Perjalanan Haji Raja Afrika Bagikan Emas
Mali berada di puncak kejayaannya pada masa Raja Mansa Musa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beberapa dekade setelah wafatnya Nabi Muhammad, Islam mulai berkembang di wilayah Afrika. Mulai dari Afrika Utara, perlahan Islam memasuki Benua Hitam itu. Salah satunya adalah wilayah Afrika Barat. Perdagangan bukan hanya mengalirkan kekayaan di wilayah Afrika Barat melainkan juga menyebarkan agama Islam.
Saking berkembangnya, muncul kerajaan Islam pertama, yaitu Kerajaan Mali. Mali berada di puncak kejayaannya pada masa Raja Mansa Musa yang memerintah pada tahun 1312-1327.
Firas al-Khateeb menjelaskan dalam buku Sejarah Islam yang Hilang, Mali tumbuh di sabana selatan Gurun Sahara sebagai entitas politik Muslim utama. Sayangnya, saat itu, masih banyak yang belum mengetahui keberadaan kerajaan itu. Yang paling diketahui tentang Mali adalah cerita perjalanan haji Mansa Musa pada 1324 ke Makkah.
Kala itu, rombongan Mansa Musa berangkat dari sabana ditemani 12 ribu orang. Setiap orang memakai jubah sutra dan membawa dua kilogram emas dari tambang emas Mali. Unta-unta juga membawa tas pasir emas yang dibagikan kepada orang miskin di sepanjang perjalanan.
Oleh karena itu, banyak warga yang kagum akan dermawannya Raja Mansa Musa. Saat ia tiba di Mesir yang saat itu dipimpin Dinasti Mamluk, Mansa meninggalkan kesan mendalam bagi pejabat lokal. Bagi mereka, Raja Mansa merupakan Muslim yang sangat shaleh, tak pernah lupa beribadah, dan menguasai Alquran.
Kabarnya, di Mesir, Mansa memberikan banyak emas kepada penduduk kota sehingga menimbulkan inflasi tak terduga. Perjalan kembali dari Makkah menuju Mali juga mengesankan. Mali masih dalam proses Islamisasi dan keyakinan penduduknya masih bercampur dengan ortodoksi Islam. Ini membuat Raja Mansa menganggap perlunya pengetahuan agama yang lebih baik.
Dengan memanfaatkan kekayaan sebagai alat untuk memajukan Mali, ia membayar banyak ulama, guru, dan seniman untuk menemaninya kembali ke Afrika Barat. Akibatnya, orang Arab, Persia, dan Andalusia datang ke Mali berasama Mansa pada tahun 1320-an untuk mendidik penduduk Mali.
Selain itu, banyak cendekiawan yang membantu Mali menjadi garda terdepan ilmu pengetahuan. Setengah abad setelah Mongol menghancurkan Rumah Hikmah Baghdad, pusat keilmuan baru bangkit di Afrika Barat.
Raja juga mendirikan pusat keilmuan Mali yang disebut Timbuktu. Sekitar 20 kilometer di utara Sungai Niger, Timbuktu terletak di perbatasan Gurun Sahara dan menjadi tempat pemberhentian utama di sepanjang jalur perdagangan trans-Sahara.
Perpusatakaan, masjid, dan universitas bermunculan di Timbuktu. Arsitek Andalusia bernama Abu Ishaq ditugaskan oleh raja untuk membangun istana, masjid, dan sekolah di seluruh Timbuktu untuk menyangi pusat dunia Islam.
Seiring berdatangnya ulama dari Arab dan pertumbuhan masyarakat Afrika di Timbuktu, Mali menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam terkemuka di dunia saat itu saat peradaban Islam di tempat lain sedang menurun. n Meiliza Laveda