5 Perkara yang tak Boleh Dilakukan Muslimah Haid atau Nifas

Ketika haid atau nafas Muslimah dilarang melakukan sejumlah ibadah

Pixabay
Ketika haid atau nafas Muslimah dilarang melakukan sejumlah ibadah. Ilustrasi Muslimah
Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dalam keadaan haid dan nifas (darah yang keluar dari ra him pada proses melahir kan), perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam taklif. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang diharamkan yang perlu diperhatikan kaum perempuan untuk tidak dilakukan.


Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam bukunya, Panduan Sholat  An-Nisaa Menurut Empat Mazhab, terbitan Republika Penerbit menyatakan, setidaknya ada empat hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut kepada perempuan tersebut. Adapun larangan tersebut adalah sebagai berikut: 

Pertama adalah memasuki masjid. Ibnu Umar dalam Majma'uz Zawaid meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepada Aisyah: 

بيْنَما رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ في المَسْجِدِ، فَقالَ: يا عَائِشَةُ، نَاوِلِينِي الثَّوْبَ. فَقالَتْ: إنِّي حَائِضٌ، فَقالَ: إنَّ حَيْضَتَكِ ليسَتْ في يَدِكِ فَنَاوَلَتْهُ  "Ulurkanlah alas sholat  dari masjid kepadaku." Aisyah pun berkata: "Sesungguhnya aku sedang haid." Kemudian Rasulullah pun bertanya: "Apakah haidmu ada di tangan?" Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan berstatus sahih.  

Para fuqaha dalam al-Masusu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyyah bersepakat bahwa haram bagi perempuan yang sedang haid tinggal di dalam masjid. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berbunyi: 

 لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ "La uhillul masjida li-haaidin wa la junubin." Yang artinya: "Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan yang sedang haid dan orang yang sedang junub."

Abdul Qadir Muhammad Manshur menyebut dalam kitabnya jika iktikaf atau berdiam diri di masjid termasuk dihukumi haram. Meski demikian, para fuqaha bersepakat bahwa boleh bagi perempuan tersebut untuk melewati masjid tanpa tinggal, dalam kondisi darurat dan ketika ada uzur.  

Landasan argumentasi ini berdasar qiyas pada orang yang sedang junub. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah An Nisa 43 berbunyi: 

وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا

"Wa la junuban, illa abiri sabilin hatta taghtasilu." Yang artinya: "Dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar melewati jalan saja."

Dalam kondisi darurat, para ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa sebaiknya yang bersangkutan bertayamum terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam masjid. Sedangkan para ulama dari Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat, haram baginya memasuki masjid secara mutlak, baik untuk tinggal maupun untuk lewat. 

Kedua, membaca Alquran. Para ulama berbeda pendapat mengenai larangan ini. Jumhur ulama dari Mazhab Hanafi, Syafii, dan Hanbali mengharamkan untuk membaca Alquran. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam hadits riwayat Tirmidzi berbunyi: 

"Perempuan yang sedang haid dan yang sedang junub tidak boleh membaca sesuatu dari Alquran." Adapun para ulama memerincikannya perkara ini berdasarkan rgumentasinya masing-masing. 

Ulama dari kalangan Mazhab Hanafi berpendapat, haram baginya membaca Alquran meskipun kurang dari satu ayat. Namun, apabila yang bersangkutan tidak bermaksud membaca tapi hanya bermaksud memuji atau berzikir, hal itu tidak dipermasalahkan. Misalnya, membaca Al Fatihah yang kerap diasosiasikan sebagai sebuah surat yang menjadi bagian dari doa.

Para ulama dari Mazhab Imam Syafii berpendapat, haram bagi perempuan yang sedang haid membaca Alquran. Meskipun hanya sebagian dari ayat, seperti satu huruf. Hal tersebut dinilai mengurangi penghormatan baik dia bermaksud maupun tidak.

Ketiga, mereka juga tak boleh menyentuh dan membawa mushaf. Secara umum, para fuqaha bersepakat bahwa haram bagi perempuan yang sedang haid menyentuh mushaf. Hal ini ditegaskan berdasarkan dalil Alquran, Allah SWT berfirman dalam surah al-Waqiah 79 yang artinya: 

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ "Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan."

Rasulullah SAW juga pernah berkata dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Bakar bin Amru bin Hazm yang mendapatkannya dari kakeknya. Dalam redaksinya, Rasulullah berkata: 

"Tidak ada yang menyentuh Alquran kecuali orang yang suci." Namun, para ulama dari mazhab Maliki mengecualikan guru dan murid. Keduanya boleh menyentuh mushaf Alquran. 

Keempat dan kelima, adapun larangan selanjutnya adalah puasa dan sholat. Haram bagi perempuan yang sedang haid dan nifas melaksanakan puasa dan sholat. Para ulama bersepakat bahwa perempuan yang haid, wajib mengqadha (mengganti usai suci) puasa dan tidak perlu mengqadha sholat . 

Dua hal ini mendapatkan perlakuan berbeda karena penyamaan hukum keduanya akan menjatuhkan perempuan ke dalam lubang kesusahan dan kesempitan. Oleh karena itu, hukum taklif keduanya dibedakan. Adapun ini adalah tanda diberikannya kemudahan dan kelonggaran serta simbol dihilangkannya kesusahan.

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler