Legislator: Tax Amnesty Kurang Tepat saat APBN Masih Minus

Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih mini sementara belanja melonjak.

DPR RI
Anggota Komisi XI DPR RI Fauzih H Amro.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro menolak rencana pemerintah untuk kembali meneruskan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II melalui revisi Undang-Undang perpajakan. Menurutnya, kebijakan tax amnesty jilid II kurang tepat disaat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) masih minus.


"Justru perlu ada tambahan pemasukan dari sektor pajak, sehingga pemasukan dari sektor perlu digenjot, bukanya dipangkas," kata Fauzi dalam keterangan tertulisnya, Ahad (23/5).

Fauzi mengungkapkan, berdasarkan data Kemenkeu per akhir November, penerimaan negara tercatat Rp 1.423 triliun sementara belanja negara adalah Rp 2.306,7 triliun. Ini membuat APBN 2020 membukukan defisit Rp 883,7 triliun atau setara 5,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kemudian pada kuartal I 2021 APBN kita kembali mengalami defisit sebesar Rp 144,2 triliun. Defisit disebabkan oleh penerimaan negara yang masih mini sementara belanja melonjak," ucap ketua kelompok fraksi Partai NasDem Komisi XI itu.

Fauzi juga menilai, kebijakan tax amnesty hanya menguntungkan kalangan pengusaha kelas atas. Sementara satu sisi, pelaku UMKM terus dipajakin.

"Ini kan nggak adil, yang UKM dibidik pajaknya, sementara pengusaha besar diberi banyak insentif atau stimulus seperti kebijakan 0 DP untuk kredit otomatif termasuk pengampunan pajak atau tax amnesty," tuturnya.

Selain itu, dia juga mempertanyakan Tax Amnesty jilid I yang hingga sekarang belum ada laporannya. Termasuk dampaknya bagi peningkatan APBN yang belum jelas. 

"Karenanya, saya menolak tegas rencana pemerintah untuk kembali meneruskan kebijakan Tax Amnesty jilid II," tegasnya.

Anggota Banggar DPR-RI tersebut meminta, pemerintah menggulirkan sunset policy alih-alih tax amnesty. Sunset policy dianggap lebih aman dan berkelanjutan untuk dimasukkan di dalam kerangka konsolidasi kebijakan fiskal tahun 2022.

Dia mengatakan, diskon pajak pada sunset policy masih di kisaran 15 persen. Besaran diskon tersebut berbeda dari tax amnesty yang diskonnya bisa mencapai dua persen dan pada tahun 2023 diharapkan bisa menormalkan defisit fiskal diangka 3 persen dari PBD.

Fauzi juga mengingatkan Pemerintah untuk bekerja ekstra agar pendapatan APBN dari sektor pajak bisa ditingkatkan. Ia berharap pemerintah berhenti memanjakan para pengusaha dengan kebijakan Tax Amnesty.

"Kebijakan tersebut tak usah diteruskan, saat APBN kita lagi terus mengalami defisit karena pandemi. Pemerintah selain harus meningkatkan target pendapatan dari sektor pajak, juga harus lebih kreatif mencari sumber-sumber pendapatan lain, agar APBN kita tidak terus mengalami defisit," ungkapnya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler