Muslim Prancis Alami Dampak Serius dari Pandemi Covid-19
Mayoritas Muslim Prancis hidup bekerja tanpa perlindungan memadai selama pandemi.
REPUBLIKA.CO.ID, Setiap pekan, Mamadou Diagouraga berziarah ke makam ayahnya di Paris. Ayahnya meninggal akibat covid-19. "Ayah saya yang pertama, dalam setahun pemakaman menjadi penuh,"katanya seperti dilansir reuters, Senin (15/6).
Populasi Muslim di Prancis diperkirakan terbesar di Uni Eropa. Sayangnya, tidak diketahui berapa serius dampak covid-19 terhadap Muslim Prancis mengingat hukum di negara itu melarang pengumpulan data berdasarkan afiliasi etnis dan agama.
Namun, data yang kumpulkan Reuters, jumlah Muslim Prancis yang meninggal karena covid-19 lebih tinggi dari populasi secara keseluruhan. Dari data resmi yang dihimpun reuters, angka kematian pada tahun 2020 di antara penduduk Prancis kelahiran Afrika Utara yang mayoritas Muslim adalah dua kali lebih tinggi di antara mereka yang lahir di Prancis.
Merujuk temuan peneliti dan fakta di lapangan, umat Islam cenderung hidup di bawah garis kemiskinan. Kebanyakan Muslim Prancis bekerja sebagai sopir atau kasir dengan kondisi tempat tinggal yang kumuh dan padat.
"Mereka (komunitas Muslim), yang pertama harus membayar mahal dampak dari covid-19,"ungkap Kepala Asosiasi Muslim di Seine-Saint-Denis, M'Hammed Henniche.
Dampak Covid-19 terhadap etnis minoritas dikarenakan faktor yang sama juga dialami negara lain termasuk Amerika Serikat. Namun, di Prancis, pandemi ini semakin memperlebar jurang ketidaksetaraan antara Muslim Prancis dengan warga lainnya.
Situasi ini diperkirakan akan menjadi isu sentral dalam pemilihan Presiden Prancis. Lawan berat Presiden Emmanuel Macron menurut jajak pendapat adalah politisi sayap kanan, Marine Le Pen yang konsisten menyerang komunitas Muslim, terorisme, imigrasi, dan kriminalitas.
Ditanya dampak covid terhadap komunitas Muslim, seorang perwakilan pemerintah mengaku tidak memiliki data tersebut. "Kami tidak memiliki data yang terkait dengan agama," kata dia.
Saksi
Dari respons negatif pemerintah, data yang mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut adalah lahan pemakaman Muslim. Ciri dari pemakaman Muslim di Prancis mudah diketahui karena ditata secara khusus berupa deretan makam sejajar dengan arah menghadap Barat, tepatnya Makkah, Saudi.
Pemakaman di Valenton tempat ayah Diagouraga, Boubou dimakamkan, berada di wilayah Val-de-Marne, di luar Paris. Menurut angka yang dikumpulkan Reuters dari 14 lahan pemakaman di Val-de-Marne, pada tahun 2020 ada 1.411 makam Muslim atau naik dari 626 makam di tahun sebelum pandemi. Kenaikan itu mencapai 125 persen dibandingkan dengan peningkatan 34 persen untuk pemakaman umum di wilayah itu.
Pembatasan perbatasan selama pandemi mencegah banyak keluarga mengirim kerabat yang meninggal kembali ke negara asal untuk dimakamkan. Tidak ada data resmi, tetapi pengurus mengatakan sekitar tiga perempat Muslim Prancis dimakamkan di luar negeri sebelum Covid-19.
Petugas, imam, dan kelompok non-pemerintah yang terlibat dalam pemakaman Muslim mengatakan tidak ada cukup slot untuk memenuhi permintaan pada awal pandemi memaksa banyak keluarga mencari tempat untuk menguburkan kerabatnya.
Pada 17 Mei tahun ini, Samad Akrach tengah bertugas di kamar mayat di Paris untuk mengambil jenazah Abdulahi Cabi Abukar, seorang Somalia yang meninggal pada Maret 2020 karena COVID-19. Petugas alami kesulitan melacak keluarganya.
Akrach, Presiden Badan Amal Tahara yang melayani pemakaman Muslim untuk kalangan tak mampu bersama 38 relawan menguburkan warga Somalia secara Muslim di pemakaman Courneuve, pinggiran kota Paris.
Akrach bersama relawan telah melayani 764 pemakaman pada 2020, naik dari 382 pada 2019. Setengahnya meninggal karena COVID-19. "Komunitas Muslim terkena dampak dalam periode ini," katanya.
Ahli statistik juga menggunakan data kelahiran penduduk asing untuk mengetahui dampak Covid pada etnis minoritas. Dari data tersebut diketahui angka kematian penduduk Prancis yang lahir di luar negara itu naik 17 persen pada tahun 2020, dibandingkan 8 persen untuk penduduk kelahiran Prancis.
Seine-Saint-Denis, wilayah Prancis dengan jumlah penduduk tertinggi yang tidak lahir di Prancis, mengalami peningkatan kematian sebesar 21,8 persen dari 2019 hingga 2020 atau naik dua kali lipat. Kenaikan angka kematian warga Prancis keturunan Afrika Utara 2,6 kali lebih tinggi. Angkanya semakin meningkat di kalangan keturunan Afrika Sub-Sahara yakni 4,5 kali lebih tinggi.
"Kita bisa menyimpulkan, imigran Muslim terkena dampak serius pandemi covid,"ungkap Michel Guillot, Direktur Penelitian, Institut Studi Demografi Prancis.
M'hammad Henniche, Kepala Asosiasi Muslim Prancis di Seine-Saint-Denis, mengaku yang pertama kali merasakan dampak Covid-19 di komunitasnya. Henicche menerima banyak panggilan telepon dari keluarga yang mencari bantuan untuk menguburkan jenazah mereka.
"Bukan karena mereka Muslim. Itu karena mereka termasuk dalam kelas sosial yang tidak memiliki hak," katanya.
Menurutnya, kalangan pekerja kerah putih dapat melindungi diri dari covid dengan bekerja di rumah. "Bagaimana dengan tukang bersih-bersih, petugas pengambil sampah, kasir, mereka tidak bisa bekerja dari rumah. Mereka harus bekerja dengan menggunakan angkutan umum," katanya.
"Begitu menyakitkan, karena ada ketidakadilan. Kenapa saya dan Kenapa selalu kita?" kata dia.