G7 Layangkan Kritik Pedas ke China dan Rusia
G7 menyebut Kremlin sebagai sosok jahat dan Beijing sebagai pengganggu
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - - Kelompok Tujuh (G7) memberi kritikan pedas terhadap China dan Rusia pada Rabu (5/5). Kelompok ini menyebut Kremlin sebagai sosok jahat dan Beijing sebagai pengganggu.
G7 pekan ini membahas tanggapan mereka terhadap ancaman terbesar saat ini, China, Rusia, dan pandemi virus corona. Menteri Luar Negeri G7 dalam pernyataan 12.400 kata menyatakan Rusia berusaha merusak demokrasi dan mengancam Ukraina. Sementara China bersalah atas pelanggaran hak asasi manusia dan menggunakan pengaruh ekonominya untuk menggertak orang lain.
Grup yang dibentuk pada 1975 itu mengatakan akan meningkatkan upaya kolektif untuk menghentikan kebijakan ekonomi koersif China dan untuk melawan disinformasi Rusia. "Saya pikir (China) lebih mungkin perlu, daripada bereaksi dalam kemarahan, itu lebih mungkin perlu melihat ke cermin dan memahami bahwa itu perlu mempertimbangkan opini yang berkembang ini, yang berpikir aturan dasar internasional ini harus ditaati," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab.
G7 pun telah berjuang untuk menghasilkan tanggapan yang efektif baik terhadap China maupun Rusia. "Kami akan bekerja secara kolektif untuk mendorong ketahanan ekonomi global dalam menghadapi kebijakan dan praktik ekonomi yang sewenang-wenang dan memaksa," kata pernyataan bersama tentang China.
Momen kenaikan ekonomi dan militer China yang spektakuler selama 40 tahun terakhir adalah salah satu peristiwa geopolitik paling signifikan dalam sejarah baru-baru ini, di samping jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 yang mengakhiri Perang Dingin.
Mereka mendukung partisipasi Taiwan dalam forum Organisasi Kesehatan Dunia dan Majelis Kesehatan Dunia. Grup ini pun menyatakan keprihatinan tentang tindakan sepihak yang dapat meningkatkan ketegangan di Selat Taiwan.
G7 juga sama-sama mendukung Ukraina, tetapi hanya menawarkan sedikit dukungan. "Kami sangat prihatin bahwa pola negatif dari perilaku tidak bertanggung jawab dan destabilisasi Rusia terus berlanjut," kata menteri G7.
"Ini termasuk penumpukan besar pasukan militer Rusia di perbatasan Ukraina dan di Krimea yang dianeksasi secara ilegal, kegiatan jahatnya yang bertujuan untuk merusak sistem demokrasi negara lain, aktivitas dunia maya yang berbahaya, dan penggunaan disinformasi, " ujar pernyataan G7.
Rusia sejak lama menyangkal campur tangan di luar perbatasannya dan mengatakan Barat dicengkeram oleh histeria anti-Rusia. China mengatakan Barat adalah pengganggu dan para pemimpinnya memiliki pola pikir pasca-kekaisaran yang membuat mereka merasa dapat bertindak seperti polisi global.