Cara Mengingat Kematian yang Diajarkan Imam Ghazali

Kebanyakan manusia lalai dan lengah terhadap mati karena mereka tidak mentafakurinya

ANTARA/Nova Wahyudi
Suasana pemakaman khusus
Rep: Ali Yusuf Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Ghazali mengatakan mati adalah sesuatu yang menakutkan dan mengerikan. Dahsyatnya kejadian dan besarnya bencana adalah kematian.

"Kebanyakan manusia lalai dan lengah terhadap mati karena mereka tidak mentafakurinya," kata Imam Ghazali dalam kitabnya yang diterjemaahkan menjadi judul "Mati dan Kejadian Setelahnya"

Andai kata mengingat mati pun, kata Imam Ghazali mereka tidak melakukannya dengan sepenuh hati. Oleh karena itu, ingat mati tidak memberikan pengaruh dan akibat yang berarti bagi mereka.

"Cara mengingat mati yang benar adalah membebaskan hati dari semua pikiran lainnya dan hanya ingat mati saja yang mendominasi pikiran dan hati," katanya.

Untuk itu kata Imam Ghazali hendaklah kita menjadi seperti orang yang tengah berada dalam perjalanan laut atau padang sahara yang keras dan penuh bahaya. Ketika pikiran tentang mati menyelimuti hati, hasrat kesenangan dan kesukaan pada dunia menjadi turun dan hati pun menjadi luluh.

"Cara terbaik dan bermanfaat dalam bertafakur tentang mati adalah mengingat kawan-kawan dan tetangga-tetangga yang telah meninggal dunia, bahwa mereka berada di dalam kubur di bawah tanah, dan membayangkan keadaan serta wajah mereka di dalam kubur," katanya.

"Bagaimana wajah cantik dan tampan mereka telah menjadi santapan cacing dan serangga, istri dan anak mereka menjadi yatim dan terpuruk dalam kemiskinan, hari-hari mereka berlalu dengan penderitaan, kekayaan mereka telah lenyap. Kenanglah masing-masing orang demi orang. Tafakurilah bagaimana kematian menyerang mereka secara tiba-tiba tanpa peringatan sedikitpun dan bagaimana ketidaksiapan mereka menghadapi kematian dan akhirat," katanya.

Sahabat Abu Darda ra berkata, "Ketika diceritakan tentang orang yang mati, bayangkan engkau adalah salah seorang dari mereka."

Sahabat lainnya Ibnu Mas'ud ra berkata, "Orang yang beruntung adalah dia yang mengambil pelajaran dari keadaan (maksudnya: kematian orang lain)"

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata, "Apakah tidak kau lihat bahwa dirimu mempersiapkan perbekalan untuk orang yang pergi kepada Allah setiap pagi atau petang dan kau kubur ia di bawah tanah, sementara ia meninggalkan sahabat-sahabat dan karib-kerabatnya serta meninggalkan harta dan miliknya selama-lamanya?"

Pada suatu hari seorang waliyullah terkemuka Ibn Muthi, memandang rumahnya dan merasa takjub dan puas karena kebagusannya. Namun setelah itu ia menangis dan berkata.

"Demi Allah seandainya tidak ada kematian, maka akan puaslah hatiku memandangmu. Seandainya tempat yang akan kutinggali setelah mati tidak sempit, maka mataku akan sejuk melihat dunia ini."

Setelah itu ia mulai menangis seperti anak kecil.



BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler