Dendam Kesumat Abdullah bin Ubay Saat Nabi Hijrah ke Madinah
Abdullah bin Ubay hanya bisa menyimpan kekufuran di dalam batinnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tatkala Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, kondisi masyarakat kala itu belum sepenuhnya meyakini risalah maupun kepemimpinan Nabi. Bahkan salah satu tokoh musyrik, Abdullah bin Ubay, memiliki dendam kesumat kepada Nabi.
Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitab Sirah Nabawiyah menjelaskan orang-orang musyrik menetap di beberapa kabilah di Madinah. Kondisi mereka saat Nabi pertama kali hijrah adalah tidak mampu berkuasa atas orang-orang Muslim.
Di antara mereka ada pula yang dirasuki keragu-raguan untuk meninggalkan agama nenek moyangnya. Namun, mereka tidak pernah berpikir memusuhi Islam dan orang-orang Muslim. Tak seberapa lama, kemudian mereka pun masuk Islam dan melepaskan agamanya yang lampau.
Namun demikian, sebenarnya di antara mereka ada juga yang menyimpan dendam kesumat terhadap Nabi dan orang-orang Muslim. Tetapi mereka tidak berani menyatakannya, dan bahkan mereka terpaksa menampakkan kecintaan dan kesukaan lantaran beberapa pertimbangan.
Tokoh kelompok itu adalah Abdullah bin Ubay. Dendam yang tumbuh di dalam hati Abdullah bin Ubay lantaran sebelum Nabi hijrah ke Madinah, tepatnya usai perang Buats, Abdullah bin Ubay hendak diangkat menjadi raja oleh suku Aus dan Khazraj. Dua suku itu sudah sepakat mengangkat dirinya menjadi pemimpin.
Padahal sebelumnya, mereka tidak pernah berpikir mengangkat seseorang sebagai pemimpin. Bahkan untuk maksud ini, mereka sudah merancang mahkota untuk disematkan di kepala Abdullah bin Ubay. Namun, sebelum sempat ia menjadi raja bagi seluruh penduduk Madinah, tersiar kabar tentang kedatangan Rasulullah SAW.
Maka seketika, banyak kaum Abdullah bin Ubay yang berpaling dan memilih menyambut Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, Abdullah bin Ubay melihat sosok Rasulullah SAW sebagai orang yang telah merampas kerajaan yang sudah tampak di depan mata baginya. Maka tidak heran jika dia menyimpan kebencian kepada Nabi.
Karena dia melihat beberapa pertimbangan yang tidak mendukungnya untuk bergabung dengan Nabi Muhammad SAW, apalagi Nabi tidak memberi kesempatan kepada seseorang untuk mengeruk kepentingan duniawi, maka Abdullah bin Ubay hanya bisa menyimpan kekufuran di dalam batinnya. Sehingga setiap ada kesempatan melancarkan tipu daya terhadap Rasulullah SAW dan orang-orang Muslim, maka kesempatan tersebut tidak dia sia-siakan.
Sementara rekan-rekannya yang dulu mengharapkan kedudukan tertentu dalam kerajaannya, juga ikut mendukung rencana-rencananya. Maka orang-orang Muslim yang lemah pikirannya dia pergunakan sebagai alat memuluskan segala renacananya.
Kultur Yahudi Madinah
Pada masa dahulu, orang-orang Yahudi mendapat tekanan dari bangsa Asyur dan Romawi lalu mereka berpihak kepada orang-orang Hijaz. Walaupun sebenarnya mereka adalah orang-orang Ibrani. Namun setelah bergabung dengan orang-orang Hijaz, mereka hidup ala Arab, berbahasa Arab, dan mengenakan pakaian Arab pada umumnya.
Sekalipun demikian, orang-orang Yahudi Madinah tetap menjaga fanatisme jenis mereka sebagai orang Yahudi. Mereka tidak menyatu dengan bangsa Arab secara total. Bahkan mereka masih membanggakan diri sebagai bangsa Yahudi dan masih sempat melecehkan bangsa Arab.
Pelecehan mereka terhadap bangsa Arab dengan menyematkan panggilan ‘orang-orang ummiyyin’ alias orang-orang jalang dan buas, buta huruf, hina, dan terbelakang. Dalam pandangan mereka, harta bangsa Arab boleh mereka ambil semuanya. Sikap orang-orang Yahudi ini bahkan diabadikan Allah dalam Surah Ali Imran yat 75, “Qaaluu laysa alaina fil-ummiyyina,”. Yang artinya, “Mereka berkata, ‘Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang yang ummiy,”.