Investor Tekan Perusahaan untuk Tanggapi Isu Xinjiang China
Sejumlah perusahaan memiliki tantangan untuk mempertahankan bisnis dengan China
REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -- Sekelompok investor meningkatkan tekanan pada perusahaan-perusahaan Barat atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang China. Dorongan itu menyoroti tantangan bagi perusahan mencoba mempertahankan hubungan bisnis.
Kelompok yang terdiri lebih dari 50 investor didukung oleh Interfaith Center on Corporate Responsibility, mengatakan sedang dalam proses menghubungi lebih dari 40 perusahaan, termasuk H&M, VF Corp, Hugo Boss, dan pemilik Zara Inditex. Kelompok itu meminta informasi lebih lanjut tentang rantai pasok dan mendesak untuk keluar dari situasi yang dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia.
Direktur program Investor Alliance for Human Right, Anita Dorett, mengkhawatirkan beberapa perusahaan berupaya menghapus kebijakan kerja paksa dari situs web. Beberapa perusahan pun berjanji untuk membeli lebih banyak kapas dari Xinjiang, karena takut mendapat reaksi keras dari media sosial dan perusahaan China.
"Perusahaan tidak memprioritaskan sumber daya untuk menggali rantai pasokan mereka dan memetakannya. Sebagai investor, kami menginginkan transparansi dan akuntabilitas," kata Dorett dalam sebuah wawancara.
Aliansi investor menuduh bahwa perusahaan yang menghapus atau memindahkan pernyataan sehubungan dengan Xinjiang melakukannya karena takut akan pembalasan komersial dari pemerintah China. Kelompok itu juga mengatakan, aturan kepatuhan sedang dikembangkan di pasar lain, termasuk Uni Eropa. Aturan itu akan mewajibkan perusahaan untuk sepenuhnya mengungkapkan rantai pasokan.
Pernyataan itu muncul setelah bagian Hak Asasi Manusia di situs web H&M hmgroup.com tidak lagi memuat tautan ke pernyataan 2020 tentang Xinjiang yang terbit pada Jumat 26 Maret. Pernyataan tersebut masih dapat diakses melalui alamat langsung halaman tersebut. Sedangkan, pernyataan Inditex tentang kerja paksa di situsnya tidak lagi tersedia mulai pekan lalu.
H&M kemudian merilis pernyataan pada Rabu (31/3), bahwa komitmennya terhadap China tetap kuat dan didedikasikan untuk mendapatkan kembali kepercayaan pembeli dan mitra. "Kami berdedikasi untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan kepercayaan pelanggan, kolega, dan mitra bisnis kami di China," katanya.
Perusahan mode Swedia itu dalam sebuah pernyataan di situsnya menyatakan akan bekerja sama dengan pemangku kepentingan dan mitra. "Kami yakin dapat mengambil langkah dalam upaya bersama untuk mengembangkan industri mode, serta melayani pelanggan kami dan bertindak dengan cara yang hormat,” katanya.
Selama seminggu terakhir, H&M, Burberry, Nike, Adidas, dan merk Barat lainnya telah diboikot oleh konsumen China. Tindakan itu setelah perusahan-perusahan tersebut meningkatkan kekhawatiran tentang kerja paksa di Xinjiang yang telah berulang kali dibantah oleh China.