Pupuk Kaltim akan Bangun Pabrik Pupuk di Bintuni Papua Barat

Pabrik Pupuk Kaltim di Bintuni menargetkan produksi pupuk hingga 1,1 juta ton

dok PT Pupuk Kaltim
Pabrik PT Pupuk Kaltim, (ilustrasi). PT Pupuk Kaltim menyatakan akan membangun pabrik baru di Bintuni, Papua Barat, dalam lima tahun ke depan.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pupuk Kaltim menyatakan akan membangun pabrik baru di Bintuni, Papua Barat, dalam lima tahun ke depan. Pabrik tersebut ditargetkan bisa memproduksi pupuk hingga 1,1 juta ton.

"Saat ini masih tahap awal, kita terus diskusi intensif dengan produsen gas dan Kementerian ESDM. Beberapa hal pokok sudah disepakati tapi detailnya harus didalami," kata Direktur Utama Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi dalam konferensi pers, Ahad (21/3).

Sebagaimana diketahui, gas merupakan salah bahan baku untuk kebutuhan produksi pupuk dan berkontribusi sekiar 70 persen. Rahmad mengatakan, persiapan lahan akan banya dilakukan tahun 2022. Selanjutnya, sesuai rencana konstribusi pabrik bisa dilaksanakan pada 2023.

"Kalau itu bisa terlaksana, di 2026 pabrik bisa beroperasi memproduksi pupuk Urea, Amonia maupun Methanol," kata Rahmad menambahkan.

Ia mengatakan, investasi yang disiapkan dalam lima tahun ke depan untuk proyek Bintuni sebanyak 2 miliar dolar AS. Besarnya investasi yang dibutuhkan lantaran proyek tersebut membangun pabrik baru dari nol.

Baca Juga


Menurutnya, untuk memproduki Urea dan Amonia, Pupuk Kaltim bisa melakukan sendiri. Namun untuk Methanol kemungkinan akan mengajak mitra.

Adapun sumber dana untuk memenuhi kebutuhan investas, Rahmad mengatakan Pupuk Kaltim memiliki pendanaan yang kuat karena arus kas yang cukup sehat. "Utang hampil boleh dibilang tidak ada, hanya ada obligasi itu sekitar Rp 1 triliun itu pun dari kapital kita bisa terseleaikan dengan baik," kata dia.

Namun, kata Rahmad, perusahaan sudah memiliki sejumlah opsi untuk membantu pendaan investasi selain dari dana internal. Seperti misalnya untuk pinjaman perbankan hingga lewat pasar modal dengan initial public offering (IPO). "Ini harus serius untuk Bintuni karena itu proyek besar, karena kalau utang terlalu besar tentu berbahaya," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler