Kebuntuan Politik dan Mundurnya Perdana Menteri Lebanon

Perdana Menteri Lebanon memilih mengundurkan diri setelah gagal bentuk pemerintahan

AP Photo/Hassan Ammar
Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT  -- Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengundurkan diri pada Kamis (15/7), setelah gagal membentuk pemerintahan selama delapan bulan terakhir. Hariri mengundurkan diri setelah pertemuan singkat dengan Presiden Michel Aoun di Istana Baabda.

Baca Juga


"Saya mundur dari pembentukan pemerintahan," kata Hariri kepada wartawan. “Aoun menuntut beberapa amandemen, yang dia anggap penting, dan mengatakan kita tidak akan bisa mencapai pemahaman satu sama lain. Dan semoga Tuhan menyelamatkan negara ini," ujar Hariri, dilansir Aljazirah, Jumat (16/7).

Aoun menuduh Hariri sudah memutuskan untuk mundur sebelum bertemu dengan dirinya. "Hariri menolak amandemen apa pun yang terkait dengan perubahan kementerian, distribusi sektarian mereka, dan nama-nama yang terkait dengannya," kata kantor presiden dalam sebuah pernyataan.

Dalam sebuah wawancara dengan TV Al Jadeed Lebanon, Hariri mengatakan, dia memilih kandidat berdasarkan keahlian dan kemampuan untuk mereformasi ekonomi. Tetapi Aoun tidak menyetujuinya.

“Saya mengundurkan diri pada 2019 karena saya menginginkan pemerintahan yang ahli, dan jika kita membentuk pemerintahan Michel Aoun maka negara tidak akan selamat,” kata Hariri.

“Masalah utama negara ini adalah Michel Aoun, yang bersekutu dengan Hizbullah, dan melindunginya. Jika seseorang tidak dapat melihatnya maka mereka buta," ujar Hariri menambahkan.

Pendukung Hariri dan partai Gerakan Masa Depan turun ke jalan. Mereka memblokir jalan dengan membakar ban dan tempat sampah di beberapa daerah sekitar Beirut. Puluhan pengunjuk rasa di Sport City Beirut bentrok dengan tentara Libanon, yang mengenakan perlengkapan anti huru hara dan menembakkan peluru karet.

Pengunduran diri Hariri, menyebabkan pound Lebanon terhadap dolar AS mencapai titik terendah baru sepanjang masa, yaitu melebihi 21.000. Setidaknya setengah dari populasi Lebanon telah jatuh ke dalam kemiskinan, sementara inflasi makanan mencapai lebih dari 400 persen.

Kebuntuan politik telah berlangsung sejak pengangkatan kembali Hariri pada Oktober lalu, meski ada tekanan diplomatik dari Prancis, Arab Saudi, dan Amerika Serikat. Uni Eropa telah mengancam akan menerapkan sanksi terhadap pejabat Lebanon yang mencegah pemerintahan baru untuk mengambil alih kekuasaan.

“Lebanon sedang menyaksikan penghancuran dirinya sendiri dan kelas politik yang harus disalahkan. Penguasa Lebanon tampaknya tidak dapat menemukan solusi untuk krisis yang mereka ciptakan,” kata Menteri Luar Negeri Perancis, Jean-Yves Le Drian.

 

Rekan senior di Inisiatif Reformasi Arab, Jamil Mouawad, mengatakan, pengunduran diri Hariri adalah contoh utama dari politik sektarian yang dimainkan di Lebanon. Dia menambahkan, ketegangan sektarian kemungkinan akan berkobar sekarang.

“Sudah seperti ini selama bertahun-tahun, kecuali lembaga-lembaga negara tidak lagi menutup-nutupi kesalahan seperti yang mereka lakukan sebelum krisis ekonomi. Pada fase berikutnya mereka akan mulai saling menyalahkan karena menghalangi pembentukan pemerintah," ujar Mouawad.

Hariri pada Rabu (14/7) mengusulkan  24 menteri. Menurut media lokal, usulan tersebut sudah mencakup delapan menteri yang dipilih Aoun, termasuk Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri.

Hariri telah berselisih dengan Aoun mengenai pembentukan pemerintahan baru. Aoun menuduh usulan Hariri tidak mencakup perwakilan Kristen dan menolak sistem pembagian kekuasaan berbasis sektarian di Lebanon. Sementara Hariri menuduh Aoun menginginkan terlalu banyak bagian dalam pemerintahan.

Hariri mengundurkan diri pada Oktober 2019, karena protes anti-pemerintah di seluruh negeri. Namun setahun kemudian, Hariri diangkat kembali menjadi perdana menteri dan bersumpah untuk membentuk pemerintahan yang akan memberlakukan reformasi ekonomi.

Komunitas internasional telah mendesak para pejabat Lebanon untuk menyelesaikan perbedaan politik dan membentuk pemerintahan yang akan memberlakukan reformasi ekonomi. Dengan demikian dapat membuka pintu bagi bantuan ekonomi senilai miliaran dolar.

Lebanon dijalankan oleh sistem pembagian kekuasaan berbasis sekte untuk komunitas agama. Ada pembagian kursi politik dan keamanan untuk sekte yang berbeda. Jabatan Presiden untuk seorang Kristen Maronit, perdana menteri untuk seorang Muslim Sunni, dan ketua parlemen untuk seorang Muslim Syiah. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler