3).
Saat ini, vaksin yang telah ditetapkan kehalalannya melalui sejumlah pemeriksaan yakni vaksin dari Sinovac. Vaksin ini telah digunakan untuk program vaksinasi tahap awal hingga saat ini. "Yang berdasarkan informasi total kapasitas produksi yang akan digunakan untuk kepentingan vaksinasi itu kurang lebih 140 hingga 150 juta. Nah yang sudah ada kan pertama 1,2 juta," jelasnya.
Sebelumnya, MUI menyampaikan vaksin AstraZeneca haram berdasarkan hasil rapat komisi fatwa. Kendati demikian, MUI membolehkan penggunaan vaksin ini karena beberapa alasan.
Pertama, yakni karena kebutuhan mendesak di mana Indonesia saat ini masih menghadapi darurat kesehatan akibat pandemi Covid-19. Sehingga vaksin sangat dibutuhkan untuk menghentikan laju penularan. Kedua, terdapat keterangan dari para ahli yang kompeten bahwa ada potensi bahaya dan risiko fatal jika vaksinasi tidak segera dilakukan.
Ketiga, ketersediaan vaksin yang halal dan suci tidak mencukupi untuk vaksinasi massal guna menciptakan herd immunity. Keempat, terdapat jaminan keamanan dari pemerintah dalam penggunaan vaksin AstraZeneca. Dan terakhir, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 karena produksi yang terbatas baik di Indonesia maupun di tingkat global.