Optimalisasi Pasar Rasional dan Pasar Emosional Bank Syariah
Optimalisasi Pasar Rasional dan Pasar Emosional Bank Syariah
Sejak pertama kali lahir di Indonesia pada tahun 1991, industri Bank Syariah telah mengalami serangkaian dinamika di negara dengan penduduk muslim sebesar 87,2% dari total populasi penduduk atau setara dengan 227 juta jiwa. Menurut data OJK, aset perbankan syariah Indonesia pada Januari 2021 mencapai lebih dari Rp593,35 Triliun atau sekitar 6,55% dari Bank konvensional. Angka ini perlu disikapi mengingat pertumbuhan relatif stagnan selama beberapa tahun terakhir. Selain daripada kemajuan teknologi informasi yang telah mendorong lahirnya Bank digital yang menyebabkan perubahan model bisnis industri perbankan secara mendasar. Riset Google, Temasek, dan Bain menyebutkan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sangat prospektif hingga mencapai lebih dari 30% beberapa tahun mendatang. Dengan semangat menjadi institusi keuangan komersial dengan tetap menjalankan fungsi sosial kemasyarakatan dengan berdasarkan nilai Islam, Bank Syariah perlu mengoptimalkan potensi pasar rasional berupa produk dan layanan Bank Syariah yang kompetitif hingga tingkat keterikatan dengan sisi emosional masyarakat.
Optimalisasi Pasar Rasional:
Strategi new bank berbasis community-based
Ekspansi bisnis bank Syariah harus sejalan dengan garis haluan (khittah) dalam memberi nilai tambah pada bisnis dengan menerapkan nilai spiritual. Bank Syariah harus mengakpitalisasi pangsa pasar baru yang menjadi spesialiasi Bank Syariah (new bank):
a. Industri halal kreatif
Bank Syariah secara aktif menjadi pemain utama dalam pengembangan ekosistem industri halal dengan produk dan layanan yang kekinian dan syarâi melalui bisnis prospektif yaitu fashion, food and beverages, hobby, dan gaya hidup halal lainnya. Bank Syariah juga harus berkolaborasi dengan e-commerce platform untuk mengkapitalisasi tren belanja online yang semakin menjadi preferensi masyarakat termasuk generasi millennials dimana melalui peningkatan transaksional berbasis fee-based income.
b. Organisasi berbasis agama
Bank Syariah dapat bekerjasama dengan organisasi Islam dengan memberikan solusi keuangan secara end-to-end dari sisi pendanaan, pembiayaan, dan jasa perbankan lainnya. Kerjasama ini dapat melibatkan anak usaha, group, ataupun pihak terafiliasi lainnya seperti uinversitas, sekolah, pondok pesantren, rumah sakit, dan lainnya. Bank Indonesia menilai pondok pesantren memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi syariah dengan potensi sebesar 28 ribu pondok pesantren dan 18 juta santri. Hal ini dapat melahirkan ekosistem kerja sama finansial berbasis sharia blockchain yang terintegrasi.
c. Lembaga pengelola dana sosial keagamaan
Berdasarkan data outlook zakat Indonesia 2021, potensi zakat Indonesia mencapai Rp327,6 Triliun. Hal ini menjadi peluang bagi Bank Syariah untuk menjadi penghimpun dan pengelola dana tersebut. Di sisi lain, per Desember 2020 terdapat sekitar Rp140 Triliun kelolaan dana haji oleh BPKH. Selain itu, masih terdapat potensi dana lain seperti kas Masjid dimana berdasarkan SIMAS (Sistem Informasi Masjid) Kemenag RI, jumlah masjid dan mushala di Indonesia sebanyak 741.991. Ditambah lagi, masih terdapat dana kelolaan lain seperti infaq, sadaqah, dan waqaf sebagai pilihan sumber pendanaan Bank Syariah.
Potensi captive market tersebut berpotensi meningkatkan komposisi dana murah giro dan tabungan (CASA) yang akan menurunkan biaya dana Bank. Apabila diikuti dengan pengelolaan skema pembiayaan blockchain yang sehat dari segmen new bank tersebut, strategi ini akan meningkatkan laba Bank dilihat dari terjaganya net income margin Bank, return on assets, return on investment, dan indikator-indikator profitabilitas lainnya.
Digitaliasi produk dan layanan Bank Syariah
Semakin berkembangnya tren digital banking menjadi kesempatan Bank Syariah untuk melakukan digitalisasi secara tepat guna. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah pengguna smartphone Indonesia mencapai 167 juta orang atau 89% dari total penduduk yang didominasi oleh usia 25-34 tahun. Terlebih, menurut Pusat Data Republika, millennials rata-rata mengalihkan perhatiannya dari perangkat PC, smartphone, dan tablet 27 kali setiap jamnya. Hal ini menjadi peluang Bank Syariah untuk mengembangkan produk dan layanan keuangan digital yang berkah. Dampak positif digitalisasi dapat menekan biaya operasional sehingga mendorong efisiensi Bank Syariah, sejalan dengan memperluas jangkauan layanan tanpa harus memiliki jaringan kantor fisik. Dalam jangka panjang, hal ini berdampak positif pada tingkat imbal hasil produk pendanaan dan pembiayaan Bank Syariah sehingga dapat lebih kompetitif dibandingkan bank konvensional.
Penguatan Pasar Emosional:
Intensifikasi edukasi perbankan Syariah kepada generasi muda secara tepat sasaran
Bank Syariah perlu memanfaatkan penetrasi tinggi media sosial untuk melakukan edukasi mengenai ekonomi Syariah yang dikemas secara modern dan dinamis. Beberapa diantaranya yaitu melalui kanal podcast, video, talk show, endorsement, dan lainnya. Kolaborasi Bank Syariah dengan public figure yang representatif juga menjadi media efektif untuk dapat menarik atensi kaum muda. Selain itu, cara konvensional juga perlu diintensifkan kepada kelompok masyarakat dengan basis spiritual yang relatif kuat melalui forum-forum kajian agama untuk tujuan edukasi kepada jamaah terkait ekonomi syariah. Secara bersamaan, Bank Syariah juga menjalin kerjasama dengan majelis taâlim maupun kelompok keagaaman sejenis.
Strategi branding perbankan Syariah yang fleksibel dan inklusif
Bank Syariah perlu mendapatkan atensi dan positioning yang kuat sebagai institusi keuangan yang profesional dan syarâi. Bank Syariah perlu secara berkala melakukan benchmarking dengan tren yang tengah berkembang mencakup strategi branding, teknik promosi dan marketing, hingga pada desain packaging maupun user experience mobile banking. Hal itu merupakan aspek yang harus terus Bank Syariah lihat sebagai pembanding untuk memperkuat citra yang semakin diterima oleh generasi muda dan tidak terbatas pada pemeluk agama Islam saja. Dengan begitu, branding Bank Syariah diharapkan dapat mengarah pada Bank yang modern, dinamis, dan up to date dengan selalu mengedepankan prinsip syariah.
Maka dari itu, Bank Syariah perlu menetapkan strategi yang tepat sasaran pada pasar rasional dan pasar emosional. Kapitaliasai pasar rasional difokuskan pada arah bisnis new bank yang berorientasi pada komunitas dengan basis yang kuat dan digitalisasi Bank Syariah. Dari sisi pasar emosional, intensifikasi edukasi perbankan Syariah secara tepat sasaran dan strategi branding perbankan Syariah sebagai institusi keuangan yang universal dan inklusif menjadi strategi jitu untuk memajukan Bank Syariah. Pada akhirnya, Bank Syariah dapat menjaga pertumbuhan bisnis yang sehat dan memiliki positioning yang kuat di tengah masyarakat dengan menerapkan strategi fight on the right battlefield.
#retizencompetition