Tahun Baru Islam, Hijriyah, dan Surat tanpa Tanggal Umar

Kalender Hijriyah ditetapkan pada 629 M era Khalifah Umar bin Khattab

republika.co.id
Tahun Baru Islam, Tahun Baru Hijriyah: Perintah hijrah kepada para Nabi utusan Allah
Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Syahruddin El-Fikri


Pada setiap 1 Muharram, jutaan umat Islam di seluruh penjuru dunia memperingati sekaligus menapaktilasi perjalanan Rasulullah SAW, penghulu umat para nabi, saat berhijrah dari Kota Makkah ke Madinah, pada 622 M. Saat itu, belum ada penyebutan tahun Hijriyah, sebab penetapan penanggalan Islam, baru dimulai pada 17 H, saat Khalifah Umar bin Khattab.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, awalnya, Amirul Mukminin Umar bin Khattab, berkirim surat ke Gubernur Kufah, Musa al-Asy'ari, yakni pada tahun kelima kekhalifahannya. Namun, surat yang dikirim Khalifah Umar itu, tidak memiliki tanggal, bulan, dan tahun.

Maka, Musa Al-Asy'ari lalu membalas surat khalifah dengan kalimat: ''Kataba Musa al-Asy'ari ilaa Umar Ibn al-Khattab. Innahu taktiina minka kutubun laysa laha tariikh.'' (Telah menulis surat Musa al-Asy'ari kepada Khalifah Umar bin Khattab. Sesungguhnya, telah sampai kepadaku sebuah surat dari Anda, namun surat ini ditulis tanpa ada tanggalnya).

Mendapati jawaban atau balasan surat tersebut, Khalifah Umar tertegun, lalu segera mengumpulkan sahabat-sahabatnya untuk memusyawarahkan sistem penanggalan (kalender) dalam Islam.

Saat musyawarah berlangsung, muncul berbagai usulan. Ada yang mengusulkan penanggalan Islam dimulai dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ada pula yang mengusulkan dari peristiwa kenabian atau saat menerima wahyu di Gua Hira. Sebagian lainnya mengusulkan supaya penanggalan Islam dimulai sejak peristiwa Isra dan Mi'raj.

Namun, semua usulan ini ditolak oleh Khalifah Umar. Kemudian, Ali bin Abi Thalib mengusulkan supaya penanggalan Islam dimulai dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Kota Makkah ke Madinah, yakni tahun 622 M. Akhirnya, usulan ini diterima dan saat berhijrah ditetapkan sebagai permulaan tahun Hijriyah. 

Jadi, saat khalifah Umar memusyawarahkan penetapan tahun atau kalender Islam ini telah memasuki tahun ke-17 Hijriyah. Dari sinilah, akhirnya ditetapkan tahun Hijriyah bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia, hingga saat ini.

Hijrah dalam Alquran

Secara harfiah, hijrah adalah berpindahnya sesuatu dari satu tempat ke tempat lain. Adapun secara istilah, hijrah adalah pindahnya Rasulullah SAW dari Kota Makkah ke Madinah, dalam rangka menyelamatkan akidah umat Islam dari gangguan dan ancaman kaum kafir Quraisy.

Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-13 kenabian atau tahun 622 M. Dan secara lebih spesifik, hijrah adalah meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan melaksanakan segala perintah Allah dalam menuju kemashlahatan umat.

Dalam sebuah hadis Nabi SAW bersabda: ''Seorang yang berhijrah adalah orang yang menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah kepadanya.'' (Shahih Bukhari 1: 53, dalam redaksi serupa juga terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, 2: 1298).

Dalam Alquran disebutkan, hijrah ini tidak hanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Tetapi, jauh sebelumnya, hijrah juga telah dilakukan oleh nabi-nabi dan rasul-rasul lainnya. Seperti yang dilakukan Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Isa, dan Nabi Musa.

Allah SWT memerintahkan Nabi Adam pergi haji dan sekaligus berhijrah.....

Hijrah Nabi Adam AS

Setelah diturunkan dari surga di bumi India, Nabi Adam AS yang sudah bertahun-tahun lamanya di daerah tersebut, merasa rindu dengan istrinya, Siti Hawa. Sebagaimana dikutip Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, Allah SWT memerintahkan Adam AS untuk mengerjakan haji ke Baitullah (sekaligus berhijrah) di Makkah. Ia kemudian bertemu dengan Hawa di Jabal Rahmah di Arafah.

Hijrah Nabi Nuh AS

Dalam usahanya menyebarkan dakwah, Nabi Nuh AS selalu mendapat tantangan dan ejekan dari kaumnya. Selama ratusan tahun berdakwah, siang dan malam, tak banyak kaumnya yang beriman kepadanya. Allah lalu memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat kapal, karena Allah akan mengazab kaumnya itu dengan banjir besar. 

Hijrahnya Nuh dan sebagian kaumnya (dalam sebuah riwayat, jumlah kaumnya yang beriman hanya mencapai 70 orang) ini agar mereka terhindar dari azab Allah, dalam menyelamatkan akidah tauhid. (QS Nuh :1-42)

Hijrah Nabi Ibrahim AS

Sejak usia muda, Ibrahim AS sudah menunjukkan ketidaksukaannya pada berhala-berhala yang menjadi sesembahan kaumnya, termasuk Raja Namrudz yang memerintah di Babilonia. Karena itu, dengan tegasnya ia menghancurkan berhala-berhala itu, demi menyelamatkan kaumnya dari kesesatan dan kemusyrikan. 

Namun, ia akhirnya ditangkap lalu diadili dan dibakar dalam api yang panas. Allah menyelamatkannya dan ia pun berhijrah.

Menurut Ahzami Samiun Jazuli dalam  Hijrah dalam Pandangan Alquran, Nabi Ibrahim tercatat empat kali melakukan hijrah, yakni dari Babilonia ke Syam, lalu ke Mesir, kemudian ke Syam akhirnya menuju Hijaz.Ibrahim adalah seorang nabi yang dapat dijadikan teladan karena kepatuhannya kepada Allah SWT dan agama yang lurus. (QS An-Nahl: 120-122).

Hijrah juga dilakukan Nabi Luth dan Ashab al-Kahfi....

 

Hijrah Nabi Luth AS

Nabi Luth AS beriman kepada Ibrahim AS dan mengikuti petunjuk yang dibawanya. Ia berhijrah bersama Ibrahim dari negeri dan tanah kelahirannya di Irak menuju Syam, karena sebab yang sama. (QS Al-Anbiya': 71, Al-Ankabut: 26-29).

Nabi Musa AS

Dalam  Qishash al-Anbiya' karya Ibnu Katsir, disebutkan, Nabi Musa AS tercatat beberapa kali melakukan hijrah. Pertama, ia hijrah dari Mesir ke Madyan. Lalu dari Madyan kembali ke Mesir, selanjutnya ke Syam. 

Selepas dari Syam untuk menyelamatkan agamanya, ia diperintahkan membawa kaumnya untuk memasuki Tanah Suci, yakni Palestina.Lihat dalam Alquran surah Maryam [19]: 51-53, Al-A'raf: 144, Al-Ahzab; 69, Al-Qashash: 15-22).

Ashab al-Kahfi

Upaya menyelamatkan akidah dari gangguan dan ancaman orang-orang kafir tak hanya dialami oleh para nabi dan rasul, para penghuni gua ( Ashab al-Kahfi ) juga diancam oleh Raja Dikyanus (Decius), namun ada pula yang mengatakan raja yang berkuasa saat itu adalah Dinasti Trajan. Mereka melarikan diri dan berhijrah untuk menyelamatkan akidah mereka ke sebuah gua. (QS Al-Kahfi [18]: 9-27).

Dalam berbagai penelitian, gua tempat tidurnya para pemuda itu (Ashab al-Kahfi) adalah di Abu Alanda, Amman, Yordania, dan bukan di Ephesus atau Tarsus, Turki. (Lihat buku Sami bin Abdullah al-Mahluts serta Ahzami Samiun Jazuli).

sumber : Republika/Republika.co.id
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler