Penyuap Nurdin Abdullah Divonis 2 Tahun Penjara
Agung Sucipto dinilai terbukti memberikan 150 ribu dolar Singapura dan Ro 2,5 miliar.
REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp 150 juta untuk terdakwa Agung Sucipto dalam sidang putusan perkara suap Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah. Baik terdakwa dan jaksa masih pikir-pikir atas putusan hakim.
"Secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana dengan menyediakan dan kemudian memberikan uang sebesar 150 ribu dolar Singapura, ditambah Rp 2,5 miliar pada Nurdin Abdullah yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur Sulsel," ujar Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino, di Makassar, Senin (26/7).
Ibrahim mengatakan, sesuai dengan fakta hukum, Agung Sucipto yang tidak lain merupakan pemilik PT Agung Perdana Bulukumba itu memang dengan sengaja memberi uang pada Nurdin Abdullah baik secara langsung atau pun tidak langsung melalui Edi Rahmat. Hal itu diperkuat dengan sejumlah fakta hukum, di antaranya adalah keterangan di bawah sumpah dari saksi Sari Pudjiastuti dan Edy Rahmat yang sebelumnya menyebut jika dirinya beberapa kali mendapat instruksi, agar PT Agung Perdana milik terdakwa dimenangkan dalam lelang proyek Palampang Munte Botolempangan.
"Oleh karenanya menimbang berdasarkan fakta hukum dari keterangan dan bukti-bukti di persidangan, menimbang bahwa semua unsur dalam dakwaan alternatif pertama penuntut umum terhadap terdakwa Agung Sucipto telah terbukti seluruhnya. Maka dengan ini, terdakwa dinyatakan bersalah dan karenanya dihukum dengan pidana penjara selama 2 tahun, dan kewajiban membayar denda Rp 150 juta dengan ketentuan jika tidak mampu membayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 4 bulan," katanya lagi.
Atas putusan itu, baik jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa mengaku belum memutuskan upaya hukum lanjutan ke Pengadilan Tinggi Sulsel. Pada sidang itu juga, terdakwa divonis melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, sebagaimana diatur dalam dakwaan alternatif pertama, dalam Pasal 5 ayat (1) huruf (a), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.