Perguruan Tinggi Abad ke-21 dalam Hegemoni Korporasi Global
Universitas di negara ini tidak lebih hanya menjadi perpanjangan tangan kekuasaan
KH. Dr. Masyhuril Khamis, Ketua Umum PB Al Washliyah
H. J.Faisal, M.Pd, Pemerhati Pendidikan/ Anggota Majelis Pendidikan PB Al Washliyah/ Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIKA, Bogor
REPUBLIKA.CO.ID,Ketika seluruh perguruan tinggi di dunia saat ini sedang membicarakan masalah korporasi yang sudah mulai menguasai wewenang dan otoritas sebuah negara, apakah yang sedang dibicarakan oleh perguruan tinggi di Indonesia?
Ketika seluruh perguruan tinggi di dunia saat ini sedang membicarakan tanda-tanda akhir kehancuran sistem ekonomi kapitalisme yang dilahirkan dari negara-negara Eropa barat dan Amerika, apakah yang sedang dibahas di dalam perguruan tinggi di Indonesia?
Ketika seluruh perguruan tinggi di dunia saat ini sedang membicarakan masalah kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural yang disebabkan oleh kerakusan sebuah sistem pemerintahan yang korup yang berada di bawah bayang-bayang oligarchy, apakah yang sedang menjadi kajian perguruan tinggi di Indonesia?
Ketika seluruh perguruan tinggi di dunia saat ini sedang mendiskusikan dan meneliti tentang konspirasi industri kesehatan dan industri farmasi global dalam pembuatan virus sekaligus vaksin penawarnya, seperti yang sedang dirasakan masyarakat dunia saat ini, apakah yang sedang dibahas oleh perguruan tinggi di Indonesia?
Ketika seluruh perguruan tinggi di dunia saat ini sedang membuat banyak perlindungan untuk konservasi alam dan lingkungan hidup di seluruh dunia, apakah yang sedang dibuat oleh perguruan tinggi di Indonesia?
Ketika seluruh perguruan tinggi di dunia saat ini sedang memperdalam apa arti sesungguhnya tentang makna globalisasi, yang sebenarnya sangat merugikan bangsa-bangsa miskin dan berkembang, apakah yang sedang dikaji oleh perguruan tinggi di Indonesia?
Ketika seluruh perguruan tinggi di dunia saat ini sedang berlomba-lomba untuk melakukan penelitian di segala bidang, termasuk bidang teknologi dan kesehatan, dan terus menuliskan hasil penelitian mereka di jurnal-jurnal Internasional yang diakui derajat keilmuannya oleh ilmuwan-ilmuwan dunia, apakah yang sedang diteliti oleh perguruan tinggi di Indonesia?
Pada bulan Mei 2021 yang lalu, sebuah survey yang dikeluarkan oleh Times Higher Education (THE) telah merilis daftar ranking perguruan tinggi atau universitas-universitas terbaik tingkat dunia (World University rankings 2021).
Edisi 2021 ini merupakan daftar peringkat yang paling ekstensif dan inklusif, karena melibatkan lebih dari 1.500 universitas di 93 negara.
Peringkat universitas versi THE menggunakan 13 indikator untuk menilai dan mengevaluasi sebuah universitas. Semua indikator ini dirancang untuk menyelidiki kinerja universitas di bidang pengajaran, penelitian, internasionalisasi dan transfer pengetahuan.
Proses penyusunan daftar ini juga melibatkan wawancara ekstensif dengan lebih dari 22.000 mahasiswa di seluruh dunia dan penelusuran berapa seringnya hasil riset sebuah universitas dikutip (citation).
Sementara itu, adakah perguruan tinggi atau universitas dari Indonesia yang masuk dalam ranking tersebut, dan ada di posisi keberapakah? Ya ada, yaitu Universitas Indonesia, dimana peringkat Universitas Indonesia ada di posisi ke-867. Posisi itu turun dibandingkan tahun 2020 yang berada di peringkat ke-668. Ranking ini terjun bebas sebanyak hampir 200 peringkat.
Peran perguruan tinggi (universitas)
Perguruan tinggi atau universitas pada dasarnya adalah menjadi salahsatu cerminan dari peradaban sebuah bangsa. Jika sebuah bangsa mempunyai peradaban yang tinggi di bidang keilmuan dan menjadi rujukan bagi bangsa-bangsa lain dalam menjalankan sebuah sistem pendidikan, maka dapat dipastikan bahwa bangsa tersebut mempunyai perguruan tinggi yang baik dan cerdas, dimana di dalamnya terdapat para pelajar, para pemikir, dan para peneliti yang cerdas pula.
Begitupun sebaliknya, jika di dalam sebuah negara atau bangsa yang tidak mampu untuk menunjukkan eksistensi peradabannya kepada dunia luar, maka dapat dipastikan pula bahwa negara atau bangsa tersebut tidak memiliki perguruan tinggi yang mumpuni, karena unsur-unsur di dalamnya, seperti mahasiswa atau pelajarnya, guru-guru atau dosen-dosennya, tidak memiliki kemampuan dan kecerdasan yang baik di dalam pengembangan keilmiahannya.
Apalagi jika negara tersebut tidak mampu atau bahkan tidak berniat untuk mengembangkan sebuah iklim ilmu pengetahuan dan penelitian yang kompetitif. Dengan kata lain, tidak ada penghargaan terhadap pemikiran-pemikiran akademis dari rakyat-rakyatnya yang terpelajar, sehingga tidak ada pemikir yang cerdas yang dapat dihasilkan oleh negara tersebut.
Seperti yang terjadi saat ini di dalam negara kita, Indonesia. Negara ini sepertinya telah kehilangan sebuah entitas dari makna ilmiah yang seharusnya ada di dalam sebuah perguruan tinggi atau universitas. Universitas di negara ini tidak lebih hanya menjadi perpanjangan tangan kekuasaan untuk melegitimasi segala keputusan yang diambil oleh penguasa, ketimbang menjadi pengontrol yang objektif dari sisi akademis dan pemikiran yang rasional.
Sebuah universitas seharusnya mampu untuk menjadi pionir akademis dan pemikiran, di dalam mencari solusi atas kebuntuan berbagai masalah yang melanda sebuah negara di berbagai bidang, dan bukan menjadi bagian dari masalah-masalah tersebut.
Sebuah universitas, seharusnya berisi kaum-kaum pemikir yang bebas dari praktek feodalisme dan tekanan, yang mana hal ini dapat tercermin dari wujud kepemimpinan seorang rektor atau pimpinan dari sebuah universitas.
Seorang rektor atau pemimpin sebuah universitas bukanlah seorang raja kecil yang berhak mutlak atas kebijakan universitas yang dipimpinnya. Seorang rektor juga bukanlah seorang yang mau dijadikan budak oleh kekuasaan. Seorang rektor bukanlah seorang birokrat, yang harus selalu ingin dihormati, dan mempunyai alur prosedural yang berbelit-belit jika ingin ditemui.
Seorang rektor justru harus mampu menghadirkan suasana keakraban ilmiah yang nyaman, mendorong berbagai penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat, serta dapat menjalin kedekatan dengan para staf dan mahasiswanya, karena seorang rektor adalah seorang yang mampu untuk menjadi tumpuan para mahasiswanya untuk membela pemikiran-pemikiran mereka yang ilmiah dan inovatif.
Seorang rektor juga harus mampu untuk melihat perubahan zaman yang terjadi, agar dia dapat membawa universitas yang dipimpinnya menjadi sebuah universitas yang mampu menjawab segala tantangan zaman, dan bukannya menjadi ketinggalan zaman, atau bahkan menjadi kaki tangan kekuasaan. Jika seorang rektor tidak mampu untuk melakukan ini, maka sebaiknya dia menyadarkan dirinya sendiri untuk melepaskan jabatannya, dan memberikannya kepada orang lain yang lebih mampu.
Tren perguruan tinggi di abad ke-21
Perubahan yang sedang terjadi di dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan saat ini sangatlah cepat dan disruptif, terutama di tingkat pendidikan perguruan tinggi. Perubahan pola belajar mengajar yang sangat mengandalkan kecanggihan teknologi saat ini juga menjadi salahsatu faktor penyebabnya. Digitalisasi dalam dunia perguruan tinggi pastinya tidak dapat kita hindari. Pola pembelajaran dengan menggunakan metode Blended Learning dan Hybrid Learning telah menjadi hal yang lumrah saat ini.
Ketika sebuah universitas telah mampu beradaptasi dengan baik terhadap teknologi dan digitalisasi ini, maka diharapkan universitas itu telah memiliki modal yang cukup untuk melangkah ke arah perbaikan yang selanjutnya.
Perubahan berikutnya adalah meningkatnya penelitian-penelitian dan tulisan-tulisan ilmiah yang dimasukkan ke dalam jurnal-jurnal yang bertaraf Internasional atau global. Jika sebuah universitas mampu untuk mengeluarkan hasil-hasil penelitian yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, dan kemudian hasil penelitian tersebut dijadikan rujukan oleh banyak mahasiswa dan peneliti lain dari seluruh dunia, maka dapat dipastikan indikatornya untuk kenaikan derajat keilmiahan dari universitas tersebut.
Faktor dalam pola pengajaran dan pola berpikir para mahasiswa dari sebuah universitas juga menjadi ukuran di dalam kenaikan derajat keilmiahan sebuah universitas. Pola pengajaran dan pemikiran yang menggunakan pola pemikiran yang lebih tinggi, sedang menjadi acuan utama dari perguruan tinggi atau universitas di dunia saat ini. Pola pemikiran ini disebut juga dengan Higher Order Thinking Skills (HOTS). Pola pemikiran HOTS ini telah menggantikan model atau pola pemikiran yang lama, yaitu Lower and Middle Order Thinking Skills (LEMOTS).
Universitas yang memiliki kinerja baik biasanya adalah universitas yang bisa menciptakan keseimbangan antara pengajaran dan penelitian tingkat global yang berkualitas. Selain itu, pihak universitas tersebut biasanya juga telah memiliki kurikulum yang berfokus kepada mahasiswa.
Kemampuan sebuah universitas untuk bekerjasama dengan dunia korporat dan industri juga menjadi salah satu faktor penunjang derajat keilmiahan sebuah universitas. Saling transfer teknologi dan pengalaman kerja merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh sebuah universitas di dalam mengikuti tren global yang sedang berlangsung.
Tren global abad ke-21 saat ini adalah dimana korporat-korporat besar menjadi penentu arah kebijakan dunia, melebihi wewenang yang dimiliki oleh sebuah negara. Para korporat tersebut lebih mampu berbicara di dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di dunia. Bahkan mereka bisa menguasai dan ‘membeli’ sebuah negara, sehingga berada di bawah pengaruh kekuasaan dan kemauan mereka. Fleksibiltas sistem kerja mereka yang lebih baik dan lebih cepat, membuat segala macam keputusan yang mereka ambil bisa berlangsung dengan sangat cepat pula.
Perguruan tinggi harus mampu menjawab tantangan global ini. Apakah output atau mahasiswa keluaran universitas mereka mampu untuk mengikuti irama-irama permainan para korporat ini, atau mungkin hanya akan menjadi budak-budak para korporat itu sendiri.
Sebab pada dasarnya, jika kendali dunia di dalam bidang ekonomi telah dikuasai oleh kumpulan korporat-korporat besar ini, maka akan dengan sangat mudah, mereka akan menguasai bidang-bidang kehidupan lainnya. Artinya, tidak akan ada lagi perlindungan negara terhadap warga negaranya, karena negara pun akan bertekuk lutut di bawah kendali mereka.
Hukum akan dengan sangat mudah untuk dikuasai. Fakta bisa diputarbalikkan sesuai dengan kemauan mereka. Sejarah dan sistem pendidikan sebuah bangsa yang luhur, dapat dengan mudah dijungkirbalikkan kebenarannya sehingga bangsa tersebut akan mengalami pendistorsian pendidikan dan sejarahnya sendiri. Ideologi sebuah negara pun akan dengan sangat mudah dipermainkan, dan yang pasti kemiskinan struktural dan kultural akan dirasakan langsung oleh rakyat secara sistematis. Inilah dampak dan makna dari globalisasi.
Perguruan tinggi Indonesia harus mampu untuk melihat bahwa hal ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup rakyat dan bangsa ini. Para pemikir dan cendikiawan bangsa harus mampu memberikan sumbangsih saran dan pemikiran bahkan contoh agar dampak globalisasi ini tidak terjadi di Indonesia.
Perguruan tinggi Indonesia sebagai tempat para pemikir dan cendikiawan bangsa, harus mampu melihat kondisi ini untuk melindungi kepentingan hajat hidup rakyat banyak sebagai upaya mempertahankan diri dari model penjajahan gaya baru (neo kolonialisme) dari para korporat besar dunia terhadap negara kita, dengan melakukan deglobalisasi.
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 6 Juli 2021