Mereka Buat Olimpiade Tokyo Tetap Riuh Meski tanpa Penonton

Para atlet, pelatih, dan ofisial tak jarang berteriak mendukung rekan mereka di Tokyo

Antara/Sigid Kurniawan
Seorang ofisial dari China menyemangati atlet panahannya saat bertanding dalam Olimpiade Tokyo 2020 di Yumenoshima Park Archery Field, Tokyo, Jepang, Senin (26/7/2021). Penyelenggaraan Olimpiade yang diselenggarakan tanpa penonton dari kalangan umum tersebut merupakan keputusan di tengah kondisi darurat COVID-19 yang sedang diberlakukan di Ibu Kota Jepang.
Rep: Frederikus Bata Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Olimpiade 2020 di Tokyo digelar tanpa penonton. Kebijakan tersebut, guna meredam penyebaran virus corona. Namun bukan berarti ajang ini benar-benar sepi dari suara berisik. Para delegasi yang hadir terkadang menimbulkan kehebohan, seolah menggantikan peran penonton yang absen di arena.

Baca Juga


"Secara teknis, tidak diperbolehkan bersorak karena resiko infeksi covid-19, tetapi aturan itu sulit ditegakkan," demikian laporan yang dikutip dari Reuters, Selasa (27/7).

Para pelatih tim basket putri Mongolia menggebarak kursi plastik di dekatnya. Itu terjadi saat pasukan mereka bertanding dalam cabang olahraga basket 3x3 di Aomi Urban Sports Park di Tokyo.

Salah satu pelatih yang bereaksi bernama Tugsjargak Sambuu. Ia mengaku bersorak atas nama seluruh suporter yang tidak bisa hadir.

"Banyak orang Mongolia tinggal di Jepang. Mereka sangat ingin menyemangati tim kami. Kami mempunyai banyak penggemar di Tokyo, tapi penonton tidak diperbolehkan (memasuki tribun)," kata Sambuu.

Ada juga yang tak terlalu mempermasalahkan absennya penonton. Pesenam Rusia Lilia Akhaimova mengatakan, ia dan rekan setimnya justru lebih termotivasi memberikan yang terbaik. Satu pesenam, mendukung pesenam lainnya. "Sejujurnya, kami tidak terlalu memperhatikan itu, karena kami saling menyemangati, kami saling berteriak," ujar Akhaimova.

Terdapat lusinan pendukung China hadir saat ganda campuran mereka Xu Xin/Liu Shiwen dikalahkan pasangan tuan rumah Jun Mizutani/Mima Ito pada cabang olahraga tenis meja. Ada suatu momen di mana seorang suporter asal Negeri Tirai Bambu berjalan ke area media, kemudian meneriakkan nama Xu/Liu. Ia memimpin dukungan untuk andalan mereka tersebut.

"Kami terbiasa dikelilingi oleh ribuan bahkan puluhan ribu pendukung China. Jadi kami tidak khawatir sama sekali," tutur pelatih tim tenis meja Jepang Yosuke Kurashima.

Kehebohan juga terjadi di Tokyo Aquatics Centre, Selasa (27/7). Saat keluar dari kolam, para penyelem yang sedang berlomba mendapat sorakan dari rekan setim, pelatih, dan ofisial.

Pesenam Jerman, Sarah Voss, mengaku...

Pesenam Jerman Sarah Voss mengaku terbiasa bertanding tanpa penonton. Kondisi tersebut sudah ia alami selama menjalani persiapan dan saat sesi kualifikasi.

Ia meyakini, setiap atlet memiliki keluarga besar. Ada banyak orang yang mendukung mereka dari rumah masing-masing. "Dan kami bersorak untuk diri kami sendiri," tuturnya.

Ratusan orang di Hongkong tampak berkumpul di sebuah pusat pembelajaaan. Mereka menyaksikan atlet anggar, Cheung Ka Long menerima medalinya.

Cuplikan dari NBC menunjukkan adanya kerumunan penggemar di Alaska. Mereka bergembira lantaran perenang Amerika Serikat, Lydia Jacoby, meraih emas di gaya dada 100 meter putri. Atlet 17 tahun itu, tak diunggulkan di nomor ini.

Seorang pejabat di Nippon Budokan di Tokyo, tempat berlangsungnya kompetisi judo, kesal dengan ulah sejumlah oknum. Orang-orang tersebut meminta izin masuk ke tribun.

"Orang-orang yang terus meminta kami untuk membiarkan mereka masuk ke tribun adalah media, dan yang berafiliasi dengan Olimpiade. Ini mulai menjadi masalah," tutur pejabat yang menolak disebutkan namanya itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler