Pabrik Mie Glosor Bogor Kewalahan Selama Ramadhan
Saat musim hujan, sulit untuk menjemur tepung sagu sebagai bahan mie glosor.
REPUBLIKA.CO.ID, Setiap Bulan Ramadhan, sejumlah pedagang takjil mulai bermunculan menjual berbagai macam kudapan untuk berbuka puasa. Salah satu kudapan yang tak luput menjadi incaran, khususnya warga Kota Bogor, yaitu mie glosor.
Biasanya, mie glosor dimasak dengan cara digoreng dengan berbagai macam bumbu dan dicampur dengan sayur sawi dan kol. Selain disajikan secara langsung dengan bumbu kacang, mie glosor bisa dinikmati bersamaan dengan gorengan.
Mie yang berwarna kuning ini memiliki tekstur kenyal dan mudah ditelan. Tak heran, karena bahan baku dasar dari mie glosor merupakan tepung sagu yang kemudian dicampur dengan beberapa bahan, sehingga menghasilkan tekstur yang kenyal namun ringan di mulut.
Salah satu pembuat mie glosor, Eman Sulaeman (50 tahun), mengaku kewalahan setiap Bulan Ramadhan tiba. Pasalnya, jika di hari biasa pabriknya biasa membuat 3 ton mie glosor, ketika Ramadhan tiba, permintaan meningkat signifikan hingga 45 ton.
Hanya saja, pabrik mie glosor yang sudah dikelolanya sejak 1998 ini kekurangan pegawai. Sehingga, meskipun Eman sudah merekrut beberapa pegawai tambahan khusus selama Ramadhan, pabriknya hanya mampu memproduksi sekitar 20 ton mie glosor per hari.
Selama 23 tahun menjalani bisnis milik ayahnya ini, Eman mengaku, omzet pada 2021 cukup menjanjikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. “Tapi kondisi barangnya hanya 20 ton. Belum bisa mencukupi. Orderan memang naik terus, permintaan tinggi,” tutur Eman ketika ditemui di pabriknya yang terletak di Jalan Aryadilaga, Bogor Barat, Ahad (18/4).
Melihat dari tahun-tahun sebelumnya, biasanya permintaan terhadap mie glosor terus tinggi selama 28 hari Ramadhan. Ketika dua hari sebelum Hari Raya Idul Fitri, produksi mie glosor akan menurun hingga 10 ton per hari.
Di tengah pandemi Covid-19, harga bahan baku pembuatan mie glosor mengalami kenaikan. Apalagi, jika memproduksi di tengah musim hujan membuat para pekerjanya sulit menjemur tepung sagu. Sehingga, harga mie glosor yang dipasok ke pasar-pasar di Kota Bogor, Cipanas, Leuwiliang, dan Ciampea meningkat.
Harga mie glosor yang sudah diproduksi dan dibungkus di pabrik milik Eman, semula dibanderol seharga Rp 4.000 per kilogram. Saat ini, harga mie glosor yang dijual ke pasar-pasar dari pabrik seharga Rp 4.500 per kilogram. Warga sekitar juga dapat membeli mie glosor secara langsung ke pabrik tersebut.
“Kita pasok setiap hari 80 persen ke Kota Bogor. Kalau luar (Kota Bogor), itu ke Cipanas, Leuwiliang dan Ciampea. Paling banyak permintaan memang dari Kota Bogor. Tapi misal ada yang mau beli langsung ke pabrik kita, bisa beli kiloan,” ujar Eman.
Berdasarkan pantauan Republika di pabrik milik Eman, terlihat belasan karyawan laki-laki yang memproduksi mie glosor secara cekatan. Mulai dari mengayak tepung, mencampurnya dengan resep khusus, mencetak dengan mesin pencetak mie, hingga memasak adonan tadi sampai menjadi mie glosor yang lumrah dijual di pasaran.
Direktur Utama Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) Kota Bogor, Muzakkir mengakui, tiap Ramadhan, pasokan mie glosor dari pabrik selalu bertambah seperti tahun-tahun sebelumnya. Dia memperkirakan, selama Ramadhan, permintaan konsumen terhadap mie glosor terus meningkat.
“Selama Ramadhan, mie glosor sangat diminati jadi bisa ada kenaikan sedikit. Dari pabrik juga pengalaman dari tahun-tahun kemarin, pasokan selalu bertambah,” kata Muzakkir.
Selain itu, Muzakkir menyebutkan, beberapa pasar yang menjual mie glosor di antaranya Pasar Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar Gunung Batu, dan Pasar Sukasari. Di Pasar Bogor dan Pasar Sukasari, harga mie glosor sama-sama dibanderol seharga Rp 5.000 per bungkus.
Sementara, di Pasar Gunung Batu, harga mie glosor per-bungkusnya bisa didapatkan seharga Rp 7.000. Di Pasar Jambu Dua, harga mie glosor terpantau paling mahal yaitu Rp 8.000 per bungkusnya.