Ivermectin, Disebar di Kudus tapi Belum Disetujui BPOM

Satgas minta RS yang sudah terima Ivermectin gunakan sesuai anjuran BPOM.

EPA-EFE/ROLEX DELA PENA
Obat Ivermectin untuk manusia tampak didistribusikan di Kota Quezon, Manila, Filipina. Ivermectin juga disebut telah didistribusikan di Kudus, Jawa Tengah, untuk mengobati Covid-19. BPOM menegaskan masih melakukan kajian penggunaan Ivermectin.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Sapto Andika Candra, S Bowo Pribadi, Indira Rezkisari

Ivermectin sedang ramai disebut sebagai salah satu pengobatan bagi pasien Covid-19. Ivermectin bahkan telah disebarkan ke rumah sakit dan puskesmas di Kudus yang saat ini mengalami lonjakan kasus virus corona jenis baru.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini sedang melakukan uji klinik terhadap khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan pasien Covid-19. Juru Bicara Covid-19 BPOM, Lucia Rizka Andalusia, Jumat (11/6) mengonfirmasi kabar BPOM yang sedang melakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa rumah sakit untuk Ivermectin.

Laman resmi BPOM menyebutkan Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan atau Strongyloidiasis dan Onchocerciasis yang diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg berat badan dengan pemakaian satu tahun sekali. Artinya, Ivermectin sebelumnya sudah dikenal di Indonesia salah satunya sebagai obat cacing.

Terkait penggunaan Ivermectin sebagai obat Covid-19, BPOM menyatakan penelitian untuk pencegahan maupun pengobatan Covid-19 yang sudah dipublikasikan menyatakan Ivermectin memiliki potensi antiviral pada uji secara in-vitro di laboratorium. Akan tetapi, masih diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat Covid-19 melalui uji klinik lebih lanjut.

BPOM menegaskan, Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter. BPOM juga menyampaikan peringatan bahwa Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.

Untuk kehati-hatian, BPOM meminta masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform online. Penjualan obat Ivermectin termasuk melalui daring tanpa ada resep dokter dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Satuan Tugas (satgas) Penanganan Covid-19 meminta seluruh rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mematuhi instruksi BPOM terkait penggunaan Ivermectin. Obat jenis ini sebelumnya diklaim oleh pihak tertentu sebagai 'obat Covid-19' dan didistribusikan di Kabupaten Kudus. Padahal pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya perlu diawasi oleh dokter.

"Pada prinsipnya sampai saat ini penelitian terkait temuan obat dan upaya terapeutik untuk Covid-19 masih terus dilakukan," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Jumat (11/6).

Pemerintah, ujar Wiku, masih perlu melanjutkan uji ilmiah untuk memastikan khasiat dan keamanan Ivermectin dalam mendukung pengobatan Covid-19. Selanjutnya, uji klini mengenai Ivermectin akan dilakukan di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, bersama sejumlah rumah sakit.

"Kehati-hatian sangat diutamakan dalam menggunakan obat ini dan harus berdasarkan rekomendasi dokter. Mohon daerah yang sudah terima (distribusi Ivermectin), agar memastikan penggunaannya sesuai dengan rekomendasi BPOM," ujar Wiku.

Penggunaan Ivermectin di Kudus terungkap melalui Vice President PT Harsen Laboratories, Sofia Koswara. Penggunaan Ivermectin di Kudus berdasar pada situasi di India.

Ia mengatakan, di India Ivermectin dikabarkan mampu menurunkan jumlah kematian hingga 25 persen dan bahkan juga mampu memangkas jumlah orang yang terinfeksi hingga 80 persen. "Hanya tiga pekan setelah menambahkan Ivermectin di New Delhi, kasus Covid-19 yang memuncak hingga 28,395 orang pada 20 April, bisa turun menjadi 6.430 orang pada 15 Mei 2021," ungkapnya dalam keterangan pers, di Kudus, Jawa Tengah, Senin (7/6).

Ia mengatakan juga menyampaikan, selain angka kesembuhan, Invermectin juga memiliki kemampuan mampu mencegah kematian akibat inveksi Covid-19 di ibu kota negara India tersebut. Di mana angka kematian dapat ditekan hingga mencapai  25 persen pada bulan yang sama.

Ivermectin juga diklaim berhasil saat diberikan bagi pasien terpapar Covid-19 di 16 negara lain, di antaranya seperti Slovakia, Meksiko serta Peru. Bahkan pemberian obat Invermectin juga sudah dilakukan terhadap ribuan orang yang terpapar Covid-19 di Indonesia, sejak September tahun 2020 lalu.

Hasilnya disebut Sofia juga cukup positif. "Berangkat dari kabar positif tersebut, Ivermectin sudah diproduksi di Indonesia guna dipersiapkan untuk memperkuat pertahanan sekaligus perlawanan terhadap pandemi global Covid-19," jelasnya.

Maka, Invermectin kini sudah diprodusi di Indonesia sebagai ikhtiar untuk menangani penyebaran pandemi yang masih melanda negeri ini. "Dalam waktu dekat Ivermectin akan dibagikan di daerah dengan kaus lonjakan Covid-19 parah, seperti di Kabupaten Kudus ini," tegasnya.






Baca Juga


Hal itu diamini oleh dokter ahli paru dari Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr Budhi Antariksa PhD SpP (K). "Kebetulan, saya yang memimpin uji klinis Ivermectin bersama dengan  Balitbangkes, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di RSUP Persahabatan dan RSPI Sulianti Saroso," katanya.

Ivermectin, lanjut Budi Antariksa, merupakan obat minum yang memiliki potensi kemampuan untuk menghambat pembelahan (anti replikasi virus) serta memiliki kemampuan sebagai obat anti peradangan. Masih terkait dengan lonjakan kasus Covid-19, ia juga membenarkan. Kabupaten Kudus saat ini statusnya adalah 'zona hitam' risiko penyebaran Covid-19. Maka diperlukan segala upaya untuk mengatasi penyebaran Covid-19 tersebut.

"Pemberian Ivermectin dilakukan dengan tetap memberikan obat standar penanggulangan Covid-19 dan kewajiban warga Kudus harus disiplin dalam menerapkan perilaku 5M dan SOP pencegahan laìnnya," tegas Budi Antariksa.

Klaim penggunaan Ivermectin di India namun harus dicek ulang. Dilansir dari berita di India Today yang tayang Senin (7/6), disebutkan Directorate General of Health Services (DGHS) India mengeluarkan revisi panduan pengobatan Covid-19 yang isinya menyetop penggunaan Ivermectin. Panduan baru tersebut mengeliminasi penggunaan banyak obat, kecuali antipyretic dan antitusis, untuk kasus Covid-19 tanpa gejala dan bergejala sedang.

Panduan tersebut namun masih mungkin berubah. Sebab Indian Council for Medical Research alias badan kesehatan ternama di India masih belum menyetujui panduan DGHS. Bukan cuma Ivermectin yang masuk dalam penghapusan penggunaan untuk pasien Covid-19, panduan juga menghilangkan penggunaan hydroxychloroquine, doxycycline, zinc dan multivitamin yang awal diresepkan dokter untuk mengobati pasien asimptomatik atau dengan gejala Covid-19 ringan.

Panduan baru menyarankan, pasien tanpa gejala tidak membutuhkan pengobatan. Sedangkan pasien gejala ringan yang disarankan adalah pengecekan mandiri untuk demam, kemampuan bernapas, dan saturasi oksigen.

BPOM Amerika atau FDA juga tidak mengizinkan penggunaan Ivermectin sebagai pengobatan Covid-19 pada manusia. FDA dalam keterangan dalam laman resminya menyatakan Ivermectin bukanlah obat untuk mengobati virus.

FDA menegaskan pula ada banyak misinformasi terkait penggunaan Ivermectin. Misalnya penggunaan dalam dosis besar, FDA memastikan anjuran tersebut tidak benar.

BPOM keluarkan izin penggunaan dua obat untuk pasien Covid-19. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler