KPK Berharap Vonis Juliari Memberi Efek Jera

Mantan mensos yang juga politikus PDIP Juliari divonis 12 tahun penjara.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara saat menjalani sidang lanjutan terkait kasus korupsi dana paket Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/6). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Nur Basuki Minarno. Republika/Thoudy Badai
Rep: Rizkiyan Adiyudha Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan majelis hakim PN Tipikor Jakarta Pusat terkait vonis terdakwa rasuah bantuan sosial (bansos) Covid-19, Juliari Peter Batubara. KPK menyebut bahwa putusan itu telah membuktikan dakwaan yang dilontarkan kepada mantan menteri sosial (mensos) tersebut.

"KPK menghormati putusan Majelis yang menyatakan bahwa dakwaan Tim JPU KPK terbukti," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Senin (23/8).

Lembaga antirasuah itu juga mengapresiasi adanya putusan tambahan berupa penjatuhan pidana uang pengganti serta pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik. Ali mengatakan, hal tersebut juga sudah sesuai sebagaimana dituangkan dalam amar tuntutan.

"KPK berharap putusan ini memberikan efek jera sekaligus menjadi upaya asset recovery hasil tindak pidana korupsi secara optimal," katanya.

Dia melanjutkan, KPK akan mempelajari seluruh isi pertimbangan majelis hakim untuk menentukan langkah selanjutnya. Dia mengatakan, hal itu akan dilakukan setelah KPK menerima salinan lengkap putusan majelis hakim. "KPK bertekad untuk terus bekerja keras, melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi," katanya.

Seperti diketahui, majelis hakim PN Tipikor menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan terhadap Juliari Peter Batubara. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga dijatuhi hukuman berupa uang pengganti sejumlah Rp 14,59 miliar.

Hal yang memberatkan menurut pertimbangan majelis hakim adalah perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak kesatria. Terlebih, tindakan itu juga dilakukan dalam keadaan darurat bencana non alam yaitu wabah Covid-19. Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dijatuhi pidana. Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler