Mengenal Charles Ponzi, Sang Mahaguru Investasi Bodong
Metode meraup keuntungan investasi ala Charles Ponzi masih banyak digunakan.
REPUBLIKA.CO.ID, Kematian Bernard Madoff (82 tahun) pada Rabu (14/4) lalu di penjara mengingatkan kita soal investasi bodong yang tak henti-hentinya mengintai masyarakat. Dari sederet investasi bodong yang berhasil terbongkar, banyak yang menggunakan skema Ponzi seperti yang dijalankan oleh Madoff.
Skema ini dinilai sangat merugikan karena harus melibatkan orang banyak. Skema Ponzi pertama kali dilakukan oleh seorang penipu ulung dari Amerika Serikat (AS), Charles Ponzi di sekitar medio awal 1900-an.
Dirangkum Republika.co.id dari berbagai sumber, kisah Ponzi bermula pada saat ia bekerja sebagai asisten teller pada sebuah bank bernama Banco Zarossi di Montreal Kanada. Bank itu dimiliki oleh pebisnis Luigi Zarossi.
Di dalam bank itu, nama Ponzi cukup mentereng, dan berhasil menjabat sebagai manajer. Adapun metode 'gali lubang-tutup lubang' yang dilakoni Zarossi dalam mengelola bank menjadi inspirasi untuk skema Ponzi di kemudian hari.
Zarossi memanfaatkan aliran uang deposito di banknya dengan iming-iming pengembalian 6 persen pada para nasabah baru. Tujuannya, untuk mendanai berbagai investasi lain.
Namun investasi itu gagal. Pengembalian ke nasabah pun tidak ada bentuknya. Akhirnya, Zarossi kabur ke Meksiko dengan membawa sejumlah uang nasabah-nasabah barunya itu.
Usai kasus tersebut, Ponzi pun sempat dipenjara di Quebec dengan tuduhan memalsukan cek dan baru dibebaskan pada 1911. Namun, dia kembali ditahan di Penjara Atlanta gegara terlibat bisnis penyelundupan imigran.
Baca juga : Awas, Durasi Screen Time Anak Pengaruhi Kebiasaan Makan
Dua tahun meringkuk di balik jeruji besi, Ponzi kembali ke Boston, AS. Namun di momen ini lah Ponzi menemukan titik baliknya dan menjadi pengusaha besar dengan menjalankan praktik penipuan investasi.
Pada 1919, Ponzi memulai perusahaan kecil di Boston. Idenya berawal dari datangnya sepucuk surat kiriman sebuah perusahaan di Spanyol yang menanyakan katalog iklan Amerika.
Ponzi menemukan secarik International Reply Coupon (IRC), kupon yang bisa ditukar dengan sejumlah cap pos atau perangko prioritas dari negara lain. Di situ dia melihat ada kesempatan emas mendulang keuntungan besar.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Ponzi langsung menyusun rencana. Dia kemudian membeli IRC di sebuah negara, keuntungan bakal datang begitu IRC itu ditukar dengan perangko-perangko mahal di negara lain.
Dia langsung menempatkan agen-agennya di berbagai negara. Agen-agen itu dikirimi sejumlah uang untuk membeli IRC dan ditugasi membawa kupon itu ke Amerika.
Setelahnya, Ponzi cukup menukarkan perangko-perangko mahal itu untuk dijual lagi dengan harga lebih mahal dari modal awal. Dengan cara ini, Ponzi meraup untung sampai 400 persen.
Tidak berpuas diri, Ponzi ingin menjalankan skema piramida dengan sasaran lebih besar, untuk itu pada Januari 1920 Ponzi mendirikan perusahaan yang lebih besar, The Securities Exchange Company.
Dari situ, Ponzi menjanjikan iming-iming balik modal dan keuntungan 50 persen hanya dalam waktu 45 hari. Berbekal kepandaian berkomunikasi, Ponzi menggaet 18 orang menjadi investor pertamanya dengan nilai investasi 1.800 dolar AS.
Sesuai janjinya, Ponzi melimpahkan keuntungan kepada para investor pertamanya itu. Seiring waktu, investasi itu menarik lebih banyak orang.
Manipulasi dengan skemanya itu mendatangkan keuntungan luar biasa. Ponzi disebutkan bisa mengantongi 250 ribu dolar AS per hari.
Baca juga : Cerita Ramadhan dari Melbourne
Namun, sepintar apapun Ponzi beraksi, skema penipuan yang dilakukannya mulai terendus. Tidak sedikit yang penasaran terhadap Skema Ponzi itu. Salah satunya, surat kabar Boston Post, yang langsung melakukan investigasi khusus soal kasus ini. Beragam temuan Boston Post langsung membuat perusahaan Ponzi terguncang dan banyak dipertanyakan, ujungnya tidak ada lagi investor baru yang menyuntik dana.
Begitu bisnis dan skema penipuan besarnya ambruk, Ponzi ditangkap pada 12 Agustus 1920 dengan 86 dakwaan terkait penipuan dan penggelapan uang. Di pengadilan, Ponzi mengaku bersalah dan divonis 14 tahun penjara. Setelah bebas pada 1934, dia dideportasi ke Italia.
Meski berujung kegagalan, hingga kini metode meraup keuntungan yang dilakukan Ponzi masih banyak digunakan. Salah satu praktik skema Ponzi yang banyak digunakan adalah multi-level marketing alias MLM.