Dekan FKUI Bicara Ivermectin
Saat ini Ivermectin masih dalam tahap uji klinik sebagai terapi Covid.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan obat cacing Ivermectin masih menjadi pro kontra di kalangan tenaga medis dan akademisi. Dekan Fakuktas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam, mengatakan dalam studi terbaru penggunaan Ivermectin disebut tidak signifikan hasilnya sebagai terapi Covid-19.
Ari menghimpun data di website www.pubmed.com dan publikasi terbaru tanggal 28 Juni menyebutkan suatu analisa beberapa studi-studi randomize control trial atau studi ini acak standar. Artinya ada subjek yang mendapatkan Ivermectin dan subjek lainnya tidak mendapatkannya. Kemudian terungkap bahwa hasilnya tidak signifikan.
"Memang dalam studi kecil itu disebutkan ada perbaikan. Tetapi low evidence," ujarnya.
Ari menegaskan sejauh ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan izin edar Ivermectin sebagai obat cacing. "Izin edar yang diberikan oleh BPOM adalah Ivermectin sebagai obat cacing," kata Ari saat menghadiri konferensi virtual BPOM mengenai Ivermectin, Jumat (2/7).
Ia menambahkan, Ivermectin memang diperuntukkan sebagai obat untuk cacing tetapi kalau dilihat metaanalisis tersebut yang menyebutkan tidak terjadi efek yang signifikan antara kelompok yang diberikan obat ini dengan yang tidak mendapatkan obat ini. Artinya, hasil studi tidak menggembirakan untuk menyatakan obat ini signifikan, dilihat dari angka kematian, lama rawat pasien, dan virusnya sendiri.
Jadi, dia menambahkan, meski pada kelompok kecil itu ada yang menunjukkan terjadi perbaikan, ternyata tidaklah signifikan. Dengan kata lain, dia menambahkan, belum ada yang tegas menyatakan obat Ivermectin untuk mengatasi Covid-19.
Oleh karena itu, ia berterimakasih karena ada itikad baik dari peneliti Indonesia, Litbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memberikan kesempatan uji klinik. "Makanya kemarin disetujui penyerahan untuk uji klinik tersebut. Kita tunggu deh uji klinik yang dilakukan ini," katanya.
Ari juga ingin tahu apakah obat ini efektif atau tidak untuk masyarakat Indonesia. Di lain pihak, Ari meminta masyarakat untuk tahu bahwa sampai saat ini Ivermectin masih dalam tahap uji klinik.
Jika obat ini digunakan dalam jangka panjang, ia menerima laporan dari pasien yang mengeluhkan diare, rasa kantuk, mual, muntah. Kemudian pasien dengan gangguan liver bisa mengalami perburukan fungsi hati karena obat ini berpengaruh ke hati. Sebab, dia menjelaskan, kerja obat ini bersifat lokal untuk membunuh larva cacing yang ada di dalam rongga usus.
"Sehingga, kalau (obat bekerja) di dalam darah untuk mengatasi virus maka tentu membutuhkan dosis yang lebih besar lagi. Memang ini perlu studi lanjutan," katanya.