Hibah Rp 2 Miliar Mengingatkan pada Gerakan Superiman 2003
Banyak orang kaya di negara ini yang bisa berperan menolong bangsanya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Salah satu tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma menyebut hibah Rp 2 triliun yang diberikan keluarga almarhum Akidi Tio, merupakan bentuk kecintaan warga keturunan Tionghoa terhadap Indonesia.
“Ini salah satu bukti bahwa warga keturunan Tionghoa sangat mencintai negara ini,” kata Lieus Sungkharisma, dalam pesan tertulisnya kepada Republika.co.id, Rabu (28/7).
Keluarga Akidi Tio memberikan bantuan dana hibah kepada Pemprov Sumatra Selatan (Sumsel). Hibah ini diberikan untuk penanggulangan Covid-19.
Menurut Lieus, apa yang dilakukan keluarga ahli waris Akidi Tio itu merupakan bentuk kepedulian anak bangsa terhadap kondisi dihadapi bangsanya.“Kita perlu mengapresiasi dan memberi hormat atas ketulusan keluarga ini. Sebab tak banyak orang kaya di negeri ini, yang kekayaannya bertriliun-triliun, rela mengorbankan harta sedemikian besar untuk menolong bangsa dan negaranya yang sedang sulit,” kata Lieus.
Sumbangan uang untuk membantu negara, diharapkan menginspirasi banyak orang dan mengingatkannya pada apa yang pernah Lieus lakukan tahun 2003 di masa Wapres Hamzah Haz. Saat itu, secara pribadi Lieus bersama Yusuf Siregar dan Bambang Sungkono menyumbang masing-masing Rp100 juta melalui sebuah program gerakan nasional yang disebut Superiman atau Solidaritas Umat Peduli Modal Nasional, yang waktu itu dipimpin Wapres Hamzah Haz dan Presiden Megawati sebagai penasehat.
Menurut Lieus, Gerakan Nasional Superiman yang diresmikan oleh Wapres Hamzah Haz pada 19 Agustus 2003 di Istana Wapres itu, memang merupakan idenya dan sejumlah kawannya sesama aktivis. “Niatnya adalah untuk membantu negara melepaskan diri dari utang dan ketergantungan pada pinjaman luar negeri,” ujar Lieus.
Sayangnya, tambah Lieus, meski sempat membuka rekening khusus, gerakan Superiman mati sebelum berkembang. Masalahnya ada pihak-pihak yang menjadikan gerakan untuk membantu keuangan negara ini sebagai isu politik.
Padahal, tambah Lieus, lembaga Superiman yang dibentuk atas swadaya dan swadana masyarakat ini bisa menjadi alternatif dalam menangani krisis ekonomi yang berkepanjangan. Lembaga itupun langsung di bawah pengawasan BPK dan auditor independen.
“Jika selama 18 tahun sejak dari 2003 hingga 2021, kalau saja Superiman itu berjalan mulus dan setiap orang/pengusaha menyumbangkan Rp 100 juta saja untuk membantu keuangan negara, sudah berapa ribu triliun uang yang bisa dikumpulkan,” papar Lieus.
Lieus mengapresiasi apa yang dilakukan ahli waris Akidi Tio, namun sampai sekarang dia masih memimpikan adanya lembaga independen yang bisa menghimpun dana masyarakat untuk membantu keuangan negara.
“Saya berharap, di tengah kondisi perekonomian negara yang sulit sekarang ini, gagasan menghimpun dana rakyat itu bisa dilanjutkan dengan keluarga pak Tio sebagai pemimpinnya. Karena itu saya ingin bertemu dengan Wapres Makruf Amin,” katanya lagi.
Menurutnya, masyarakat tak boleh membiarkan negara ini terus menerus berutang ke luar negeri. Karena akan berakibat menjadi beban anak cucu di masa mendatang. "Kita harus menjabarkan konsep berdikarinya Bung Karno dengan memberdayakan potensi rakyat sehingga pemerintah bisa tetap membangun tanpa harus berutang pada luar negeri,” ungkapnya.