Wabah Superbug Candida Auris Melanda AS

Sejumlah pasien yang mengalami infeksi Candida auris mengalami resistensi obat.

AP
Foto tahun 2016 yang disediakan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS menunjukkan galur Candida auris yang dikultur dalam cawan petri di laboratorium. Pada Kamis (22/7), CDC mengatakan ada bukti penyebaran jamur yang tidak dapat diobati di panti jompo Washington DC dan di dua rumah sakit di daerah Dallas.
Rep: Puti Almas, Haura Hafizhah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wabah superbug dilaporkan terjadi di Ibu Kota Washington dan sejumlah wilayah lainnya di Amerika Serikat (AS) dalam beberapa waktu terakhir. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan bahwa sejumlah pasien mengalami infeksi jamur invasif yang kebal terhadap obat dari tiga kelas utama.

"Ini benar-benar pertama kalinya kami mulai melihat pengelompokan resistensi, di mana pasien tampaknya mendapatkan infeksi dari satu sama lain," ujar Meghan Lyman dari CDC, dilansir NBC News, Jumat (23/7).

Jamur yang dikenal sebagai Candida auris menjadi penyebab dari wabah. Ini disebut sebagai bentuk ragi berbahaya bagi orang-orang yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi medis serius.

Kondisi semakin berbahaya saat jamur memasuki aliran darah, jantung, maupun otak. Wabah di fasilitas perawatan kesehatan telah dipicu ketika jamur menyebar melalui kontak pasien atau pada permukaan yang terkontaminasi.

Baca Juga


Di Washington DC, 101 kasus superbug tersebut ditemukan di panti jompo khusus untuk pasien yang kritis, termasuk tiga kasus yang resisten terhadap ketiga jenis obat antijamur. Lalu, 22 kasus lain terdeteksi di dua rumah sakit di daerah Dallas, dengan dua di antaranya mengalami resistensi obat.

Lyman mengungkapkan, kasus-kasus itu terlihat dari Januari hingga April. Dari lima orang yang sepenuhnya resisten terhadap pengobatan, tiga meninggal di Texas dan satu di Washington.

Pejabat kesehatan AS telah membunyikan alarm selama bertahun-tahun tentang superbug setelah melihat infeksi di mana obat-obatan yang biasa digunakan memiliki efek kecil. Pada 2019, dokter mendiagnosis tiga kasus wabah ini di New York, yang juga resisten terhadap kelas obat yang disebut echinocandins, yang dianggap sebagai garis pertahanan terakhir.

Dalam kasus tersebut, tidak ada bukti bahwa infeksi telah menyebar antara satu pasien dan lainnya. Para ilmuwan menyimpulkan resistensi terhadap obat yang terbentuk selama perawatan.

Lyman mengatakan, pasien-pasien yang meninggal terkena wabah yang sedang berlangsung dan bahwa infeksi tambahan telah diidentifikasi sejak April. Penyelidik meninjau catatan medis dan tidak menemukan bukti penggunaan anti-jamur sebelumnya di antara pasien dalam kelompok tersebut.

Karena itu, pejabat kesehatan AS menyimpulkan bahwa itu berarti wabah jamur telah menyebar sesama manusia, atau dari satu orang ke orang lainnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler