Juni yang Mengkhawatirkan, Nakes Kembali Berguguran
IDI menyebut pada Juni ini sebanyak 27 dokter meninggal.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Meiliza Laveda, Rr Laeny Sulistyawati, Febryan A, Nawir Arsyad Akbar
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan, kondisi pandemi saat ini semakin mengkhawatirkan. Tenaga kesehatan (nakes) yang berjuang di garis depan pandemi dan menjadi korban pun jumlahnya terus bertambah.
“Per bulan Juni total bisa dikatakan 401 dokter telah meninggal. Gambaran ini memperlihatkan jumlah dokter yang meninggal meningkat pada bulan Juni,” kata Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi, SpOT dalam acara jumpa pers Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Jumat (25/6).
Sebelumnya, akhir Mei lalu, jumlah dokter yang meninggal ada 374 orang. Jika ditotal sampai sekarang ada peningkatan sekitar 27 orang. Kemudian dari data perawat yang dikoordinasikan dengan teman-teman persatuan perawat nasional Indonesia (PPNI) ada 315 perawat yang meninggal, tenaga laboratorium 25, dokter gigi 43, apoteker 15, dan bidan 150.
Dibandingkan Januari lalu, satu bulan ada 65 dokter yang meninggal. Jika dilihat dari jumlah occupancy rate, kondisi sekarang jauh lebih buruk.“Perlu disampaikan jika dilihat dari kelompok umur, yang paling berisiko adalah kelompok di atas 65 tahun,” ujar dia.
Lebih lanjut, Adib mengatakan perlu adanya upaya meningkatkan kewaspadaan Covid-19, perketat penggunaan alat pelindung diri (APD), mengatur skala prioritas dan memberikan layanan. Ini termasuk mengurangi jam praktek pada dokter.
“Kami imbau kepada para dokter di atas 65 tahun agar tetap di rumah dan tentunya mohon bantuan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Yang jelas, kurangi aktivitas sosial, perketat penerapan 6M, dan melaporkan ke dokter mitigasi atau cabang dan perhimpunan masing-masing,” tambah dia.
Salah satu dokter yang meninggal baru-baru ini termasuk Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tangerang Selatan (Tangsel) sekaligus Kepala Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Tangsel Imbar Umar Gazali. Imbar meninggal pada Rabu (23/6)
“Iya beliau tadi subuh jam 04.40 WIB meninggal,” ujar Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie saat dikonfirmasi Republika, Rabu (23/6).
Menurut keterangan Benyamin, Imbar telah dinyatakan positif Covid-19 sebelum akhirnya wafat. Dia mengatakan, Imbar terpapar Covid-19 sekitar sepekan yang lalu dan meninggal dunia usai menjalani perawatan intensif di salah satu rumah sakit di Jakarta.
“Iya beliau (terpapar) Covid-19. Terpapar sejak satu minggu yang lalu, beliau isolasi mandiri sebelumnya di rumah, kemudian tadi malam baru di ICU. Tadi malam saya whatsapp-an, katanya mau ke ICU di Jakarta. Lalu tadi subuh dikabarkan meninggal,” terangnya.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pun mencatat perawat yang terinfeksi virus ini per 1 April 2021 hingga 21 Juni 2021 bertambah sebanyak 497 orang. Padahal, para nakes telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap.
"Penambahan perawat terinfeksi virus sebanyak 497 orang, terhitung sejak 1 April hingga 21 Juni 2021," kata Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat saat dihubungi Republika, Senin (21/6).
PPNI juga mencatat total akumulasi perawat yang terkonfirmasi positif Covid-19 sejak awal pandemi Maret 2020 hingga 21 Juni 2021 yaitu sebanyak 6.040 orang.
"Sementara itu, perawat yang meninggal dunia akibat Covid-19 sejak awal pandemi Maret 2020 sampai hari ini 21 Juni 2021 sebanyak 314 jiwa," katanya.
Pada Kamis (24/6), seorang nakes RSDC Wisma Atlet bernama Liza Putri Noviana menjadi yang pertama meninggal dunia sejak rumah sakit darurat itu digunakan selama pandemi.
“Hari ini kita telah kehilangan seorang tenaga kesehatan yang berdedikasi tinggi, Saudari Liza Putri Noviana, AMK. Almarhumah lahir di Surakarta, 8 November 1987,” ujar Mulyo Aji dilansir kantor berita Antara, Kamis (24/6).
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih meminta pemerintah meningkatkan perlindungan kepada nakes di tengah lonjakan kasus Covid-19. Mengingat lonjakan kasus yang begitu tajam, diikuti juga dengan peningkatan kasus kematian akibat Covid-19.
"Maka bersama ini Pengurus Besar lkatan Dokter Indonesia memohon kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang bekerja membantu perawatan pasien Covid-19, agar tidak mudah terinfeksi sehingga dapat terus memberikan pertolongan dan perawatan serta dapat menjamin pelayanan terhadap pasien," kata Daeng dalam siaran persnya, Senin (21/6).
Selain itu, Daeng juga memohon kepada seluruh pemerintah daerah, khususnya yang daerahnya mengalami lonjakan kasus Covid-19 dan daerah di sekitarnya untuk menyempurnakan strategi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro. Langkah ini sebagai upaya memutus rantai penularan serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020.
"Segera mengambil kebijakan emergency dengan pengetatan dan pembatasan mobilitas serta aktivitas warga untuk mengendalikan kondisi darurat tingginya lonjakan kasus Covid-19 di daerah masing-masing dan mencegah kolapsnya pelayanan kesehatan," ujar Daeng.
Selanjutnya, IDI juga memohon kepada pemerintah untuk mempercepat vaksinasi massal dan memperluas upaya tracing dan testing pada semua kelompok umur, termasuk anak-anak.
Terakhir, IDI meminta masyarakat untuk disiplin melaksanakan protokol kesehatan dengan pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas dari aparat penegak hukum.
"Demikian seruan yang kami sampaikan atas perkenannya kami sampaikan terimakasih," kata Daeng.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi, SpOT menganjurkan adanya fase relaksasi untuk para tenaga kesehatan dan tenaga medis. Upaya ini dilakukan untuk menghindari kondisi burnout akibat lonjakan kasus Covid-19.
“Saat ini kita sedang survei. Untuk data terbaru belum data. Tapi kalau dari data lama, salah satu upaya antisipasi yang dilakukan beberapa rumah sakit adalah membuat klinik semacam trauma center atau klinik konsultasi,” kata dr Adib dalam acara jumpa pers Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Jumat (25/6).
Adanya klinik konsultasi merupakan upaya yang mendukung secara psikologis. Namun, yang terpenting adalah bagaimana mengatur pola shifting kerja. Jika tidak ada waktu relaksasi dan pola shifting tidak baik, ini akan membawa beban luar biasa bagi para tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Baik secara psikis dan fisik, ini mungkin meningkatkan risiko kelelahan (burnout). Adib menyarankan salah satu upaya dari pedoman standar perlindungan dokter adalah mengatur pola shifting kerja yang baik. Sebab, ini akan mengurangi risiko burnout.
“Data dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ada 83 persen yang terkena burnout pada bulan Oktober lalu,” ujar dia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengakui kondisi pandemi saat bisa mengakibatkan krisis perawat. Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat mengaku PPNI saat ini hanya membantu merekrut relawan.
"Terkait pemanfaatan dan penempatan diserahkan ke Kemenkes kalau pusat dan Dinkes kalau di daerah," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (13/6).
Untuk mencegah semakin banyak nakes terpapar virus ini, pihaknya meminta nakes harus disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes) dan standard operational prosedure (SOP) kerja. Instansi juga diminta harus mengatur jadwal kerja yang berimbang dan lebih baik jika diberikan suplemen dan fasilitas istirahat yang baik untuk menjaga kebugaran nakes. Di lain pihak, Jajat meminta masyarakat harus tetap waspada.
"Sebab, meski virus corona tidak terlihat, dia masih ada. Berani mengabaikan prokes, berarti berani mengambil risiko terburuk," ujarnya.