Vaksinolog Dorong Perluasan Cakupan Vaksinasi di Masyarakat

Perluasan cakupan vaksinasi dibandingkan memberikan vaksin ketiga bagi masyarakat.

Wihdan Hidayat / Republika
Vaksinolog sekaligus dokter spesialis penyakit dalam Dirga Sakti Rambe saat ini lebih baik mengutamakan perluasan cakupan vaksinasi dibandingkan memberikan vaksin ketiga bagi masyarakat umum. (Foto: Vaksinasi pelaku wisata di Hutan Pinus Mangunan, Bantul Yogyakarta)
Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksinolog sekaligus dokter spesialis penyakit dalam Dirga Sakti Rambe mendorong perluasan cakupan vaksinasi COVID-19 di masyarakat. Ia mengatakan, saat ini lebih baik mengutamakan perluasan cakupan vaksinasi dibandingkan memberikan vaksin ketiga bagi masyarakat umum. 

Baca Juga


"Agak percuma kalau kita 10 kali divaksinasi tapi orang-orang di sekitar kita belum divaksinasi. Jadi kita lebih baik fokus memperluas cakupan vaksinasi ketimbang memberikan suntikan ketiga, keempat pada orang-orang yang sama," kata Dirga dalam diskusi yang dipantau virtual dari Jakarta, Kamis (29/7).

Fokus itu diperlukan karena jumlah penduduk yang mendapatkan vaksin lengkap di Indonesia baru mencapai 19,6 juta orang dari target 208 juta, menurut data Kementerian Kesehatan per 29 Juli 2021. Suntikan ketiga atau booster sendiri di Indonesia baru diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes), mengingat risiko yang mereka hadapi sebagai ujung tombak perawatan pasien COVID-19.

"Sampai hari ini suntikan ketiga bagi yang bukan nakes itu tidak direkomendasikan," ujar Dirga yang mengambil master vaksinologi di University of Siena, Italia.

Dia juga menjelaskan, meski antibodi mengalami penurunan enam bulan setelah melakukan suntikan kedua vaksin COVID-19, hal tersebut tidak mengurangi perlindungan akan penyakit yang menyerang pernapasan itu. Dokter yang berpraktik di RS Omni Pulomas Jakarta itu memaparkan bahwa ketika pertama kali menerima vaksin akan terjadi peningkatan antibodi tetapi seiring berjalannya waktu akan mengalami penurunan.

Namun, setelah melakukan vaksinasi dan ketika terpapar virus kembali maka sel memori akan bangkit mengenalinya dan menghasilkan lonjakan antibodi. "Setelah enam bulan betul antibodinya mulai turun tetapi tetap ada proteksi karena ada sel memori. Kalau kita sampai terpapar virus antibodinya akan melonjak tinggi, jadi bukan berarti setelah enam bulan tidak ada proteksi sama sekali," demikian Dirga.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler