Laporan: 536 Orang Tewas dalam Aksi Protes Myanmar
Konfrontasi di sejumlah wilayah Myanmar membuat penduduknya mengungsi
REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Organisasi hak asasi manusia (HAM) berbasis di Thailand, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) menyebut setidaknya 536 orang telah tewas dalam gelombang demonstrasi menentang kudeta di Myanmar. Krisis yang kian mendalam menyebabkan warga Negeri Seribu Pagoda juga mengungsi.
"Ada baku tembak tadi malam dan dua pria dilaporkan ditembak mati oleh pasukan junta ketika kendaraan militer diblokir di jalan menuju kota Kalay dari kotapraja Gantgaw, Wilayah Magwe," kata AAPP dalam sebuah pernyataan pada Kamis (1/4).
AAPP mengatakan koalisi kelompok etnis bersenjata di Myanmar telah membuat pernyataan menentang kudeta. Hal itu telah memicu konfrontasi di beberapa daerah termasuk di negara bagian Kachin dan Kayin. "Penduduk terpaksa mengungsi dari rumah mereka dan beberapa terluka, bahkan terbunuh," ucapnya.
Sementara itu utusan PBB untuk Myanmar telah meminta Dewan Keamanan turun tangan menangani krisis di Myanmar. Hal itu perlu dilakukan guna mencegah peang saudara dan pertumpahan darah lebih lanjut.
Pada Senin (29/3) lalu, setidaknya 107 demonstran dilaporkan terbunuh dalam aksi menentang kudeta militer. Hari paling berdarah dalam gelombang demonstrasi menolak kudeta adalah pada Sabtu (27/3) pekan lalu. Pasukan keamanan membunuh 114 pengunjuk rasa.
"Tindakan militer dan polisi yang memalukan, pengecut, serta brutal yang difilmkan, menembaki pengunjuk rasa saat mereka melarikan diri, yang bahkan tidak menyelamatkan anak-anak kecil, harus segera dihentikan," ujar Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet dan penasihat khusus PBB untuk pencegahan genosida Alice Wairimu Nderitu dalam pernyataan bersama pada Ahad (28/3).
Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.