Saham Syariah Masih Tertekan Sejak Awal Tahun
Pergerakan indeks saham syariah mendapat pengaruh dari sentimen eksternal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja saham syariah pada tahun ini berada dalam tekanan. Berdasarkan sejumlah indeks yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja saham syariah mengalami koreksi meskipun sejak diumumkannya kasus Covid-19 di Indonesia pertama kali pada 2 Maret tahun lalu indeks saham syariah telah naik cukup signifikan.
Pada kuartal I 2021, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) koreksi 0,34 persen, Jakarta Islamic Indeks (JII) dan JII70 masing-masing koreksi sebesar 3 persen. Sebagai perbandingan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki kinerja yang lebih baik dibanding ketiga indeks saham syariah yaitu menguat 0,11 persen pada periode yang sama.
Sementara secara year to date (ytd), kinerja indeks saham syariah terkoreksi lebih dalam. Per Jumat (4/6), ISSI telah turun 0,54 persen, JII70 turun 7,67 persen dan JII terpangkas 8,79 persen. Sedangkan IHSG terus menguat hingga 1,44 persen.
Equity Analyst Phillip Sekuritas Indonesia, Dustin Dana Pramitha, mengatakan menurunnya pergerakan saham-saham syariah pada tahun ini disebabkan oleh anjloknya saham berkapitalisasi jumbo yang menjadi konstituen indeks saham syariah.
"Penurunan saham-saham big caps yang tergabung kedalam indeks syariah yang menjadi pemberat utama indeks," kata Dustin kepada Republika, Senin (7/6).
Sejumlah saham syariah yang mengalami penurunan tersebut diantaranya PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Secara Ytd, saham yang termasuk konstituen JII ini masih terkoreksi 23,47 persen, terus turun sejak awal tahun dari level 7.500 hingga saat ini di level 5.600.
Masih dalam sektor barang konsumsi, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) telah mengalami penurunan hingga 12,79 persen. Emiten dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp97,38 triliun ini kini berada di level 8.300 dari sebelumnya di level 9.700 di awal tahun.
Pada periode yang sama, PT United Tractors Tbk (UNTR) juga masih terkoreksi 13 persen. Emiten berkapitalisasi pasar Rp85 triliun ini sempat berada di level 27.000 pada awal tahun dan kini terpangkas ke level 22.000.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga menjadi salah satu emiten yang mengalami penurunan cukup dalam. Sejak awal tahun, emiten berkapitalisasi pasar Rp78,14 triliun ini telah terpangkas sebesar 15,56 persen dari sebelumnya yang sempat menyentuh level 3.700 ke level 1.700.
Sama seperti IHSG, menurut Dustin, pergerakan indeks saham syariah mendapat pengaruh dari sentimen eksternal. Antara lain yaitu langkah kebijakan bank sentral AS dan perkembangan Covid-19 di kawasan Asia.
Namun di dalam indeks saham syariah atau indeks syariah lainnya tidak terdapat sektor perbankan yang dapat mendorong kenaikan seperti halnya pada IHSG. Hal tersebut yang membuat kinerja indeks saham syariah berada di di bawah IHSG.
"Selain itu, saham perkebunan dan aneka industri saya rasa menjadi salah satu dari beberapa sektor yang memberatkan kinerja indeks" tutur Dustin.
Secara teknikal, Dustin memperkirakan, kinerja ISSI saat ini sedang menguji level resistance di level 178 dan cenderung terkoreksi. Hal ini didukung dengan indikator stochastic yang sudah berada pada area overbought dan candle yang menunjukkan trend bearish jangka pendek.
Meski demikian, Dustin melihat, ISSI masih berpeluang menguat. Sentimen pendorongnya antara lain data pekerja AS yang berada di bawah ekspektasi sehingga membuat investor berasumsi The Fed masih punya waktu untuk menahan Fed Fund rate nya di level 0,25 persen.
"The Fed diharapkan tidak terburu-buru untuk menaikan suku bunga atau memperketat kebijakan moneter nya," tutup Dustin.