Ditjen Pajak: PPN Jasa Pendidikan untuk Sekolah Komersial
Rencana pengenaan PPN jasa pendidikan tertuang di revisi UU No 6 tahun 1983
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan memberikan kategori jasa pendidikan yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adapun rencana pengenaan PPN terhadap jasa pendidikan tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan tidak semua jasa pendidikan akan dikenai tarif PPN. “Yang namanya jasa pendidikan rentangnya luas sekali, jasa pendidikan yang mana? Jasa pendidikan yang mengutip iuran dengan batasan tertentu yang akan dikenakan PPN,” ujarnya saat media briefing pajak, Senin (14/6).
Neil menjelaskan pengenaan tarif PPN terhadap sektor ini akan dikecualikan jasa pendidikan yang mengemban misi sosial, kemanusiaan, dan yang dinikmati masyarakat banyak pada umumnya, misalnya sekolah negeri. “Tapi jelas jasa pendidikan yang bersifat komersial dalam batasan tertentu akan dikenai PPN,” ucapnya.
Meski demikian, dia tak menjelaskan batasan iuran tertentu pada sekolah yang akan dikenakan PPN. Hal ini akan dibahas lebih lanjut antara pemerintah dan DPR, sehingga belum menetapkan berapa batasan tarif iuran pendidikan yang akan dikenai PPN.
"Kita tidak mungkin membuat jasa pendidikan ini, kemudian masyarakat kebanyakan tidak bisa mengakses pendidikan, itu tidak mungkin pemerintah melakukan hal itu. Bagaimana mungkin? Sementara APBN saja sekarang bekerja, memberikan 20 persen dari budget kita kepada sektor pendidikan," ucapnya.
Berdasarkan rancangan RUU KUP, pemerintah menghapuskan jasa pendidikan dari kategori jasa bebas PPN. “Jenis jasa yang tidak dikenai PPN yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut, g (jasa pendidikan) dihapus seperti pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi; dan pendidikan luar sekolah seperti kursus,” tulis rancangan RUU KUP.
Secara total, pemerintah mengeluarkan 11 jenis jasa dari kategori bebas PPN. Dengan demikian, hanya tersisa enam jenis jasa kategori bebas PPN dari sebelumnya 17 jenis jasa. Pertama, jasa pelayanan medis. Nantinya, jasa dokter umum, dokter hewan, ahli kesehatan, bidan, hingga rumah sakit dan laboratorium kesehatan akan dihapus dari kategori bebas PPN. Kedua, jasa pelayanan sosial seperti panti asuhan, panti jompo, pemakaman, hingga jasa lembaga rehabilitasi.
Ketiga, jasa pengiriman surat dengan perangko, yakni yang selama ini dilakukan PT Pos Indonesia (Persero). Keempat, jasa keuangan, contohnya seperti jasa penyediaan tempat menyimpan barang dan surat berharga. Kelima, jasa asuransi.
Keenam, jasa pendidikan seperti pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi; dan pendidikan luar sekolah seperti kursus. Ketujuh, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi. Kedelapan, jasa angkutan umum di darat, air, dan udara dalam dan luar negeri.
Kesembilan, jasa tenaga kerja seperti jasa penyediaan asisten rumah tangga. Kesepuluh, jasa telepon umum yang menggunakan uang logam. Terakhir kesebelas adalah jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Pemerintah juga berencana untuk menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen. "Tarif PPN adalah 12 persen," tulis Pasal 7 ayat 1 draft RUU KUP.