Pemprov Ingatkan Masyarakat Jangan Coba Palsukan Dokumen

Mudik tujuan dari 18 juta warga dalam waktu bersamaan dan memicu risiko luar biasa

Antara/Hafidz Mubarak A
Sejumlah pengendara motor melintas di jalur Pantura, Klari, Karawang, Jawa Barat, Selasa (4/5/2021) dini hari. Jelang larangan mudik 2021 pada 6-17 Mei 2021 jumlah kendaraan sepeda motor yang melintas di jalur Pantura dari arah Jakarta mengalami peningkatan.
Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat meminta warga untuk menahan diri melakukan perjalanan mudik demi keselamatan bersama. Selain itu, warga diharapkan tidak melakukan rekayasa syarat perjalanan demi lolos dari jeratan larangan mudik.


Kepala Dinas Perhubungan Jabar Hery Antasari mengingatkan masyarakat Jabar agar tidak coba-coba melakukan pelanggaran pemasaluan dokumen izin perjalanan, dan dokumen kesehatan.  "Karena, akan ada delik pemalsuan pidana yang akan diproses kepolisian," ujar Hery kepada wartawan belum lama ini. 

Hal itu, kata Hery, termasuk modus kendaraan barang atau kendaraan pribadi dengan mengirimkan barang terpisah lebih dulu  kemudian berpakaian ala kadarnya dengan mengenakan sandal jepit seperti tidak akan bepergian jauh. 

"Kemudian ada yang rela sambung-menyambung angkutan umum. Hal itu sudah pernah terjadi tahun lalu dan kami, maupun polisi sudah paham dan sudah siapkan antisipasinya," katanya.

Terkait perjalanan mudik dan wisata pada lebaran tahun ini sudah jelas aturannya mulai dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pusat hingga daerah. 

"Kami dari Satgas nasional, Satgas Provinsi, Pak Gubernur dan jajaran, pemahamannya sudah satu, bahwa perjalanan antar kota, antar kabupaten, dan antar provinsi selama periode mudik 6-17 Mei tidak diperkenankan, kecuali dalam aglomerasi dalam kota," papar Hery. 

Hery mengatakan, dalam Surat Edaran Satgas Covid-19 No 13/2021 Tentang Pengendalian Transportasi Masa Idul Fitri 1442 H disebutkan terdapat peniadaan mudik. Jika SE tersebut dicermati khususnya poin f nomor 3, terkait siapa  pelaku perjalanan dalam kurun waktu 6-17 Mei itu sudah jelas. Yakni, yang melakukan perjalanan dalam maupun luar negri dengan tujuan mudik dan wisata.

"Jadi sudah jelas eksplisit dan dijelaskan (dalam SE Satgas Covid-19 No 13/2021 dan adendum) sudah clear. Di sana dijelaskan yang dikecualikan itu yang emergency, persalinan, hamil, meninggal, sakit keras dan sejenisnya," kata Hery. 

"Kemudian, pengecualian pun berlaku bagi mereka pelaku perjalanan dalam rangka tugas, kemudian dalam rangka kedinasan bagi ASN, Polri, pegawai swasta, pekerja informal, masyarakat umum dengan menyertakan surat izin (dengan print out) atasan, kepala desa. Menyertakan pula dengan keterangan hasil bebas dari Covid-19 dengan berbagai metode," paparnya.

Hery mengaku ada peluang pelanggaran di lapangan. Pihaknya pun harus bisa membedakan pelaku perjalanan wisata maupun mudik. 

Selain kembali meneguhkan amanat  SE Satgas Covid No 13/2021, adendum serta Permenhub 13/2021, pihaknya akan menggerakkan kordinasi akbar bidang perhubungan dalam waktu dekat. Hery ingin semua kepala dinas perhubungan kota kabupaten hadir. Selain itu juga Hery akan gunakan saluran Satgas Pemilihan Ekonomi Daerah (PED) maupun Satgas Penanganan Covid-19 daerah untuk sarana kordinasi, menyamakan persepsi dan antisipasi di lapangan. 

"Ini kebijakan Satgas tegak lurus sama halnya dengan kementerian. Hanya masalah penerjemahan aturan. Saya ingin mengajak kita semua khususnya perhubungan di lingkungan Jabar untuk memahami urgensi dan masalah yang akan ditimbul. Jangan sampai salah ambil keputusan di lapangan, tetap pahami aturan," paparnya.

Di sisi lain, Hery mengapresiasi warga yang memilih untuk menunda pulang kampung tahun ini. Hal itu demi mencegah kerugian yang lebih besar lagi. 

"Kami paham dan memang berat. Di mental sudah ingin pulang kampung ketemu orang tua dan dari sisi ekonomi banyak yang dirugikan tapi perlu dipahami kerugian lebih besar, lama dan panjang kalau kita melanggar larangan," katanya.

Perlu diingat, setiap tahunnya mudik merupakan tujuan dari 18 juta warga dalam waktu yang bersamaan. Tentunya hal itu akan memicu resiko yang luar biasa. 

"Di sana ada silaturahmi ke orang tua di kampung, kita merasa sehat tapi kalau ternyata kita pembawa dan orang tua kita ternyata komorbid bagaimana?," katanya.

" Di kota rumah sakit banyak, tapi kalau di daerah tidak sebanyak di kota, ketika mereka kritis kemudian hanya dirawat di rumah dan pada akhirnya meninggal bagaimana. jangan seperti di India," imbuhnya.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, untuh tahun ini pemerintah tidak memperkenankan adanya kegiatan mudik. Masyarakat diminta untuk tidak mencuri kesempatan untuk mudik sebelum tanggal libur maupun setelah Idul Fitri. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler