Rekor Kasus DKI Hari Ini Diisi 15 Persen Kasus Covid Anak

Aturan melarang anak di tempat publik bisa hindari tingginya kasus anak.

Republika/Thoudy Badai
Orang tua mengantarkan anaknya yang terpapar covid-19 untuk dibawa ke Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Rr Laeny Sulistyawati

Kasus harian Covid-19 di DKI Jakarta kembali memecahkan rekor dengan 7.505 kasus baru pada hari ini, Kamis (24/6). Sebanyak 15 persen di antaranya merupakan anak-anak.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia, mengatakan, tren kasus positif aktif pada anak di bawah usia 18 tahun masih terus meningkat. Dari 7.505 kasus baru hari ini, 15 persen di antaranya adalah anak-anak usia di bawah 18 tahun.

Rinciannya, 830 kasus anak usia 6-18 tahun dan 282 kasus adalah anak usia 0-5 tahun. Dwi mengimbau para orang tua agar menjaga anak-anaknya lebih ketat dan menghindari keluar rumah membawa anak.

"Sebisa mungkin lakukan aktivitas di rumah saja bersama anak, karena kasus positif pada anak saat ini masih tinggi,” kata Dwi dalam siaran pers resmi Pemprov DKI Jakarta, Kamis.

Pada 20 Juni lalu, Dwi juga menyampaikan soal kasus Covid-19 pada anak. Dari 5.582 kasus positif hari itu, 879 di antaranya adalah anak-anak. Persentasenya 15,7 persen dibanding total kasus harian. Rinciannya 655 kasus anak usia 6-18 tahun dan 224 kasus adalah anak usia 0-5 tahun.

Sedangkan pada 17 Juni, Dwi menyebut kasus anak sebanyak 661 kasus (16 persen) dari total kasus harian 4.144 kasus. Rinciannya, 517 anak usia 6-18 tahun dan 144 kasus anak usia 0-5 tahun.

Mengutip data dari situs corona.jakarta.go.id, per 23 Juni, akumulasi kasus anak sudah mencapai 59.741 kasus. Rinciannya, 46.330 kasus pada anak usia 5-18 tahun, 10.726 kasus pada anak usia 1-4 tahun, dan 2.685 kasus pada anak usia di bawah 1 tahun.

Masih terkait anak, klaster keluarga memang merupakan salah satu penyumbang kasus baru Covid-19 terbanyak di Jakarta. Selama pekan lalu saja, klaster keluarga tercatat menyumbang 10 ribu lebih kasus positif.

Dwi menerangkan, selama periode 14-20 Juni, terdapat 10.967 orang positif dari 912 keluarga. Selain klaster keluarga, kata dia, klaster perkantoran juga jadi penyumbang kasus dominan. Untuk klaster perkantoran pada 14-20 Juni, ditemukan sebanyak 576 kasus positif dari 105 kantor.

Dengan banyaknya klaster penyebaran Covid-19 pada pekan lalu, Dwi pun mengimbau warga agar mengurangi mobilitas. "Taati aturan bekerja dari kantor sebanyak 25 persen kapasitas dan sisanya bekerja dari rumah. Keluar rumah jika benar-benar penting, tentu kita semua tidak ingin jika kasusnya semakin bertambah ke depannya,” kata Dwi dalam siaran pers resmi Pemprov DKI Jakarta.

Kenaikan kasus anak yang terus meningkat mengingatkan pada kondisi di India. Ketua Satgas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban, mengatakan, saat India mengalami gelombang kedua peningkatan kasus Covid-19 ternyata juga menginfeksi usia muda. Ia menyebutkan sekitar 32 persen warga berusia kurang dari 30 tahun terinfeksi virus ini.

Pasein yang dirawat inap pun 35,5 persen di usia 20 hingga 39 tahun. Usia kurang dari 19 tahun juga naik 5,8 persen.

"Apa yang terjadi di Indonesia (peningkatan kasus Covid-19 pada anak) juga terjadi di India," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (24/6).

Lebih lanjut ia mengatakan, anak Indonesia terinfeksi Covid-19 karena varian baru dari India yaitu Delta yang lebih dominan. Ini menyebabkan kenaikan infeksi pada usia yang lebih muda, seperti yang terjadi di India.

"Hanya saja jumlah kasusnya tidak mencolok. Ini seperti yang dikatakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)," katanya.

Terkait kematian anak akibat Covid-19, Zubairi menilai ini menjadi masalah lumayan serius karena di negara lain lebih sedikit sedangkan negara Indonesia lebih tinggi. Oleh karena itu, ia menilai fenomena ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.

"Ini sekarang dicek dan ricek supaya penanganannya lebih baik ke depan," ujarnya.

Baca Juga


Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo, menilai tingginya penularan Covid-19 pada anak karena orang tua dan pemerintah sama-sama tidak melindungi anak. Menurut Windhu, penularan virus tidak tergantung pada umur tetapi mereka terpapar virus ini karena sering keluar rumah, kemudian tidak menjalankan protokol kesehatan maka semua bisa tertular tanpa melihat umur.

Kemudian kalau seperdelapan dari jumlah kasus Covid-19 terjadi anak-anak, itu artinya orang tua tidak melindungi anak. "Orang tua membawa anak keluar rumah, diajak jalan-jalan ke mal, jalan-jalan ke tempat piknik, tempat wisata, kemudian pergi bersilaturahmi ke orang lain atau kerabat dengan membawa buah hati. Akibatnya anaknya kan bisa tertular virus," katanya.

Tak hanya itu, ia menilai pemerintah juga tidak melindungi anak. Seharusnya, dia melanjutkan, Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 daerah melarang anak-anak dan orang tua masuk ke mal, pasar. Selain itu, satgas di tempat wisata juga melarang bawa anak. Ia mengibaratkan larangan ini sama seperti sebelum pandemi, yaitu pasti ada tulisan dilarang membawa anak ketika membesuk pasien di rumah sakit.

Aturan ini dibuat sebab anak jangan sampai terpapar orang yang sakit penyakit menular. Katanya, jadi cara melindungi anak dari Covid harus dimulai dengan tidak membawa anak keluar rumah.

"Boleh bawa keluar anak keluar, tetapi cukup keliling saja naik mobil atau motor. Tetapi jangan ajak anak makan ke tempat umum padahal itu berisiko," katanya.

Jika ingin membeli makanan bisa menyuruh orang lebih muda untuk mendapatkannya. Kemudian, ia meminta pemerintah yang memberikan garis-garis batas panduan larangan anak masuk ke tempat publik termasuk mal hingga tempat wisata.

"Sedangkan Indonesia kan tidak, tempat wisata penuh dengan anak-anak bahkan sampai berjubel. Artinya pemerintah dan masyarakat tidak melindungi anak," katanya.

Terkait kematian anak akibat Covid-19, ia menjelaskan sebenarnya anak-anak lebih kuat dibandingkan orang tua karena daya tahan tubuhnya masih lebih baik. Sejak lahir sudah mendapatkan imunitas dari ASI, imunisasi dasar, apalagi kondisi jaringan sel masih bagus.

Jadi kalau kena infeksi dia tidak mudah untuk sakit berat sampai meninggal. Berbeda halnya dengan orang tua yang mengalami degenerasi sel-sel organ seperti jantung.

"Tetapi kematian anak Indonesia jadi salah satu yang tertinggi di dunia, bahkan 10 kali lipat dibandingkan persentase Amerika Serikat (AS). Bahkan, angka kematian anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan kasus nasional yaitu 2,7 persen versus 3 persen," ujarnya.

Ia menjelaskan, penyebabnya adalah anak-anak Indonesia banyak mengalami malnutrisi, kekerdilan (stunting) dibandingkan anak di negara maju karena kemiskinan yang membuat daya beli masyarakat negara ini lebih rendah. Selain itu, dia melanjutkan, ketika anak keluar rumah, kondisi lingkungan yang buruk mengakibatkan anak mudah terinfeksi dengan penyakit lain.

"Kemudian, infeksi penyakit lain itu akan memburuk karena tertular Covid-19. Itu yang membuat kasus kematian anak Indonesia lebih tinggi dibandingkan luar negeri," ujarnya.


Tips bicara mengenai Covid-19 kepada anak. - (Republika.co.id)












BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler