Moeldoko tak Izin Presiden dan Keluarga Jadi Ketum Demokrat
Moeldoko meminta polemik Partai Demokrat tak disangkutpautkan dengan Presiden.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Moeldoko mengaku tak meminta persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memutuskan menjadi Ketum Demokrat di Deli Serdang. Ia pun mengakui, tidak meminta izin kepada keluarganya.
"Terhadap persoalan yang saya yakini benar dan itu atas otoritas pribadi yang saya miliki maka saya tidak mau membebani Presiden," kata Moeldoko melalui media sosial Instagram-nya, Ahad (28/3).
Meoldoko meminta agar masalah ini tak lagi disangkutpautkan dengan Presiden Jokowi.
"Untuk itu jangan bawa-bawa Presiden dalam persoalan ini," tegas dia.
Selain itu, Moeldoko juga mengaku khilaf karena tak memberitahukan keluarganya terkait keputusannya untuk memimpin Partai Demokrat. Namun menurutnya, selama ini dirinya telah terbiasa mengambil berbagai risiko demi kepentingan bangsa dan negara.
Moeldoko pun kemudian menjelaskan alasannya memutuskan menjadi Ketum Demokrat. Menurutnya, saat ini tengah terjadi situasi khusus dalam perpolitikan nasional yakni pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024.
Pertarungan tersebut, kata dia, dilakukan secara terstruktur dan mudah dikenali. Hal inipun dinilainya menjadi ancaman bagi bangsa dan negara untuk menuju Indonesia emas pada 2045. Menurut dia, pertarungan ideologi itu juga terlihat di tubuh Demokrat.
"Ada kecenderungan tarikan ideologis itu juga terlihat di tubuh Demokrat. Jadi ini bukan sekadar menyelamatkan Demokrat tetapi juga menyelamatkan bangsa dan negara," ungkap Moeldoko.
Lebih lanjut, Moeldoko menyampaikan, sebelum memutuskan untuk menjadi pemimpin Demokrat, ia juga telah memastikan keseriusan para peserta KLB saat itu dengan mengajukan tiga pertanyaan. Yakni terkait apakah KLB diselenggarakan sesuai dengan AD/ART, seberapa serius para kader Demokrat memintanya untuk menjadi pemimpin, serta kesanggupan para kader Demokrat untuk bekerja keras tanpa mementingkan kepentingan pribadi dan golongan.
"Dan semua pertanyaan itu dijawab oleh peserta KLB dengan gemuruh. Maka baru saya membuat keputusan," jelas dia.