Menkes Kaji Vaksin Sinovac-Pfizer untuk Anak-Remaja
Menkes sedang berkonsultasi dengan ITAGI mengenai opsu vaksinasi bagi anak-remaja.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra Wahyu Suryana, Adysha Citra R, Farah Noersativa, Ali Mansur, Rr Laeny Sulistyawati
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyoroti tingginya jumlah penderita Covid-19 usia anak-anak hingga remaja saat ini. Pemerintah, ujarnya, masih terus memantau perkembangan yang terjadi mengenai fenomena ini.
Menurut statistik yang terukur hingga saat ini, Budi melanjutkan, pasien Covid-19 di bawah 18 tahun memiliki tingkat kesembuhan 99 persen lebih tinggi ketimbang pasien berusia di atas 18 tahun.
Pemerintah juga menyiapkan langkah preventif berupa vaksinasi Covid-19 untuk mencegah lebih banyak anak-anak dan remaja yang terpapar. Namun, langkah ini masih perlu kajian mendalam.
Ada dua vaksin Covid-19 yang saat ini sudah mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk disuntikkan kepada warga berusia muda. Pertama, vaksin Sinovac yang bisa diberikan kepada anak-anak di atas 3 tahun hingga remaja usia 17 tahun.
"Kemudian satu lagi adalah Pfizer yang bisa umur 12 sampai 17. Itu sudah keluar Emergency Use of Authorization-nya," kata Budi, Jumat (25/6).
Pemerintah mengaku telah berkoordinasi dengan ITAGI mengenai opsi vaksinasi bagi anak-anak dan remaja ini. Budi menambahkan, pihaknya terus mendengar masukan dari berbagai organisasi profesi dan para ahli untuk bisa mengambil kebijakan yang terbaik.
"Mengenai pemberian vaksin ini ke remaja. Kita juga melakukan studi dan mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa melalui keputusan di negara-negara lain seperti apa, negara-negara Eropa, negara-negara Amerika, negara-negara Asia bagaimana mereka melakukan treatment pemberian vaksin untuk di bawah usia 18 tahun," kata Budi.
Epidemiolog UGM, dr Citra Indriani, mengatakan, sejak awal anak-anak berisiko terinfeksi Covid-19. Tapi, pengetahuan tentang infeksi virus menunjukkan gejala yang terjadi kepada anak sedang ke berat.
"Pengetahuan kita belum sepenuhnya lengkap untuk virus corona ini, sehingga masih berkembang. Apalagi, virus mengalami mutasi dan menyebabkan perubahan karakternya," kata Citra, Jumat (25/6).
Ia mengakui, vaksin yang ada saat ini belum direkomendasikan untuk anak karena semua vaksin ketika akan digunakan harus melalui uji klinis terlebih dulu. Efikasinya apakah memberikan manfaat atau tidak meskipun pada saat kegawatdaruratan.
"Pada saat ini memang kita masih dan harus menunggu hasil uji klinis kepada kelompok anak sebelum bisa kita berikan ke anak-anak," ujar Citra.
Meski sudah ada vaksin yang direkomendasi WHO Strategic Advisory Group of Expert (SAGE) untuk anak berusia 12 tahun seperti Pfizer. Tapi, selama ini, anak-anak memang belum menjadi prioritas secara global.
Dengan perkembangan situasi dan bukti ilmiah yang dihimpun, bisa jadi akan ada rekomendasi baru dan akan mengubah kebijakan. Karenanya, ia mengingatkan, saat ini senjata utama mencegah penyebaran covid merupakan protokol kesehatan.
"Makan bersama orang selain di luar rumah sangat berisiko karena sama-sama buka masker dan pasti ngobrol, kalau kita lihat masih banyak yang melakukan. Anak bisa dilindungi bila kita dewasa, orang tua, pengasuh jalankan prokes ketat," kata Citra.
Atas lonjakan kasus saat ini, orang-orang dewasa diharapkan bisa patuh prokes karena jadi sumber klaster. Selain itu, ia khawatir bila pembelajaran tatap muka dimulai di sekolah akan memperparah angka kejadian kasus covid kepada anak.
"Saya kira di daerah dengan transmisi tinggi sudah tepat untuk menunda kegiatan sekolah tatap muka," kata Citra.
Selain belum adanya vaksin yang efektif bagi anak untuk mencegah penularan virus covid, Citra menegaskan, penerapan prokes kepada anak-anak dan prokes ketat dari orang tua sebenarnya diharapkan sebagai senjata terakhir melindungi anak-anak.
"Proses test, tracing, treatment (3T) tidak untuk melindungi anak-anak, tapi prokes anak dan prokes orang tua yang melindungi," ujar Citra.
Vaksin Covid-19 Pfizer/BioNTech kini sudah diberikan untuk anak berusia minimal 12 tahun di beberapa negara. Pfizer Inc pun memulai pengetesan vaksin untuk anak berusia lebih muda.
Dilansir dari Business Today, Pfizer akan memulai pengetesan vaksin Covid-19 pada anak berusia di bawah 12 tahun dengan cakupan yang lebih luas. Kali ini, jumlah anak yang terlibat dalam uji klinis mencapai 4.500 orang.
Ada lebih dari 90 situs klinis yang digandeng dalam studi ini. Situs-situs klinis ini berlokasi di Amerika Serikat, Finlandia, Polandia, dan Spanyol.
Sebelumnya, Pfizer telah melakukan pengujian fase I yang melibatkan 144 anak. Pada fase I ini, Pfizer memberikan total dua dosis vaksin Covid-19 Pfizer/BioNTech kepada para partisipan anak dengan besaran dosis yang lebih kecil dibandingkan dosis untuk orang dewasa.
Berdasarkan keamanan, tolerabilitas, dan respons imun pada uji klinis fase I, Pfizer mengungkapkan bahwa mereka akan memberikan satu dosis vaksin berukuran 10 mikrogram pada anak berusia 5-11 tahun pada uji klinis kali ini. Selain itu, mereka juga akan memberikan satu dosis vaksin berukuran 3 mikrogram untuk anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun.
Juru Bicara Pfizer mengatakan mereka memperkirakan data dari partisipan anak berusia 5-10 tahun akan didapatkan pada September 2021. Di bulan yang sama, Pfizer berencana untuk meminta izin penggunaan darurat vaksin bagi anak di kelompok usia tersebut kepada regulator.
Data dari partisipan anak berusia 6 bulan hingga 2 tahun diprediksi akan didapatkan tak lama setelahnya. Pfizer memperkirakan data ini bisa didapatkan pada Oktober atau November 2021.
Sejauh ini, vaksin Covid-19 hasil kolaborasi Pfizer dan BioNTech itu telah diberikan untuk anak berusia minimal 12 tahun di Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. Mereka menerima dosis yang sama seperti orang dewasa yaitu 30 mikrogram per dosis.
Sudah ada hampir 7 juta remaja yang menerima setidaknya satu dosis vaksin Pfizer/BioNTech di Amerika Serikat menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Upaya vaksinasi Covid-19 pada kelompok remaja dan anak kecil dinilai sebagai langkah penting untuk mencapai kekebalan kelompok dan meredakan pandemi.
Dari China dilaporkan, negara tersebut juga memiliki keinginan memvaksinasi anak-anak. Dilansir dari laman AP News pada pertengahan Juni 2021 regulator setempat mengambil langkah pertama pekan lalu dengan menyetujui penggunaan vaksin Sinovac negara itu untuk anak-anak berusia tiga tahun hingga 17 tahun. Mereka mengumumkan hal yang sama untuk vaksin Sinopharm pada Jumat. Sayangnya, tidak ada tanggal yang ditetapkan untuk memulai penyuntikan.
China menyetujui penggunaan darurat vaksin Covid-19 Sinovac untuk anak mulai usia tiga tahun. Juru Bicara Sinovac mengatakan perusahaan telah menyelesaikan uji coba fase awal vaksin pada anak-anak dan remaja. "Hasilnya akan segera dipublikasikan di jurnal ilmiah Lancet," ujar juru bicara.
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 kasus Covid-19 terjadi pada anak usia sekolah 12,51 Persen dan belum sekolah 87,49 persen. "Berdasatkan data Satgas per 17 Juni 2021, persentase kasus Covid-19 pada usia anak sekolah sebesar 12,51 persen (235.527 kasus). Artinya, dari delapan pasien tertular Covid-19, satu diantaranya adalah anak-anak usia sekolah yang berumur sampai 18 tahun," ujar Ketua Bidang Komunikasi Publik Satuan Tugas ( Satgas) Covid-19 Hery Trianto saat dihubungi Republika, Kamis (24/6).
Kemudian, Satgas Covid-19 juga mencatat penularan Covid-19 terjadi pada anak non-usia sekolah sebanyak 87,49 persen (1.647.684 kasus). Di antara kalangan anak usia sekolah, dia melanjutkan, sebaran kasus Covid-19 yaitu pendidikan anak usia dini (PAUD) 0-2 tahun (30.442 kasus); TK 3-6 tahun (32.582 kasus); SD 7-12 tahun (65.634 kasus); SMP 13-15 tahun (47.267 kasus); SMA 16-18 tahun (59.602 kasus). Satgas mencatat, penambahan kasus Covid-19 pada anak berada pada puncaknya pada Januari 2021 untuk seluruh kelompok umur. Jumlah kasus aktif kemudian mengalami penurunan hingga April dan kembali mengalami kenaikan pada Mei 2021.
"Kemudian kematian tertinggi terjadi pada usia 0 hingga 2 tahun yaitu 0,82 persen, diikuti kelompok usia 16-18 tahun sebanyak 0,23 persen, dan umur 3 hingga 6 tahun 0,23 persen," katanya.