Rasulullah Lakukan Itikaf pada 10 Terakhir Ramadhan

Semua orang mempunyai kesempatan mendapatkan malam Qadar.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Rasulullah Lakukan Itikaf pada 10 Terakhir Ramadhan. Umat muslim membaca Alquran saat beritikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan 1442 H di Masjid Pusdai, Kota Bandung, Senin (3/5) dini hari. Pada 10 hari menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, umat muslim melakukan Itikaf untuk meraih malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dengan membaca Alquran, Shalat Tahajud (malam) dan berzikir. Foto: Republika/Abdan Syakura
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu ibadah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saat masuk 10 hari terakhir bulan Ramadhan adalah itikaf. Itikaf adalah berdiam diri di masjid dengan segala kegiatan ibadah.

Baca Juga


Ustadz Ahmad Zarkasih menjelaskan dalam bukunya Meraih Lailatul Qadar Haruskah I’tikaf?, kaitan itikaf dengan malam Qadar bukan kaitan syarat dengan yang disyarati. Itikaf bukan syarat untuk mendapat malam Qadar.

Akan tetapi, jika mampu, pahalanya sangat besar. Oleh karena itu, Nabi tidak pernah meninggalkannya selama 10 terakhir Ramadhan sepanjang hidupnya.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ

Aisyah r.a. bercerita “Nabi SAW (selalu) beritikaf di sepuluh terakhir bulan Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkan beliau”, (HR Bukhari dan Muslim).

Meski begitu, ada beberapa orang yang tidak bisa beritikaf karena beberapa hal. Misal, mereka yang masih harus bekerja di malam hari dan wanita yang tidak bisa beritikaf karena sedang dalam keadaan tidak suci.

Akan tetapi, malam Qadar tidak dikhususkan bagi mereka yang beritikaf tapi bagi siapa pun yang saat malam itu menghidupkannya dengan ibadah. Jadi, semua orang mempunyai kesempatan mendapatkan malam Qadar.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan Iman dan Ihtisab (mengharapkan pahala), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau,” (HR Bukhari).

Hanya saja, dengan beritikaf, kesempatan untuk terus beribadah sangat terbuka lebar. Orang yang beritikaf bagaimanapun keadaannya di masjid tetap terhitung sebagai orang yang dalam beribadah walaupun ia tidur.

Pun, keinginan untuk beribadah sangat besar ketika seseorang berada dalam masjid karena termotivasi oleh sekelilingnya yang tengah beritikaf juga. Perlu diketahui, orang yang tidak beritikaf tidak bisa disebut dalam ibadah.

Ibadahnya di rumah tentu tidak bisa disamakan dengan ibadahnya orang yang beritikaf karena ia mendapat pahala lebih dari ritual itikafnya. Peneliti Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Wildan Jauhari mengatakan itikaf tidak bisa diwakilkan di rumah, kamar, hotel, atau tempat lain.

Sebagian ulama berpendapat khusus untuk perempuan boleh itikaf di mushala yang ada di dalam rumahnya. Namun, jika dalam keadaan pandemi Covid-19 ini, umat tidak harus beritikaf.

“Jika dirasa kondisi pandemi belum memungkinkan untuk bisa itikaf di masjid, ya ikuti saja peraturan itu,” kata Ustadz Wildan kepada Republika.co.id, Senin (3/5).

Yang jelas, umat Islam bisa beribadah di rumah semaksimal mungkin dengan memanfaatkan sepuluh terakhir Ramadhan. “Misal, tambah rakaat tarawihnya, kencengin tilawahnya, intinya hidupkan malam-malam terakhir Ramadhan,” ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler