Kajian IDAI: Situasi Belum Aman untuk Sekolah Tatap Muka
Berdasarkan hasil kajian, IDAI belum merekomendasikan dimulainya sekolah tatap muka.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Inas Widyanuratikah, Nawir Arsyad Akbar
Pemerintah melalui empat menteri menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) yang mengizinkan pembelajaran tatap muka (PTM) mulai Juli 2021 dengan pembatasan. Kendati demikian, Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah melakukan kajian dan hasilnya belum merekomendasikan dimulainya sekolah tatap muka.
"Melihat situasi dan penyebaran Covid-19 di Indonesia, saat ini sekolah tatap muka belum direkomendasikan," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI Aman B Pulungan saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (8/6).
Aman mengatakan, pihaknya telah membuat surat edaran mengenai masalah ini. Dalam surat tersebut, IDAI memerinci empat hasil kajian.
Pertama, hak anak berdasarkan konvensi hak-hak anak dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 20 November 1989 dan Keputusan Presiden Indonesia nomor 36 Tahun 1990.
"Kajian kedua adalah perkembangan pandemi Covid-19 secara nasional yang kembali meningkat dan kajian ketiga ditemukannya varian baru virus corona sejak Maret 2021 kemarin," kata Aman.
Kajian terakhir atau keempat adalah cakupan imunisasi Covid-19 di Indonesia yang belum memenuhi target. Berdasarkan kajian ini, IDAI merekomendasikan sekolah tatap muka untuk tidak dulu dilaksanakan.
Menurut IDAI, persyaratan untuk sekolah yang dibuka kembali adalah, antara lain, terkendalinya transmisi lokal yang ditandai dengan positivity rate kurang dari 5 persen dan menurunnya tingkat kematian. Jika sekolah tatap muka tetap dimulai, pihak penyelenggara harus menyiapkan blended learning, anak dan orang tua diberi kebebasan memilih metode pembelajaran luring atau dalam jaringan (daring).
Kemudian, anak yang memilih belajar luring maupun daring harus memiliki hak dan perlakuan yang sama.
"Mengingat prediksi jangka waktu pandemi Covid-19 yang masih belum dapat ditemukan, maka guru dan sekolah hendaknya mencari inovasi baru dalam belajar mengajar, misalnya memanfaatkan belajar di ruang terbuka, seperti taman, lapangan, sekolah di alam terbuka," katanya.
IDAI juga memberikan beberapa panduan untuk untuk pihak penyelenggara, orang tua, dan evaluator. Di antaranya semua guru dan pengurus sekolah yang berhubungan dengan anak dan orang tua/pengasuh harus sudah divaksin. Kemudian, jam masuk dan pulang bertahap untuk menghindari pengumpulan siswa pada jam masuk dan pulang sekolah.
IDAI juga merekomendasikan, kelompok kecil siswa dapat datang dan pulang dalam waktu yang sama. Selain itu, harus ada penjagaan gerbang dan pengawasan yang disiplin guna menghindari kerumunan di gerbang sekolah.
Jika menggunakan kendaraan antar-jemput, siswa mesti diwajibkan menggunakan masker, menjaga jarak, serta menjaga semua ventilasi dengan membuka jendela mobil. Selain itu, harus disediakan fasilitas cuci tangan di tempat-tempat strategis, seperti sebelah kelas, sebelah toilet.
"Kemudian, jika ada anak atau guru atau petugas sekolah yang memenuhi kriteria suspek, harus bersedia untuk dilakukan pemeriksaan swab," katanya.
Selain itu, IDAI meminta sekolah dan tim usaha kesehatan sekolah (UKS) sudah menyiapkan alur mitigasi jika ada warga sekolah yang sakit dan sesuai kriteria diagnosis suspek/probabel atau kasus Covid-19 terkonfirmasi. Jadi, bila ada anak yang terbukti terinfeksi Covid-19, sekolah harus menghentikan proses belajar tatap muka serta melakukan pelacakan atau tracing pada semua murid, guru, dan petugas sekolah yang terlibat dalam proses belajar mengajar di sekolah.
IDAI meminta pihak sekolah harus berkonsultasi dengan dinas kesehatan. Selain itu, IDAI meminta ada pelatihan menggunakan masker dengan benar, alat tempat membuang masker, dan penyediaan masker cadangan.
IDAI juga membuat panduan tambahan untuk sekolah berasrama. Di antaranya sekolah berasrama tidak boleh menerima orang/pihak keluar-masuk asrama, kecuali pertemuan dengan wali murid dengan waktu yang ditentukan pihak sekolah.
"Kemudian, bila orang tua/wali murid akan menjenguk, orang tua/wali melakukan tes PCR untuk memastikan bahwa tidak menderita Covid-19," katanya.
Kemudian pertemuan dilakukan di tempat yang ditentukan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Lalu, dia melanjutkan, orang tua/wali murid yang akan bertemu dengan anaknya dibatasi maksimal dua orang serta memperhatikan aturan agar tidak terjadi terjadi kerumunan.
"Murid, guru, dan semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan di asrama tidak diperkenankan untuk masuk-keluar asrama secara bebas," ujarnya.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan pembukaan sekolah tatap muka harus mempertimbangkan rata-rata kasus positif Covid-19 (positivity rate) di daerah. Rata-rata kasus ini perlu dijadikan pertimbangan utama bagi pemenuhan hak hidup dan hak sehat para peserta didik.
"Selain faktor kesiapan infrastruktur dan protokol kesehatan di satuan pendidikan. Jangan membuka PTM (pembelajaran tatap muka) di sekolah atau madrasah hanya dengan pertimbangan gurunya sudah divaksin," kata Wakil Ketua KPAI, Rita Pranawati, Selasa (8/6).
KPAI juga mendorong pemerintah daerah untuk melibatkan ahli penyakit menular dan IDAI di daerahnya untuk memberikan masukan soal PTM. Jika rata-rata kasus Covid-19 di atas 10 persen, sebaiknya pemerintah daerah menunda pembukaan sekolah tatap muka.
Sementara itu, untuk daerah-daerah di pulau kecil atau pelosok dengan kasus Covid-19 rendah, sekolah tatap muka sudah bisa dibuka. KPAI menilai, selama rata-rata kasus di bawah 5 persen, sekolah tatap muka bisa lebih terkendali.
Namun, tentu saja sekolah tatap muka di daerah dengan kasus Covid-19 yang sedikit tetap menerapkan protokol kesehatan. Siswa yang masuk tidak boleh lebih dari 50 persen kapasitas normal.
Sekolah tatap muka di wilayah pelosok penting karena pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring masih terkendala. "Artinya, kebijakan membuka atau tidak PTM di Indonesia memang tidak bisa diseragamkan," ujar dia.
KPAI sebelumnya telah melakukan pengawasan terhadap PTM terbatas selama 2021. Hasilnya, saat ini sebagian besar sekolah yang diawasi sudah siap melakukan PTM terbatas.
Selama Januari-Juni 2021, KPAI melakukan pengawasan ke 42 sekolah pada 12 kabupaten/kota di tujuh provinsi. Ketujuh provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan barat, dan Banten.
Sementara, 12 kabupaten/kota yang dimaksud adalah Kota Batam, Kabupaten Ketapang, Pangandaran, Pandeglang, Kota Serang, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Mojokerto.
"Adapun hasilnya, menunjukkan peningkatan kesiapan PTM yang mencapai 79,54 persen dan yang belum siap hanya 20,46 persen," kata Rita.
Walaupun sebagian besar sudah siap, KPAI tetap mendorong adanya edukasi tentang protokol kesehatan kepada pendidik, siswa, dan orang tua secara terus- menerus. Hal ini penting agar mereka semua memiliki kesadaran tentang protokol kesehatan dalam situasi pandemi.
"Semua warga sekolah harus jujur dengan kondisi kesehatannya, tidak berangkat jika memiliki tanda-tanda infeksi Covid-19, dan atau menyampaikan kepada gugus tugas Covid-19 di sekolah sehingga dapat menghindarkan terjadinya klaster baru," kata dia lagi.
In Picture: Simulasi Pembelajaran Tatap Muka di Kota Bandung
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan, PTM nantinya akan dilakukan secara terbatas. Beberapa peraturan sudah disusun, antara lain, maksimal 50 persen kapasitas kelas, harus menerapkan protokol kesehatan, dan maksimal siswa di sekolah selama dua hingga tiga jam.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan, PTM di sekolah hanya akan menjadi suatu opsi bagi siswa dan orang tua. Setelah sekolah memenuhi daftar periksa dan semua guru divaksinasi, PTM wajib dibuat menjadi pilihan pembelajaran.
"Sekolah wajib memberi opsi tatap muka. Wajib memberi opsi tatap muka setelah bapak ibu gurunya divaksin dua tahap. Ada dua opsi bagi peserta didik, yaitu ikut PTM atau PJJ. Bagi orang tua yang belum sreg untuk mengirim putra-putrinya ke sekolah, boleh tetap belajar di rumah," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Jumeri, Selasa (8/6).
Jumeri juga menjelaskan, PTM akan dilakukan secara terbatas tanpa harus semua murid di satu sekolah belajar secara bersamaan. Berdasarkan peraturan yang sudah dibuat Kemendikbudristek, maksimal kapasitas kelas adalah 50 persen dari normal.
PTM terbatas, Jumeri menambahkan, mengendalikan jumlah peserta didik setiap rombongan belajar tidak sesuai dengan jumlah normalnya. "Jadi, kalau biasanya ada 36, ini maksimal separuhnya," kata dia menegaskan.
Selain itu, jumlah kursi di satu kelas juga wajib disesuaikan dengan jumlah siswa yang belajar. Jangan sampai ada kursi kosong tidak terpakai. Sebab, dikhawatirkan kursi tersebut akan tetap digunakan oleh siswa sehingga jaga jarak tidak terjadi.
Jumeri mengatakan, di dalam PTM terbatas, peserta didik tidak harus ikut pembelajaran penuh selama satu hari. Lama belajar diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan serta kesiapan sekolah masing-masing.
Pelaksanaan PTM terbatas akan menyesuaikan juga dengan kebijakan di daerah yaitu dinamika PPKM Mikro. "Secara nasional, mungkin tidak akan sama antara satu provinsi dengan yang lain. Bahkan, antarkecamatan itu mengikuti dinamika Covid-19 di wilayah masing-masing," kata dia lagi.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendukung kebijakan pemerintah terkait PTM yang diselenggarakan maksimal dua hari dalam sepekan. Dengan proses pembelajarannya maksimal dua jam tiap harinya.
"Prinsipnya kita setuju. Kita menganggap apa yang dilontarkan oleh Pak Presiden sebagai langkah antisipasi yang akhir-akhir ini Covid posisinya lagi naik," ujar Huda saat dihubungi, Selasa (8/6).
Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan langkah adaptif pemerintah dalam melaksanakan kembali pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19. Tujuannya, agar keselamatan peserta didik dan tenaga pengajar tetap aman dari virus tersebut.
"Kami mendorong sebagai langkah antisipasi bahwa kita sedang memasuki adaptasi baru dunia pendidikan kita," ujar Huda.
Di samping itu, ia mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk segera mempercepat program vaksinasi untuk guru agar pelaksanaan PTM nanti dapat lebih terlaksana dengan baik.
"Kami berharap PTM bisa dilakukan mengingat banyak dampak negatif ketika sekolah tidak segera dibuka,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.